Lembar Kelima: Hadiah Valentine Untuk Ramona

Start from the beginning
                                    

Gue mengernyit saat berusaha mencerna ucapan Grandpa yang terdengar kayak quotes dari tokoh dalam film, alias filosofis banget. Bulu kuduk gue sampai berdiri, sesaat setelah gue pamit dan keluar dari ruang ketua yayasan.

Memang, Grandpa sering banget berpesan supaya gue berhati-hati memilih teman. Tapi kali ini, nasehatnya punya maksud yang berbeda. Seolah, ada kaitannya dengan kasus Sheren atau mungkin ....Ramona?

Aduh, kenapa perasaan gue jadi kacau begini sih? Kayak, jadi ragu buat mempercayai Ramona yang membela Sheren habis-habisan sampai memohon sama Bu Jesslyn. Kalau kecurigaan Samuel dan Kevin benar, berarti Sheren memang dijebak.

Enggak tahu lah, gue bukan detektif Conan yang pinter menganalisa alibi tersangka. Kepala gue bisa pecah, kalau mikirin hal serumit ini. Mending, gue makan siang bareng Ramona di kantin. Dia pasti udah nunggu pangerannya datang.

Namun, gue enggak melihat Ramona di sudut kantin. Gue coba cari di kelas 11 MIA 1 dan di lapangan serbaguna, juga enggak ada. Kemana dia?

Langkah kaki gue terhenti ketika mendengar suara bentakan dari arah ruang detensi. Gue lantas berbelok, melihat Mbak Anita tengah memarahi lima orang anggota Pink Girls. Sayangnya, jendela ruangan itu gelap dan gue enggak bisa lihat wajah mereka dengan jelas.

"Karena ulah kalian, Pink Girls jadi gagal meraih juara. Buat apa kalian merusak sound system? Kalian mau melukai teman-teman dengan menyabotase kompetisi? Dan juga, siapa yang menyuruh Sheren berdandan aneh seperti kemarin? Asal kalian tahu, kejadian itu selain merusak penampilan juga mempermalukan Pink Girls, terlebih lagi SMA Purnama!"

Gue lalu bersembunyi di gudang alat olahraga, ketika Mbak Anita membuka pintu dan lima orang anggota Pink Girls tadi keluar dengan wajah yang tertunduk. Gue menyembulkan kepala di balik pintu, dan melihat seorang cewek dengan sepatu vans Hello Kitty yang kelihatannya enggak asing.

Belum sempat gue memastikannya, mereka semua udah keburu pergi. Alhasil, gue memilih balik ke kantin karena perut udah mulai keroncongan dan gue juga harus minum obat asma tepat waktu.

"Jason!" suara lembut Ramona yang memanggil gue seraya duduk di kursi kantin, membuat rasa lelah gue seakan lenyap. Terlihat, dua piring nasi goreng dan dua gelas jus jeruk tersedia di meja. Ramona memang perhatian banget, tahu aja kesukaan gue.

Dan tanpa dikomando, cewek berambut panjang dengan mata sipitnya yang cantik itu langsung berujar.

"Gue tadi lagi beliin McD buat Sheren, dia enggak mau makan di kantin jadi gue minta Katrin sama Bella buat nemenin dia makan di kelasnya. Maaf ya Jas, lo pasti nungguin gue."

"Lo memang teman yang baik Mon, gue enggak sangka lo sangat peduli sama Sheren di saat dia lagi dalam keadaan terpuruk. Tapi gue punya kabar baik, Grandpa Kent udah setuju buat mempertimbangkan keputusan soal Sheren yang akan di drop out dan semoga aja, kita bisa bantu Sheren menyelesaikan masalah ini."

Gue merespons Ramona seraya menyesap jus jeruk, menatap raut wajah cewek yang gue sukai itu terlihat pucat kayak habis dikejar hantu. Juga, dia selalu menoleh ke kanan dan kiri seakan lagi waspada sama seseorang atau sesuatu.

Tetapi dalam sepersekian detik, Ramona kembali menatap lurus sembari menyuap nasi gorengnya. Dia mengembuskan napas kasar, suaranya terdengar lirih bersamaan dengan bola mata indahnya yang memerah.

"Gue hanya enggak mau Pink Girls jadi terpecah belah dan bubar, karena Sheren dipojokkan kayak sekarang. Gue akan berusaha mengembalikan impian Sheren juga masa depannya yang hampir sirna, karena dia mengingatkan gue saat pertama kali gabung di Pink Girls. Perjuangan untuk bisa diterima sebagai seorang cheerleader itu enggak gampang, terutama kalau udah menyangkut soal cedera."

JASON'S LOVE LETTER: TROUBLE COUPLE SERIES  0.2 Where stories live. Discover now