3. Jeno x Jeha

Mulai dari awal
                                    

Jeno yang melihatnya, hanya tersenyum tipis.

"Iya deh serah mama aja, aku mau berangkat dulu," gadis itu sebenarnya ingin membantah lagi, tapi ayahnya baru saja menggelengkan kepala diam-diam padanya, menyuruhnya untuk mengalah saja.

Hei ingat, yang namanya ibu itu selalu benar.

Jika Lee Jeha memecahkan gelas, Jung Jeha akan marah 7 hari 7 malam. Sedangkan jika Jung Jeha yang memecahkan gelas, dia akan mengomel dan menyalahkan orang satu rumah karena menaruh gelas sembarangan.

Ah, tapi bagaimana pun keluarga itu adalah keluarga yang hangat dan harmonis. Lee Jeha sedekat itu dengan orang tuanya hingga hubungan mereka seperti teman atau sahabat yang sangat akrab.

"Nggak mau sarapan dulu?" Tanya Jeno ketika anak gadisnya itu memakai sepatu di lantai bawah.

"Enggak, udah mepet, nanti makan di kantin aja deh pa," jawabnya tanpa menoleh.

Jeno hanya mengangguk, mengiyakan. Hingga tak selang berapa lama, sosok istrinya muncul sembari membawa tas kecil yang sepertinya berisi bekal makanan.

"Jangan jajan aneh-aneh, kamu baru sembuh dua hari lalu gara-gara minum es! Inget!"

Lee Jeha merotasikan bola matanya, menerima tas kecil berwarna pink tersebut dengan setengah hati. "Iyaa iyaa."

Memilih untuk tak berlama-lama karena Yangyang sudah menunggu cukup lama, gadis itu mencium pipi kedua orang tuanya dengan cepat, namun saat terakhir mencium Sang ibu, wanita itu segera menarik tubuhnya dan memeluknya kecil, kemudian berkata.

"Mama nggak mau liat kamu sakit lagi."


***


"Selamat pagi Manager Lee."

"Pagi Nona Kim," Jeno tersenyum manis hingga kedua matanya nyaris menghilang saat seorang wanita yang menjaga lobi di gedung itu menyapanya saat ia baru saja masuk melalui dua pintu kaca yang terbuka otomatis.

Masih ingat tidak? Perusahaan robot terbesar di dunia, di tahun 2050-an saat itu?

Iya, Phsynch.

Masih ingat siapa pemiliknya?

Sembari menunggu pintu lift terbuka, Jeno tersenyum-senyum sendirian sembari memandangi layar ponselnya. Lebih tepatnya memandang isi roomchat dengan Sang putri. Anak perempuannya itu baru saja mengirimkan satu foto selfie dengan wajah cemberutnya. Dia bilang kelasnya membosankan dan gadis itu mengantuk.

Jeno segera mengetikkan balasan pesan, menyuruh anak gadisnya untuk mencuci muka atau meminum air lemon yang dibawakan oleh Sang ibu. Hingga saat bunyi pintu lift terbuka menyadarkannya, pria itu mengantongi ponselnya dan segera berjalan keluar menuju ruang rapat.

Ada rapat penting 5 menit lagi, beruntung dia sampai tepat waktu. Entah, namun sepertinya rapat dadakan itu benar-benar sangat penting karena seharusnya hari ini dia libur.

"Jen! Ayo buruan!"

Pria bersetelan rapi itu tersentak ketika ada seseorang yang menepuk bahunya lumayan keras dari belakang. Salah satu rekannya, terlihat tergesa-gesa sembari berlari kecil, melihat itu, Jeno bergegas menyusulnya.

"Kenapa? Rapatnya masih 5 menit lagi," dia mau tak mau ikut berlari kecil.

"Presdir udah di ruangan! Nggak tau anjir ngapain dia dateng!"

"A-apa? Presdir?! K-kok ada Presdir?!"

"Mungkin rapatnya sepenting itu karena emang Presdir dateng! Nggak tau tapi yang lain bilang di grup kalo ada Presdir di ruang rapat! Gila! Moga aja gue gak dipecat! Ayo buruan!"

What If [Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang