16

3.3K 425 61
                                    

Seulgi balik ke rumah dengan rasa takut dan bimbang. Haruskah ia kasih ini surat ke orangtuanya? Gak usah kali ya, gak penting juga.

Tapi nanti kalau wali kelasnya nanya, dia jawab apa. Seulgi nyelipin surat itu di buku catatan kimianya lalu ia masukin ke tas. Dia besok bohong aja lagi ke wali kelasnya.

Ia kembali ke ranjangnya, ngantuk.

"Kak," Adiknya masuk ke kamar Seulgi, "Pinjem spidol warna dong," Pintanya. Sedangkan Seulgi sudah terpejam dengan wajah yang ditutupi bantal.

"Cari di meja belajar kakak." Ucapnya keras dari bawah bantal. Cari aja sendiri, Seulgi sudah ngantuk berat.

"Gak ada kak," Lapor Eca, "Aku mau kerjain tugas seni budaya aku,"

"Coba kamu cari di tas kakak, udah ah kakak mau tidur." Setelah itu Seulgi benar-benar tidur.

Sedangkan Eca, tangannya grasak-grusuk di dalam tas Seulgi yang besar. "Ish, bantuin napa," Gerutunya. Ia mengeluarkan semua isi di dalam tas kakaknya. Atensinya teralihkan saat sebuah amplop jatuh dari sebuah buku. Ia melihat-lihat, "Siapa tau surat cinta," Pikirnya, seperti yang ia lihat-lihat di televisi Indonesia. Ia mencari lagi spidol warna itu, lalu keluar dengan membawa surat itu juga. Membiarkan tas Seulgi berantakan. Hanya tunggu kakaknya datang menemuinya dengan muka merah padam kesal.

----

Seulgi bangun dari tidurnya, dan mata menuju ke tas nya serta buku-bukunya yang berserakan.

Astaga.

Dengan marah, ia merapikan kembali buku-bukunya. Tungkainya membawanya keluar kamar, menghampiri kamar adiknya. Dan ternyata tidak ada di situ. Ia berjalan ke ruang depan, matanya berapi-api tak sabar untuk memarahi adiknya itu, tidak peduli ada ayah dan bundanya di situ.

"Ca! Kamu kalo berantakin barang kakak, rapiin lagi dong. Jangan seenaknya, sini balikin spidol kakak," Murkanya, wajahnya sudah tak bersahabat.

"Ca, kamu masuk kamar dulu." Seulgi menoleh ke bundanya. Selalu aja belain adiknya.

"Sini spidol kakak." Seulgi merampas spidolnya dari Eca. Si adik langsung merengek.

"Seul, balikin spidolnya," Perintah bunda Seulgi.

"Tapi bun-" Seulgi mengembalikan spidol itu dengan tak etis, melemparnya. Biarkan, ia kesal soalnya.

"Bunda mau ngomong sama kamu." Ucap bundanya dingin. Euh, kenapa lagi nih?

Eca melangkah menuju kamarnya.

Bunda dan ayahnya yang duduk berdampingan di sofa menatap Seulgi yang masih di tempat semula, berdiri. Ia masih bingung, tumben bundanya mau ngomong serius sama dia.

Bundanya mengambil sebuah amplop yang ternyata bundanya sembunyikan. Seulgi membelalakkan matanya.

Surat panggilannya ada di tangan bundanya.

"Bisa jelasin Seul, kamu buat masalah apa?" Seulgi meneguk ludahnya,mau bohong, tapi ia bohong apalagi. Gak ada bisikan. "Seul.." Panggil bundanya lagi.

"Eum... Bun," Seulgi menjilat bibir bawahnya, "Sebenernya a-aku juga gak tau masalahnya apa. T-tapi kalo bunda mau tau mending dateng aja," Kata Seulgi, otak Seulgi buntu, padahal baru bangun tidur. Kayaknya karena kebanyakan dipakai di sekolah tadi. Yaudah, dia jujur aja.

----

Seulgi masuk ke kamarnya. Kesal, takut.
Siapa yang ngelakuin ini sih. Mau nangis aja Seulgi rasanya. Pikirannya terus berkecamuk, bingung siapa pelakunya. Ia terus menduga bahwa itu Irene, tapi tetap saja hatinya bilang itu bukan Irene.

Euphoria✓Where stories live. Discover now