Part 11

7K 545 4
                                    

Adrian terlihat masuk ke kamar Claudia. Aku hanya bisa diam melihat tubuhnya hilang di balik pintu yang kembali tertutup.

Mereka sahabatku, tapi ... tak bisa ikut campur dengan urusan pribadi mereka. Walaupun pernah di posisi pihak yang dicurangi, tetap tak bisa berbuat apapun, mereka sudah dewasa, tahu mana yang baik untuk mereka.

Aku mengurungkan niat menemui Claudia, lalu kembali masuk ke kamar. Merebahkan diri di samping Lala yang terdengar suara napas halusnya.

Kotak hitam itu masih berada di meja kamar. Aku mengambilnya, lalu duduk kembali di kasur. Membukanya. Ada ponsel dengan warna silver di dalam. Membolak balikkan benda pipih itu.

Terasa aneh, karena penasaran, aku mencoba menyalakannya. Tak menunggu lama, di layar tertera sebuah provider ternama muncul. Lalu ada sebuah pesan masuk.

[Sorry, Sin. Terima hadiah ini dari gue. Soalnya kalo ngga begini, lu pasti ngga mau terima. Anggap hadiah ulang tahunmu, walau masih bulan depan. Terima, ya. Love you] Ada stiker kiss di akhir pesan itu. Nama pengirim tertulis Claudia Cantik.

Sahabatku satu ini, memang tahu betul, kalau aku tak gampang menerima sebuah hadiah.

Teringat kembali kejadian tadi. "Ah, semoga keluarga Claudia baik-baik saja setelah hari ini." Doaku lirih.

***

Pagi ini, aku dan Lala sudah rapi, cek out hotel jam dua belas. Kemarin, Claudia berencana akan jalan-jalan dulu di daerah puncak, hingga sore, lalu pulang.

Ada rasa ragu untuk menemuinya di kamar, sedangkan ponsel Claudia tak aktif dari semalam. Kemungkinan dia dan Andrian belum bangun, buru-buru aku menepis pikiran yang tidak-tidak tentang mereka.

Aku dan Lala keluar dari kamar, melewati kamar Claudia yang masih tertutup. Teman-teman yang semalam nginap di hotel ini sudah bersiap pulang. Mereka berkumpul di lobi.

"Sin, nomor lu masukin ke grup WA, dong," pinta Arya. Dia tampak sendiri, sepertinya tak membawa keluarga. Aku cuma tersenyum dan menunjukkan jempol ke atas.

"Nah gitu, dong. Biar rame," sahutnya. Lala terlihat berpamitan juga dengan teman-teman yang dikenalnya di sini, mereka saling melambaikan tangan. Setelah berbasa basi dan pamit dengan teman-teman lainnya, aku dan Lala kembali ke kamar.

"Dek, tunggu di kamar sebentar, ya. Ibu mau bangunin Tante Claudia dulu," pintaku. Sengaja Lala kusuruh masuk ke kamar. Takutnya Adrian masih di kamar Claudia dan Lala melihatnya.

Dengan berat hati akhirnya aku mengetuk pintu yang bertuliskan angka 45.

"Claudia ...!" teriakku sambil mengetuk pintu. Tak ada sahutan dari dalam.

"Claudia ... bangun!" teriakku lagi. Tanganku hendak mengetuk, tapi tiba-tiba pintu sudah terbuka.

"Adrian!" Aku terkejut dengan sosok yang berada di balik pintu. "Kok? Claudia mana?" tanyaku, sambil mencoba melihat ke dalam kamar.

"Dia lagi tidur," jawabnya.

"Bangunin. Bentar lagi mesti cek out," kataku.

"Lala mana?" tanyanya, sambil menengok ke luar pintu.

"Ada di kamar. Tolong bangunin Claudia dulu," pintaku sambil mencoba menengok ke dalam kamar, tapi badan Adrian menghalangi.

Bukannya mengindahkan permintaanku, Adrian malah menutup dan mengunci pintu kamarnya kemudian menuju kamarku, membuka pintu yang memang tak terkunci.

"Om ...!" teriak Lala dari dalam kamar. Terlihat dia yang sedang duduk di kasur, turun dan buru-buru menghampiri Adrian.

"Lala pulang bareng Om, ya," ajak Adrian. Lala melihatku.

Istri Mantan SuamikuWhere stories live. Discover now