08. You and I

2.6K 273 4
                                    

Sudah seminggu sejak Chaca memutuskan sepihak hubungan-nya dengan Doyandra. Baru kali ini Chaca merasa keputusannya itu sangat tepat. Chaca tidak menyesal akan keputusannya, toh ini semua kemauan-nya. Dan seminggu ini juga Chaca selalu menghindari Doy dengan berbagai alasan.

Pria itu selalu menjemputnya, tetapi alih-alih bersama Doy selalu menerima ucapan "Chaca-nya udah pergi bareng Wira, Doy." Begitupun saat pulang, pria bernama Doyandra itu selalu kecolongan sehingga ia tidak bisa bertemu dengan Chaca.

Karena berhubung ini hari Minggu, Doy harus datang kerumah Chaca. Pasti gadis itu ada di rumah, Doy yakin itu.

Dengan setelan celana Jeans dan baju kaos putih yang dilapisi hoodie hitam tidak lupa ia memakai sepatu sneakers putih yang dibelikan Chaca beberapa bulan lalu.

Hari ini rencananya Doy akan mengajak Chaca pergi ke taman. Entah ada angin dari mana Doy ingin mengajak gadis itu kencan. Mungkin untuk memperbaiki hubungan mereka yang retak. Mungkin?

Anggap lah Doy pura-pura tidak ingat kalau ia sudah diputuskan oleh Chaca.

Doy sudah sampai di depan rumah Chaca. Ia keluar dari mobil dan memperhatikan penampilannya. Sudah dirasanya cukup, ia melangkahkan kaki-nya ke arah rumah yang ber-cat putih krem .

Doy mengetuki pintu tetapi, setelah berulang kali diketuk tidak ada orang yang membuka pintu. Apa gak ada orang di rumah? Tapi pagar gak di gembok ,pikir Doy karena tadi memang dia sendiri yang membuka pagar rumah itu.

Saat Doy berbalik, kebetulan sekali mang Mamat pekerja di rumah Chaca baru menampakkan dirinya.

"Mang Mat, gak ada orang ya di rumah?" tanya Doy kepada pak Mamang yang baru saja meletakkan alat kebunnya di teras rumah.

"Eh nak Doy, Bapak sama Ibuk dan den Jiko memang gak ada di rumah, mereka ke Bandung subuh-subuh tadi. Kata ibuk cuma neng Chaca di rumah, bapak sama ibuk tadi pagi nge sms mamang. Makanya mamang cepet kemarinya," Jelas mang Mamat. "-kalo nak Doy mau masuk, masuk aja. Kayaknya teh si neng Chaca belum bangun." Lanjutnya.

"Boleh mang?"

"Boleh atuh, kan nak Doy pacar nya neng Chaca. Asalkan jangan macem-macem." Ucap Mang Mamat sembari tertawa mengejek.

"Mang mamat bisa aja. Yaudah kalau gitu aku ijin masuk ya mang."

Mang Mamat mengangguk, "Ini kunci cadangannya." menyerahkan kunci kepada Doy.

Jangan heran, mang Mamat ini memang kepercayaan keluarga Chaca. Karena mulai dari Chaca belum lahir, sampai Chaca hampir menginjak umur 20 tahun, ia kerja sebagai penjaga rumah keluarga itu.

Selepas Doy menerima kunci itu, ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah-nya. Tidak lupa ia tutup lagi pintu itu. Pria itu berjalan menuju kamar Chaca yang terletak di lantai dua. Tidak sekali dua kali ia kekamar Chaca, selama sepuluh bulan mereka berpacaran, ini kali kelimanya ia akan menginjakkan kakinya ke kamar gadis itu.

Doy membuka pintu kamar Chaca. Terlihat gadis itu masih bergelut dengan selimutnya sambil memeluk bantal gulingnya. Tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuat senyuman. Ia berjalan mendekati Chaca dan duduk di pinggiran kasur tepat di samping kanan Chaca.

"Cha, bangun. Udah jam 10." Ucap Doy sambil membelai surai hitam Chaca.

Chaca yang merasa terusik akibat sentuhan diatas kepala-nya pun membuka mata perlahan. Chaca berkedip-kedip, masih menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Setelah benar-benar sadar, ia melirik kesampingnya dan melihat Doy yang sedang tersenyum kearahnya. Ingat tersenyum

Chaca sempat terpaku, tetapi setelah itu ia terlonjak kaget karena Doy menyetil dahinya.

"Bangun. Anak gadis bangunnya siang banget." Chaca mengusap dahi bekas sintilan Doy. Ia mendudukkan dirinya, dan menjauhkan dirinya agar tidak terlalu dekat dengan Doy.

"Kak Doy ngapain disini?" ucap Chaca datar. Chaca berusaha membuat ekspresi sedatar-datarnya kepada Doy. Padahal ia sangat rindu dengan pria yang ada di sampingnya itu.

"Emang gak boleh nyamperin pacar sendiri?"

Tumben. Pikir Chaca.

Tapi seketika itu dia teringat, kalau dirinya sudah memutuskan hubungan dengan pria itu.

"Kak Doy. Tolong banget kak. Kita udah gak pacaran." Lirih Chaca.

"Siapa bilang, Cha?" ucap Doy tidak terima, "gue gak ada nge iyain ucapan lo kemaren ."

"Kak, ngapain kita pertahanin ini? Kakak Cuma terpaksa-kan sama Chaca? Kakak Cuma kasihan sama aku karena ngejar-ngajar kakak yang seakan-akan ngemis cinta ke kakak." Chaca menunduk. Sebenarnya ia tidak mau lagi membahas ini.

"Cha," Panggil Doy, "kenapa lo mikir gitu?"

Chaca menggeleng lemah, "Chaca merasa semua itu kak. Kakak yang cuek sama aku, kakak yang selalu jutek sama aku , kakak selalu nuduh aku ini dan itu yang gak pernah aku perbuat dan perlakuan kakak ke aku itu seakan-akan terpaksa. Dan lagi, karena kakak sering bohong sama aku, terutama kalau kakak lagi sama kak-"

Belum sempat Chaca menyelesaikan kata-katanya, Doy sudah menarik tengkuk Chaca dan menempelkan bibirnya keatas bibir Chaca. Gadis itu membelalakkan mata bersamaan dengan airmata yang lepas dari pelupuk mata bulatnya

Doy melepaskan bibirnya dari bibir Chaca. Doy mengangkat dagu Chaca agar ia bisa melihat mata gadis itu.

"Apa lo masih bilang kalau gue terpaksa sama lo? Kalau lo mau tau itu first kiss gue dan gue serahkan ke lo." Chaca terkejut atas penuturan pria itu.

"Kalau gue jutek ke lo, kalau gue cuek sama lo bukan berarti gue terpaksa nerima lo. Gue akui waktu lo nge greet gue pertama kali, gue risih sama lo tapi lama kelamaan gue merasa terbiasa dan merasa nyaman sama lo. Dan waktu lo nembak gue, gue senang walaupun gue terkejut dengan tindakan lo. Gue merasa malu karena lo yang nembak gue luan." Ucap Doy panjang. Rasanya baru kali in seorang Doyandra mau berbicara panjang kali lebar.

"Dan tentang gue sama Selena itu bukan murni gue bohong. Gue akui kalau gue sering keluar sama Selena, gue akui itu. Itu hanya sebatas ngerjai tugas gak lebih. Gue juga ngelihat lo kemarin di parkiran waktu sama Wooseok. Dan perlu lo tau, gue mikirnya itu ada kelas, ternyata hanya sekedar bimbingan dan setelah bimbingan Selena ngajak gue buat ngebantuin ngerevisi skripsinya Cha, gak lebih."

Chaca dapat melihat ketulusan dari mata pria itu. Entah mengapa ia merasa sangat merasa bersalah karena berpikiran negative kepada Doy.

Chaca sepontan memeluk Doy. Chaca terisak membenamkan wajahnya di dada Doyandra. "Maaf kak, Chaca memang kekanakan. Chaca selalu berpikiran negative ke kakak. Maaf kak."

Doy membalas pelukan Chaca, "Makanya jangan negative dulu ke gue."

Chaca mengangguk. Sebenarnya Chaca menunggu kata maaf juga dari mulut Doy karena sering menjutekinya. Tapi yang namanya Doy, mana mau mengucapkan kata maaf.

Chaca melepaskan pelukannya dan menghirup ingusnya dalam-dalam.

"Jorok lo, ih."

Chaca hanya menyengir kuda. Doy membelai rambut Chaca dengan tulus. Dan Chaca bisa merasakan itu.

"Jadi kak Doy, kita masih pacara--an?" tanya Chaca hati-hati.

"Lo mau putus dari gue?" Dengan cepat Chaca menggeleng.

Doy tertawa melihat tingkah Chaca yang terkesan polos. "Lo sih sok-sokan minta putus, lo-nya aja gak bisa jauh dari gue."

Chaca malu setengah mati. Ia menutup mukanya dengan kedua tangannya.

"Cha, mandi gih. Baru gosok gigi. Napas lo bau waktu gue cium." muka Chaca memerah. Ada rasa senang serta malu akibat penuturan Doy.

Chaca berlari ke kamar mandi. Ucapan Doy yang blak-blakan membuatnya malu.

"Kak Doy Jahat banget ih!" teriaknya dari dalam kamar mandi.

Ucapan Chaca membuat gelak tawa Doy semakin menjadi-jadi. Padahal ia tidak merasakan bau sedikit-pun walaupun Chaca baru bangun tidur. Mungkin efek Doy akan menjadi bucin Chaca, mungkin.

To Be Continued...

Road Love [End] √ Re-PublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang