"Emang kalo main siang kenapa?"

"Ehmm..." Hira terdiam beberapa saat, bingung apa yang harus dia katakan, "Hira kan pulangnya sore Bu,"

"Oh, makanya Kakak kalo main malem-malem ya," simpul Ibunya santai.

"I-iya Bu hehe..." Hira tetap was-was.

Setelah itu diam beberapa lama. Hira masih memasang wajah bersalah, sedangkan Ibunya tetap dengan ketenangan luar biasa.

"Ibu nggak keberatan kok Kak, kalo Kakak mau main malem," kata Ibunya kemudian, membuat Hira memasang wajah heran. Ibu macam apa dia yang ngebiarin anak gadisnya keluar malem? "Kakak kan udah besar, pasti bisalah nentuin mana yang baik dan yang buruk buat Kakak, apalagi Ibu perhatiin temen-temen yang pernah Kakak bawa ke rumah itu anaknya baik-baik," jelas Ibunya.

"Ee Bu, Ibu nggak—"

"Sebentar, Ibu belum selesai ngomong," potong Ibunya, "Paling nggak Kakak kabari Ibu lah kalo mau pulang malem, kan Ibu bisa jadi khawatir,"

Hira menundukkan kepalanya mendengar perkataan Ibunya, "Maaf Bu,"

"Iya, nggak apa-apa kok. Lagian kan Kakak sebentar lagi mau ujian, Kakak pasti tau kan apa yang harus Kakak lakuin?"

"Iya Bu,"

"Yaudah si, Ibu Cuma mau bicara itu aja. Kakak kalo mau istirahat, istirahat aja, nanti ini biar Ibu yang beresin," kata Ibunya kemudian bangkit dan memberesi meja makan.

"Eh, Bu," panggil Hira pelan, mengikuti Ibunya.

"Iya?"

"Ibu... beneran nggak marah kalo Hira pulang malem?" tanyanya was-was.

Ibunya tersenyum lembut dan mengusap rambut putrinya sayang, "Ibu percaya kok sama Kakak. Sekarang Kakak ganti baju sama cuci muka, habis itu istirahat. Kakak pasti capek kan?"

Hira mengangguk pelan. Kemudian seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, ia menjalankan perintah Ibunya walau dengan tidak enak hati.

Di dalam kamar, setelah menaruh tasnya di sembarang tempat, tiba-tiba tangis Hira pecah. Ia terus memikirkan perlakuan dan perkataan Ibunya yang tidak ia sangka-sangka itu. Ia merasa bersalah. Ia pulang ke rumah saat hari sudah sangat gelap, saat jalanan sudah sepi, saat orang-orang sudah mulai hendak istirahat. Ia yakin Ibunya pasti kecewa dengan apa yang ia lakukan, walaupun kekecewaan itu tidak pernah Ibunya perlihatkan di depannya. Apakah Ibunya sedang menangis saat ini memikirkan apa yang sudah diperbuat putri sulungnya? Ah, hal itu membuat Hira makin merasa bersalah.

Hira kemudian memutuskan untuk bangkit dan berganti baju dan istirahat, seperti yang Ibunya katakan.

Selesai ganti baju, Hira memeriksa ponselnya dan mendapati ada pesan masuk dari Ilham.

Ra? Gue uda sampe rumah ini

Lo gimana? Dimarain nggak sama bokap?

Hira membalas,

It's okay kok Ham, nggak perlu dipikirin. Thanks ya uda nganter sampe rumah.

Hira kemudian mematikan ponselnya dan bergegas menaiki ranjang. Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh dan ia baru teringat kalau besok Ilham akan menjemputnya jam setengah tujuh.

000000

"Kakak nggak berangkat sendiri hari ini?" komentar Ibunya yang berdiri bersandar daun pintu saat Hira tengah memoles wajahnya dengan bedak bayi.

FancleWhere stories live. Discover now