Aku seperti itu? Aku... apa itu benar-benar diriku?

“ayah.. kapan ayah meninggal?”

really, Raine? Kau benar-benar lupa hal itu?” Hugo berdecih. “23 agustus, 2 tahun yang lalu. Kecelakaan, jika kau bertanya-tanya tentang hal itu juga.”

            Really? Apakah itu benar-benar diriku? Spoiled selfish bitch? Aku telah kehilangan sosok yang sangat mempengaruhi hidupku, and yet, aku merusak ruang tamu Hugo hanya karena aku tidak mendapatkan warisannya? Sebenarnya apa yang aku pikirkan diumur 25 tahun? Kenapa aku sungguh bodoh? Lalu dimana mereka memakamkan ayah? Lalu bagaimana ibu? Nenek? Bagaimana keadaan mereka sekarang?

***

            Perjalanan dari kantor Hugo ke flat tidak terlalu jauh. Aku dan Harry juga tidak banyak bicara. Lagi pula memang apa yang harus kami bicarakan? Ia pasti sudah tahu tentang situasiku. Aku sendiri juga sedang tenggelam dalam pikiranku. Jika begini, rasanya aku tidak akan bisa hidup dengan tenang. Karena otakku di penuhi dengan pertanyaan, dan tidak ada seorang pun yang mengerti dengan keadaanku atau perasaanku.

“kau ingin menemui Dr. Kineas sekarang?” tanya Harry. Aku hanya menjawanya dengan menggeleng. Aku tidak tahu ia melihatku menggelengkan kepalaku atau tidak, aku tidak peduli. Kenyataan yang baru saja ku terima sungguh menyakitkan. “you all right?”

do I look all right to you?” sebenarnya Harry menanyaiku dengan baik-baik, tapi aku malah menjawabnya dengan nada tinggi. Ia pun menghembuskan nafas panjang.

“apa yang kau pikirkan hingga kau ingin bertemu dengan Hugo?” sekarang aku menoleh padanya. Is he joking or something?

“Dengan keadaanku yang seperti ini, kau kira aku akan tahu apa yang terjadi antara diriku dan Hugo? Kau kira aku akan tahu bahwa dulunya aku pernah marah-marah padanya sampai merusak ruang tamu rumahnya hanya karena aku tidak dapat uang warisan? Aku ini hilang ingatan!! Aku ini tidak tahu apa-apa!! Padahal sebelumnya aku berharap ia akan memelukku seperti dulu ketika aku menyapanya sepulang sekolah, lalu mengacak-acak rambutku, lalu aku akan menceritakan semuanya dan... ia akan berkata ‘semuanya akan baik-baik saja’ seperti apa yang ia selalu katakan.”,“Aku tidak tahu aku telah kehilangan Hugo. Yang lebih parah, aku tidak tahu aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan ayahku, penyelamatku, untuk selamanya!! Aku ini... aku bisa...” aku tidak bisa melanjutkan kalimatku. Mereka tenggelam dalam tangisanku. Aku frustasi. Sementara Harry masih konsentrasi dengan jalanan, tapi aku bisa merasakan sorot matanya mengkasihani diriku. Dan ternyata benar, ia mengelus rambutku dengan lembut.

Ah, gawat, ini malah membuat tangisku lebih deras.

Angin sepoi-sepoi menemaniku di balkon kamarku –dan Harry-. Hari ini otakku terlalu capai karena menampung begitu banyak pertanyaan. Jadi kali ini aku memutuskan untuk mendinginkan kepalaku, dengan melihat pemandangan kota dari sini. Pemandangan kota pun sungguh berbeda dari yang ku ingat. Tiba-tiba ada seseorang yang memelukku dari belakang. Tentu saja aku kaget, dan dengan refleks aku melihat ke belakang. Ternyata Harry. Jujur, meskipun lelaki ini suamiku, aku tidak merasakan perasaan apapun terhadapnya. Bisa dibilang ia seperti seseorang yang baru ku kenal.

“di luar dingin, apa kau telah sukses mendinginkan kepalamu?”

Aku menghembuskan nafas panjang. Sebenarnya aku ingin melepaskan pelukan lelaki ini, tapi pelukannya terasa hangat. Jadi aku memutuskan untuk membiarkannya saja. “na-uh,” jawabku sambil menggelengkan kepalaku diantara lengannya.

“kau bisa bertanya kepadaku apa saja jika kau membutuhkan jawaban, Raine. Maaf aku sedikit sensitif padamu tadi pagi.” Ia mengeratkan pelukannya, membiarkanku mendapat kehangatan yang lebih.

Transferred (Pending)Where stories live. Discover now