seoul

633 126 32
                                    

Chanyeol mengekori Wendy yang langsung memasuki kamar sambil menenteng sepatunya. "Dengan kau diam begitu, Son Seungwan, kau membuat ini terdengar seperti masalah. Padahal tadi kau bilang kau tidak apa-apa."

Wendy duduk di kursi riasnya. Ia meletakkan sepatunya begitu saja di samping kursi, tanpa repot-repot memasukkannya kembali ke walk-in-closet. Ia masih mengatupkan rahangnya rapat-rapat.

"Yakinkan aku bahwa aku tidak membuat masalah baru."

"Kau tidak bilang padaku soal rencana itu sejak awal, sebelum aku berubah pikiran."

"Aku baru dapat kabar itu tadi pagi! Memangnya kau berubah pikiran sejak kapan?"

Wendy tidak menjawab.

"Kita bisa memulainya di Seoul. Apa itu sebuah masalah? Kita bisa pergi sama-sama ke Korea. Aku tidak akan meninggalkanmu."

"Ya, tapi—Park Chanyeol, aku sudah membuat rencana yang matang. Kau harus tinggal di Korea selama beberapa waktu, menyesuaikan jadwal lagi, kau akan sangat sibuk, sementara aku sudah menyiapkan beberapa rencana untuk perubahan hidup kita setelah kupikirkan baik-baik."

"Kau bisa memikirkannya dengan cepat, kau pasti bisa mengubahnya dengan cepat pula begitu kita sampai di Korea. Di sana, akan lebih mudah karena kau punya teman-teman dekatmu. Ada Juhyun-nuna yang bisa kauandalkan siapa saja. Apalagi saat Seulgi pulang nanti."

"Dan kaupikir meninggalkan Kanada lagi, yang sudah benar-benar menjadi rumahku, dengan segala kenyamanan yang akhirnya kudapatkan, itu mudah?"

"Kurasa kau yang pertama kali meyakinkanku, saat aku ikut bersamamu ke Kanada, bahwa keluar dari zona nyamanmu bukanlah sesuatu yang menakutkan? Aku adalah bagian dari EXO sebelum aku bersamamu!"

Wendy mengernyit. Raut wajahnya sudah jelas-jelas berubah. "Kalau begitu, pergi saja sana. Aku juga bagian dari Red Velvet sebelum aku bersamamu!" Wendy segera berdiri, menenteng sepatunya lagi dan memasuki ruang penyimpanan di dekat tempat tidur mereka. Terdengar bunyi lemparan, sepatu itu. Ia keluar lagi dan memasuki kamar mandi tanpa menoleh sedikit pun pada Chanyeol.

Chanyeol memukul nakas di samping tempat tidur mereka dengan cukup keras. Dia sudah menghentikan kebiasaannya ini sejak beberapa waktu lalu, sejak memulai hidup di Kanada yang baik untuk kondisi emosinya, tetapi dia tak dapat menahan dirinya.

. . .

Namun Chanyeol tak punya pilihan lain. Dia kadung mengiyakan rencana itu—lagipula karena dia benar-benar menginginkannya. Terakhir kali dia berkumpul dengan mereka semua adalah dua tahun lalu, itu pun dalam formasi yang tidak lengkap. Sebagian dari mereka pergi ke Florida untuk berlibur. Hanya ada Baekhyun, Kyungsoo, Jongin, dan Jongdae. Bernyanyi, menghabiskan waktu untuk berlatih, menari, dan bertemu penggemar, semua itu sangat menggoda baginya. Mengulang lagi masa-masa menyenangkan itu sangat dinantikannya. Mereka beberapa kali merencanakan hal itu, tetapi momentumnya selalu tidak pas.

Sekarang, tidak ada jalan mundur lagi. Dia langsung menyiapkan beberapa pakaian yang akan dibawa. Dia merasa hanya perlu satu buah tas, karena soal pakaian, mudah. Dia bisa meminjam dari yang lain. Dia telah memesan tiket untuk lusa, mengabari perkiraan waktu kedatangannya pada Junmyeon.

Satu hari ini, dia tak bicara pada Wendy sama sekali. Ketika dia terbangun di pagi hari, Wendy sudah berangkat entah ke vet atau salon hewan peliharaan milik temannya itu, atau mungkin ke sekolah musik tempatnya bekerja paruh waktu.

Ini bukan kali pertama mereka bertengkar, tidak bicara sebelum salah satu berangkat, tetapi Chanyeol tetap merasa tidak nyaman. Apalagi, ini akan jadi yang pertama mereka berada dalam keadaan yang tidak nyaman saat salah satunya harus pergi ke luar negeri.

perfect tomorrowWhere stories live. Discover now