Chapter 4

250 24 1
                                    

Saat akan membuka pintu, lagi-lagi aku dibingungkan dengan bagaimana cara membukanya. Memang ada knob pintu disitu. Tapi knob itu terlihat aneh, karena dibawahnya ada lampu merah kecil. Dan dibawahnya lagi seperti ada kaca.

“eh? Bagaimana membuka benda ini? Aku bisa gila karena lupa ingatan. Atau entah apa yang terjadi dengan diriku. Ini menyusahkan,” geramku pada diri sendiri. Aku pun mencoba mencari tombol yang mungkin bisa dipencet untuk membuka pintu berteknologi ini. Tanpa sengaja, aku mengerucutkan bibirku, “ugh, masa depan dan teknologi bodohnya!” Dan akhirnya, aku bisa membuka pintu ini. Ternyata aku hanya perlu meletakkan ibu jariku di kaca kecil yang ada di dekat knob pintu. “membuka pintu dengan sidik jari, eh?” Well, aku cukup kagum.

            Aku tidak tahu harus bagaimana memanggil taksi. Karena aku tidak bisa membedakan mana taksi dan mana kendaraan pribadi dari bentuk dan modelnya. Rasanya memang ingin bertanya kepada seseorang. Tapi mereka pasti akan berpikir aku ini aneh, dan “memangnya kau lahir di tahun berapa”.”jeez, ini sangat merepotkan. Kenapa aku harus hidup di era yang seperti ini?”

            Tak sekali kepalaku menoleh ke kanan dan ke kiri. Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus memanggil taksi seperti biasanya? Tapi apa iya mereka akan muncul? Well, untuk membuktikan teori itu pun aku benar-benar memanggil taksi.

“Taksi!!” teriakku spontan. Orang yang baru saja lewat bahkan menoleh kepadaku dengan mengangkat kedua alisnya. “jeez, apa aku melakukan sesuatu yang salah?” ucapku dalam hati.

“nona, apa kotak pemanggil taksinya rusak?” tanyanya. Tentu saja aku bingung dengan pertanyaan. Memangnya ada kotak yang seperti itu? Lelaki itu pun mendekat ke arahku, tapi menuju ke sebuah kotak yang tertanam di pinggir trotoar. “kotak ini berfungsi dengan baik, nona. Kau bisa menggunakannya.” Lelaki itu berucap. “aku telah memanggilnya satu untukmu, taksi itu tidak akan lama. Ah, aku harus permisi, karena ada sesuatu yang harus ku lakukan. Permisi. Have a nice day!”

“oh, ya, dan terima kasih banyak!”

            Ternyata benar apa katanya. Hanya memakan waktu 10 menit, taksi itu telah sampai. Aku bisa mengetahui itu taksi karena supirnya menanyaiku. Sungguh, benar-benar proses yang cukup membingungkan hanya untuk memanggil sebuah taksi.

“kau ingin kemana, nona?”

“uh.. ke kantor On.Inc.”

“oh, yang ada di Kean St?” sebenarnya aku tidak tahu kantor On. Inc dimana, jadi aku hanya mengiyakan saja. Karena yang kutahu mereka mempunyai kantor cabang di London kota. Jadi pasti tidak jauh dari tempat dimana aku dan Harry tinggal.

            Rasanya aneh sekali melihat suasana kota yang berbeda. Well, bagaimana pun aku masih gelisah dan tak tenang memikirkan semua perubahan yang tiba-tiba ini. Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan untukku? Memikirkan itu, aku mengerucutkan bibirku. Lepas dari pemikiran itu, aku juga penasaran bagaimana penampilan Hugo sekarang. Ku dengar, On. Inc adalah perusahaan teknologi yang besar. Jadi dia pasti kaya, eh? Membayangkan Hugo dengan setelan jas aku jadi tak bisa menahan ketawaku. Karena aku teringat kejadian saat ia merobekkan celana panjangnya tepat di daerah pantatnya di pernikahan bibi Lucy beberapa bulan yang lalu. Beberapa bulan yang lalu? Kurasa itu pasti sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. ARGH! Aku benar-benar ingin mengeluarkan otakku dan mencabik-cabiknya saat ini.

“nona, kita sudah sampai,” ucap supir taksi tiba-tiba yang membuatku kembali ke kenyataan.

“oh, ya. Berapa?” saat aku bertanya seperti itu, supir taksi itu langsung memutar tubuhnya ke arahku yang ada di tempat duduk penumpang.

“apa Cost machine nya rusak, nona?” tanyanya. C... cost machine?

Karena aku tidak tahu apa itu, tidak tahu bagaimana cara menggunakannya, jadi aku simply berbohong padanya, “uh... kurasa begitu.”

“ugh, benar-benar masalah,” ucapnya mengeluh. Lalu ia mengeluarkan suatu alat, yang entah aku tidak tahu apa itu. “5 pounds.” Aku pun membuka tasku, mencari sebuah benda yang berbentuk seperti dompet bagiku. Saat aku membuka dompet yang berwarna putih itu aku sedikit kaget. Pew! Isinya cukup banyak. Untung mereka tidak merubah uang-uang kertas ini menjadi sesuatu seperti hologram atau semacamnya. Aku bisa cukup bermasalah jika begitu.

            Akhirnya, setelah membayar taksi yang bentuknya cukup lucu itu, aku langsung masuk menuju gedung yang di dominasi kaca dengan bentuk yang... Well, cukup abstrak jika ku nilai. Karena gedung itu berbentuk seperti batu koral. Saat aku masuk, seorang satpam mencegahku.

“apa urusan yang kau punya disini, nona?”

“uh... apakah aku bisa menemui Mr. Blossom?”

“Mr. Hugo Blossom?” tanyanya sedikit kaget. Entah apa yang ia kagetkan, tapi aku bisa merasakannya dari suaranya. Lalu ia sedikit mengalihkan badannya, dan berbicara pada seseorang dengan alat yang ada di telinganya. “apa kau memiliki janji, nona?”

“uh... tidak, aku hanya mampir ke kantornya dan ingin melihatnya. Aku Raine, Raine Blossom, adiknya.” Mendengar itu, lelaki itu seperti mengerti lalu mengantarkanku ke seorang wanita yang ku rasa itu sekretaris Hugo.

“nona, Blossom? Mari ikut saya ke kantor Mr. Blossom,” ucapnya ramah yang diiringi dengan senyuman hangat. Dalam hati aku mengatakan, “tidak salah jika Hugo memilih gadis ini menjadi sekretarisnya.” Fisiknya juga tidak bisa dibilang jelek. Ia memiliki tubuh yang ramping, rambut brunette lurus pendek seleher, meskipun ia tidak terlalu tinggi –karena aku merasa aku lebih tinggi darinya-, tapi dia adalah wanita yang manis.

            Kami pun sampai di sebuah ruangan yang cukup rapi, dengan wallpaper berwarna krem bermotif daun. Tipikal Hugo. Dia menyukai sesuatu yang menenangkan. Dan ini memang menenangkan.

“Mr. Blossom akan sampai disini dalam 20 menit. Kau ingin minum apa, nona? Crystal water, mineral water, teh, atau kopi?” Crystal water, eh?”

Crystal water, please.”

“baiklah, tunggu sebentar ya, nona.” Saat aku hendak berdiri untuk mengeksplor isi ruangan ini, tiba-tiba aku mendengar suara lagu yang berasal dari dalam tasku. Ternyata itu ponselku, dan di layarnya tertulis “Harry: Vophone” Vophone?! Apa lagi ini?

“mengangkat?” saat aku menunggu keluarnya hologram dari ponselku, ia malah tidak mengeluarkan apa-apa kali ini. Tapi aku mendengar suara dari situ, jadi aku memutuskan untuk menempelkannya di telinga.

“ha... halo?”

“Raine! Kau dimana?” ia cukup berteriak menanyakan pertanyaan itu padaku. Apa ia khawatir?

“aku... aku di kantor Hugo. Ada apa?”

“aku mencarimu kemana-mana! Aku bahkan mencarimu ke Marie Hospital, karena ku kira kau sedang bersama Dr. Kineas! Tunggu sebentar.... kantor Hugo? Hugo kakak laki-laki mu itu?” saat aku sedang berbincang dengan Harry di telepon, sekretaris Hugo muncul membawakanku segelas air putih? Aku cukup kecewa, ku kira Crystal Water itu sesuatu yang istimewa. Ternyata hanya air putih.

“iya, ku rasa aku penasaran bagaimana dia sekarang. Kau dimana sekarang?”

“aku... aku di flat. Kau tidak salah mendatanginya?”

“tidak, tidak. Aku yakin aku ingin menemuinya. Bagaimana pun, dia saudara kandungku,” ucapku semangat.

“um... oke, setelah kau menyelesaikan urusanmu, kau mau ku jemput?”

“eh... uh... apa itu tidak merepotkanmu?”

“tentu saja tidak! Bagaimana pun, kau itu istriku. Vophone aku jika kau telah selesai, oke?”

“eh... uh... tapi... Harry, aku tidak bisa menggunakan ponsel ini. Membuka kuncinya saja aku tidak tahu,” ucapku jujur. Sebenarnya aku cukup malu, tapi Harry adalah orang pertama yang tahu bagaimana keadaanku sekarang ini. Jadi ku rasa ia akan mengerti.

“jeez, kunci ponselmu adalah happiness. Jadi setiap kau ingin membuka ponselmu, cukup katakan happiness. Setelah itu sentuh gambar buku, lalu cari namaku disitu, dan klik huruf V.”

“um.. ku rasa aku mengerti. Jadi aku akan menelponmu nanti.”

“hm.. yeah. Oke, bye.”

“bye,” jawabku. Entah perasaan apa yang menyelip di dadaku saat aku menutup teleponnya. Yang pasti, aku merasakan sesuatu. Tapi aku tidak bisa mengatakan apa itu.

Transferred (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang