02 | a Bittersweet

17.6K 1.4K 24
                                    

Seina meremas tangannya gelisah. Bibirnya bergetar. Air matanya tak kunjung berhenti membasahi pipinya. Sungguh, ia takut. Sangat takut mengenai apa yang menimpanya tadi. Seina tidak akan sanggup menepis bayangan yang berkelebat dalam pikirannya, rasa bersalah merayapi hatinya. Mengapa hal ini terjadi?

Seina menahan napas melihat pintu ruang UGD terbuka, seorang dokter keluar, pria itu melempar senyum padanya.

"Bagaimana keadaannya, Dok?"

Seina berharap cemas. Dokter itu menghela napasnya berat. Seina meringis pelan, sepertinya dugaan mengenai seseorang yang terbaring di ranjang dalam ruangan itu nyaris benar. Ia akan mendapatkan apa yang memang seharusnya di pertanggung jawabkan. Ya Tuhan, Seina benar-benar ingin berteriak.

"Anda keluarganya?"

Dokter itu bertanya dengan nada lembut, merasakan betapa terguncangnya gadis di hadapannya. "Saya perlu memberitahukan kabar ini kepada pihak keluarga terlebih dahulu," Lanjutnya menatap gadis mungil di hadapannya.

"Apa kondisinya begitu parah, Dok?" Seina menggigit bibirnya. Suaranya begitu parau, sekarang dadanya mulai terasa sesak. Sungguh, ini menyakitkan.

"Begitulah. Apa anda keluarganya, Nona?" Sekali lagi Dokter itu bertanya.

Seina memandangi dokter di hadapannya dengan tatapan kosong, "Saya bu-"

"Dia tunangannya, Dok."

Seorang wanita berjalan menghampiri mereka. Dengan tubuh indah di balut dress tosca membuatnya tampak cantik. Namun raut wajahnya yang murung juga mata yang sembab menandakan ia sedang tidak baik-baik saja.

"Dia tunangan adik saya, Dok. Dia sudah termasuk dalam keluarga kami." Lanjutnya dengan satu helaan napas.

Dokter itu mengangguk paham. Ia sudah mengira bahwa gadis mungil di hadapannya itu adalah orang terpenting dari pasien yang sedang ditanganinya, mengingat betapa risaunya gadis itu namun tetap terlihat tegar.

Tidak, Seina bukan tegar, tapi memang karena ia tidak punya hubungan apapun dengan seseorang yang hampir meregang nyawa karena ulah cerobohnya itu. Sejak kehadiran wanita di sampingnya, Seina terus menatap heran kearahnya. Namun wanita itu tidak pernah sekalipun menatap kearahnya, atau sekedar meliriknya.

"Baiklah, mari keruangan saya."

***

Seina menatap lurus wanita yang tengah menundukkan kepalanya, menyembunyikan air mata yang terus mengalir dan berjatuhan melewati dagunya yang manis. Seina semakin tersayat hatinya melihat pemandangan itu. Ya Tuhan, apapun akan ia tebus bila itu dapat menenangkan wanita itu, ia akan bertanggung jawab atas kecerobohan itu. Kecerobohan yang mengakibatkan kecelakaan hebat.

Wanita itu mulai mengangkat wajahnya, menatap lurus Seina yang tidak melepas pandangangan. Wanita itu menghela napasnya berat. "Aku akan membantumu, kalau kau ingin membantuku."

Seina mengerjapkan matanya yang sembab, ia mengusap hidungnya yang merah dengan punggung tangannya. Dahinya mengernyit samar, "Maksudnya?" Tanyanya polos. Seina tidak mengerti apa maksud dari Dini. Ya, itulah nama dari wanita cantik di hadapannya. Kakak dari seseorang yang dibuatnya nyaris tiada.

"Kartu atau meja hijau."

Seina semakin tidak mengerti. Tidak, Dini bukan mengerjainya dengan memanfaatkan kesempatan itu, namun ini adalah permohonan. Dini hanya ingin membuat adiknya melupakan segalanya bersama Teressa. Gadis jahat itu bahkan menghiraukan kabar adiknya yang tengah berbaring dengan perban-perban yang melekat di tubuhnya.

"Aku tidak akan melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib, aku tidak akan memberitahukan mereka tentang dirimu, aku akan membayar seseorang untuk mengubah semua informasi tentang kejadian itu yang kemungkinan akan tersebar besok,..." Dini menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, "Dengan sebuah syarat."

Red To RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang