"Aku bangun kok," ia membuka matanya dan langsung membuka pintu mobil.

"Au-" tepat di depan pintu mobil ia hampir terjatuh jika saja aku tidak menangkap tubuhnya.

"Aku bisa berjalan sendiri." Dengan kesal ia menahan tanganku yang akan menggendongnya dan akupun melepaskannya.

Ia mulai melangkahkan kakinya dan aku mengikutinya dari belakang. Belum ada tiga langkah ia kembali jatuh dan lagi-lagi aku menangkapnya.

"Masih berjalan Luna?" tanyaku menantang.

Karena ia tidak bisa menjawab aku langsung menggendongnya. Ia mengalungkan kedua tangannya di leherku. Aku menatapnya dan memberi senyuman tipis.

Tanpa menunggu lama, aku langsung masuk ke pack house. Membawa mateku menuju kamar kami. Yha mulai sekarang itu bukan hanya kamarku saja, tapi juga kamar mateku.

Sepanjang perjalanan banyak pasang mata yang menatap kami. Mulai dari para maid dan warrior. Semua tatapan mereka membuat mateku terganggu, ia menyembunyikan wajahnya di dada bidangku.

Aku menggeram pelan dan menatap mereka semua. Memberi kode perintah agar tidak menatap kami yang memebuat mateku ini merasa malu. Namun tetap saja ia masih menyembunyikan wajahnya.

Sesampainya di depan pintu kamar, aku dikejutkan dengan kehadiran seorang dokter wanita yang kemarin memeriksa mateku dan asistennya.

"Maaf Alpha. Saya kemari untuk mengganti perban Luna," ucap dokter itu sopan.

Tanpa menunggu lama aku menendang pintu kamarku hingga terbuka lebardan meletakkan mateku diatas kasur dengan perlahan. Dengan sigap dokter tersebut segera melaksanakan tugasnya. Aku brjalan keluar menuju ruang kerjaku.

"Fano, tolong kau ambilkan koper di bagasi dan sebuah foto yang ada di dasbor mobilku. Minta Maid menghantarkan koper ke kamarku dan kamu bawa foto itu ke ruanganku sekarang. Aku tunggu," mindlinkku kepada Betaku.

"Baik Alpha," jawabnya singkat.


Aurora POV

Dia meletakkanku dia atas kasur dan pergi begitu saja. Apakah dia marah kepadaku karena tadi? Mungkin. Bukannya seharusnya aku yang marah. Dia menciumku tanpa izin terlebih dahulu.

Selepas dia pergi ada perempuan yang memasuki kamar. Ia terlihat seperti dokter. Bukan, dia memeng dokter.

"Permisi Luna, saya kemari untuk menggantikan perban Luna," ucap dokter itu sopan.

Aku segera menggulung celanaku ke atas, menunjukkan lututku yang terperban. Dengan telaten dokter itu membersihkan dan memberi obat merah serta memperbannya kembali.

"Sudah selesai Luna, saya permisi." Selesai memasukkan alat-alatnya dokter itupun keluar dari kamar.

Tok tok tok...

Terdengar seseorang yang mengetuk pintu. Aku melihat ke arahnya dan kudapati seorang pria yang berbicara dengan Devan sebelum kita pergi.

"Maaf Luna, ini koper Anda," mendengar itu langsung saja aku beranjak dari kasur untuk mengambil koperku tentunya.

"Aaauu-" baru saja aku berdiri, aku sudah terjatuh. Pergelangan kakiku rasanya nyeri, sakit sekali.

"Rora, kau tidak apa?" Pria itu langsung menghampiriku dan membantuku duduk di atas ranjang.

"Aauuu," ia sedikit menekan pergelangan kakiku.

"Kakimu terkilir?" Ia bertanya dengan wajah cemasnya. Aku hanya menganggukkan kelapaku dan menatap kakiku yang sakit.

"Di mana? Di sini?" Ia bertanya bagian yang sakit dengan menatapku. Sekali lagi aku hanya mengangguk memberikan jawaban.

"Aauuu... auu... itu sakit!" tanpa sadar tanganku sudah meremas rambut pria di depanku ini dan berteriak.

"Sudah. Bagaimana rasanya?" Ia kembali menatapku dan bertanya.

"Sudah lebih baik. Terimakasih. Dan maaf soal rambutmu tadi," aku melepas rambut nya dan segera meminta maaf. Saat ini aku sangat malu. Benar-benar malu.

"Tidak apa-apa Luna. Saya yang seharusnya meminta maaf karna telah lancang menyentuh kaki Luna," jawabnya sopan.

"Kau menyembuhkan kaikiku. Apakah itu salah?" Kami tertawa pelan.

"Oh iya. Namaku Aurora. Panggil saja aku Rora!" Aku mengulurkan tanganku sebari berkenalan.

"Baik Luna Rora. Saya Fano, Beta Alpha Devan." Ia menbalas tanganku dan sekarang kami berjabat tangan.

Kami sama sama tersenyum. Entah mengapa ia sangat bahagia saat ini, sampai-sampai senyumannya tidak pudar saat aku melihatnya.

"Luna, saya permisi. Ada yang harus saya kerjakan." Aku hanya mengangguk dan tersenyum kecil kepadanya sebelum ia beranjak keluar.

Mengingat kejadian tadi, aku jadi teringat masa kecilku. Yha masa kecilku bersama keluargaku. Masa-masa yang indah.





____________________________

Maaf udah lama nggak update
Tugas banyak. Biasa anak sekolahan...


Gimana-gimana-gimana?
Gaje yha?😄
Tunguin terus kelanjutannya yha.😁
Jangan lupa Vote dan komennya...
Tekan tanda ⭐🌟⭐
👇

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now