(38)

852 157 52
                                    

"A-a..pa?"

Ia terkejut bukan main mendengar pernyataan Hansol yang sangat mengejutkan. Semoga yang ia dengar bukan kata yang sesungguhnya diucapkan oleh Hansol.

"Kita keluar dari sini dulu", ajak Hansol dan langsung beranjak dari tempatnya.

Pria bermarga Chwe itu menggenggam erat tangan kekasihnya yang memucat itu. Ia tahu dengan jelas bahwa Yuna terkejut dan tidak tahu harus bagaimana. Namun, yang terpenting saat ini adalah pengakuan dari kekasihnya itu.

Mereka berdua pun mencari tempat yang sedikit sepi di dekat taman. Ia pun berhenti di salah satu bangku kosong yang berada di bawah pohon, "Kita duduk di sini"

Yuna hanya terdiam mengikuti instruksi dari Hansol. Sedikit saja salah kata, dapat merubah seluruhnya. Ia tidak ingin terjadi suatu masalah besar karena mulutnya ini.

"Yuna", panggilnya serius dan itu membuat sang pemilik nama seketika menoleh.

"Aku tidak akan bertanya sebelum kau menjelaskan semuanya. Aku akan jauh lebih percaya mendengar ucapan langsung"

Hansol mengucapkan permintaan itu tanpa menatap ke arah Yuna. Ia hanya menghadap lurus ke depan menatap pepohonan dan jalanan. Yuna sangat mengerti tatapan itu. Hansol memang bukan tipe orang yang akan meledak jika ia kecewa. Meskipun ia telah mengetahui sesuatu, ia masih tetap ingin mendengar dari orangnya langsung. Dan tatapannya yang tidak menatap Yuna itu memang berarti... ia sudah sangat kecewa hingga tak kuasa menatap dirinya.

Melihat tatapannya itu membuat tangisan Yuna mulai meluncur, "Hansol...", ia menunduk dan menangis, "..M-maafkan a-a..ku..."

"Kumohon, jujurlah, Yuna. Kalau kau takut aku akan mendatangi pria itu jika kau jujur, aku tidak akan pernah melakukannya. Karena aku tahu...", ia menoleh ke arah Yuna, "Hal ini terjadi bukan darinya, tapi darimu"

Kata-kata yang menusuk, namun benar adanya. Ia tidak melawan Hansol karena itu memang fakta. Wonwoo pun tidak ada kaitannya dengan permasalahannya. Ini semua murni kesalahan dari 1 jiwa, yaitu dirinya. Karena itulah ia tak bias mengeluarkan semua yang ada dipikirannya. Terlalu banyak beban kebohongan yang ia tumpuk.

Cukup lama sudah waktu berjalan, namun suara Yuna tak kunjung terdengar di telinga Hansol, "Bicaralah, Yuna"

Jawaban yang terdengar hanya suara isakan tangis dari gadis berambut panjang itu. Tak kuasa memaksa gadisnya untuk berbicara, akhirnya ia yang berbicara.

"Aku akan memberitahukan apa yang kutahu. Tapi, setelahnya, kau yang harus bicara, ya?", senyum tipis yang tersirat kesedihan itu ia munculkan untuk membuat Yuna tidak terlalu takut. Ia juga menggenggam erat tangan Yuna. Gadis itu pun mengangguk.

"Awalnya... aku percaya kau memang pergi ke Jeju Bersama eommamu. Namun, saat kau berada di Jeju, aku melihat eommamu sedang bepergian diHongdae. Aku takut salah lihat awalnya, tapi aku melihat Seokmin di samping eommamu..."

"..Dan... saat itu juga... aku memiliki kecurigaan", ia menatap Yuna serius tepat di matanya.

Ia pun kembali menolehkan kepalanya ke arah depan, "Besoknya, aku mendatangi Seokmin. Sepertinya kau sudah kerja sama dengan oppamu, ya", ia tertawa kecil mengingat kejadian saat ia menginterogasi Seokmin, "Tapi, akhirnya oppamu menyerah juga dan mengaku"

"Kau tahu sendiri kalau aku susah untuk percaya jika tidak melihat dang mendengar langsung dari orangnya. Apalagi ini menyangkut tentang pacarku. Aku benar-benar berharap yang kudengar itu hanya salah paham. Dan di sinilah aku. Bertemu denganmu, juga pria tadi"

"Tapi yang paling membuatku kecewa, aku mendengar... kebohonganmu"

Senyum kecut yang diberikan Hansol benar-benar menggambarkan betapa kecewanya dirinya. Yuna hanya bias menangis, menyesali dirinya yang berbohong. Jika ada alat pengukur kebohongan, mungkin alat itu sudah tidak bisa mehitung berapa banyak kebohongan yang ia buat. 

Earphones In Your Sunset | Wonwoo✔Where stories live. Discover now