Indonesia-The Lost Empire - @Pandu_an

66 12 0
                                    

Kakek terus mendongeng perihal Indonesia dan atribut-atributnya sampai kehabisan napas. Lantas kami mengubur mayatnya di reruntuhan dekat tembok penompang kubah New Batavia. Tidak ada yang datang ke pemakaman selain kami--cucu-cucunya--dan seorang laki-laki kumal berbusana serba hitam serta ber-blangkon khas orang Javanica. Namanya Awang, ia mengaku pernah tinggal di dalam kubah bersama kakek sebelum ditendang ke luar dan menetap sebagai seorang Javanica. Aku sempat mentertawai pengakuannya sebelum kuajak ia ke gubuk Kakek untuk membantu membereskan barang peninggalan Kakek.

Beberapa Javanica berdiri di depan reruntuhan bengkel yang digunakan Kakek sebagai tempat tinggal. Mereka menatap Awang nyalang, seperti ia telah melanggar tabu atau melakukan kejahatan besar. Aku bertanya kepada Awang apa ia punya masalah dengan orang-orang Javanica, tapi ia menggeleng. Lalu kami saling diam sambil membereskan buku-buku dan pakaian Kakek yang berserakan dalam reruntuhan.

Aku hendak mengajak Awang memindahkan barang-barang Kakek yang telah rapih ke reruntuhanku, tapi ia memaksa ingin menyimpan beberapa jurnal di reruntuhannya. "Untuk penelitian," ia beralasan.

"Tentang Indonesia?" tanyaku.

"Ya." Jawabnya dengan mata berbinar-binar, seperti anak-anak muda Javanica yang termakan dongengan Kakek mengenai negeri damai bernama Indonesia.

"Tempat itu sekedar dongeng yang Kakek buat."

"Tidak! Tempat itu benar-benar ada, di sini!" Awang membentak. Aku tertawa lalu menanyakan di mana. "Di sini, reruntuhan yang kita tinggali dan peradaban maju milik New Batavia adalah tempat berdirinya Indonesia." Awang menjeda. "Kita dan orang-orang New Batavia adalah satu di masa lalu."

Aku tersenyum miris melihat tingkah Awang yang kekanakan, persis seperti Kakek dan dongeng-dongengnya. "Lalu?" tanyaku.

Awang mendekat bersama kerutan di dahinya. "Ya kalau begitu, bukan tidak mungkin kita dan orang-orang New Batavia menjadi satu lagi." Sekarang Awang terdengar menjengkelkan, sebab ia dan Kakek berbagi mimpi yang sama. Kesal kutantang ia untuk menyatukan kembali orang-orang yang menjadi bagian dari Indonesia. "Tentu, aku datang ke mari untuk mendapatkan jurnal Kakek, dengan ini aku punya cukup informasi, mula-mula aku akan menyatukan kelompok di luar kubah, orang-orang Javanica, Sundanese, Serawai, Malay dan lain-lainnya."

"Bagaimana dengan yang di dalam, orang-orang New Batavia yang menikmati seluruh kemewahan, membangun tembok serta kubah, lalu menendang kita ke luar?"

"Secara teori mereka lebih mudah diurus." Aku menggeleng mendengar jawabannya yang melantur.

"Tapi aku tidak ingin memberikan jurnal ini, kamu bisa saja menjualnya atau mempergunakannya untuk hal-hal lain."

"Kamu bisa ikut denganku! Ke Perkumpulan Pemuda."

"Wow tunggu, tidak, terimakasih," tolakku. Namun Awang tidak mendengarkan, ia sekonyong-konyong menyeretku ke luar bengkel bersama jurnal-jurnal yang ia inginkan.

Seonggok mobil bak reot berisi seorang sopir dan tiga manusia di bak belakang mengklakson saat Awang muncul dari pintu bengkel. Si sopir yang gempal melambai ke arah Awang lalu mendapat balasan. "Aku belum tahu namamu, aku Awang pemimpin Perkumpulan Pemuda, kamu?"

"Jani."

__________

Sebuah markas bawah tanah dengan jalur tikus menuju New Batavia, berisikan teknologi terkini yang tidak mungkin ditemukan di peradaban kumuh milik orang-orang Javanica, terhampar di depan mataku. Sinting! Bagaimana orang-orang yang mengaku sebagai Perkumpulan Pemuda membuat semua ini, maksudku Javanica dan kelompok lain di atas sana saja sulit mendapat makanan, tapi mereka memiliki segala kemewahan ini di bawah tanah.

MerahOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz