Epilog 1 : Aftermath

Start from the beginning
                                    

"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?" Mark terkekeh pelan. Getaran tubuhnya bisa Renjun rasakan lewat punggungnya. Dalam hati Renjun menuntut bisa-bisanya ia terawa sedangkan Renjun mati-matian melawan kecanggungan dan egonya.

"Well, Jaemin mengatakan sesuatu padaku―" Renjun memekik pelan saat kalimatnya terputus oleh gigi-gigi tajam yang menancap di pundak. "―kau sudah gila!?"

"Kau lebih mempercayai Jaemin?" balas Mark dengan nada menghakimi. Sesuatu yang pahit berputar di dada dan kepalanya setiap mendengar nama Jaemin dari mulut Renjun. Kalau ada hal yang tidak bisa Mark rubah adalah persepsi dan posisi Jaemin sebagai orang terpercaya bagi Renjun.

"Maksudku―yang dikatakan Jaemin tidak sepenuhya salah."

Bagaimana kalau perasaanmu ternyata berubah dan yang kita lakukan selama ini hanya mendorong kita semakin ke ujung tebing? Bagaimana kalau perasaanmu berubah dan hanya aku yang tersakiti pada akhirnya?

"Berhenti berpikir Renjun, aku bisa mendengar isi kepalamu dan itu sangat konyol."

Terkutuklah Mark Lee dan kemampuan membaca pikiran orang lain yang luar biasa tajam. lagipula apa gunanya dia punya sifat kelewat perseptif begitu sih? Untuk membuat orang-orang di sekitarnya menderita?

"Kubilang berhenti memikirkan hal-hal tidak berguna, Ren."

Bahu Renjun bergidik mendengar namanya dibisikan tepat di kulit lehernya. "Oke, oke," ujarnya menyerah, Mark mendengus geli di belakangnya.

"Kau sendiri yang bilang kalau butuh waktu, aku tidak mau menekanmu lebih jauh. Seperti yang kubilang, I'll follow your pace."

Mark memindahkan berat badan Renjun seluruhnya di atas pangkuannya. Salah satu ujung bibirnya terangkat sedikit melihat garis-garis tubuh Renjun yang kaku dan tegang. You are too naive Renjun this is going to be fun.

"Lalu kenapa kau bertingkah seperti ini?"

"Seperti apa?"

"Kau tahulah."

Mark tidak pernah benar-benar melakukan kontak fisik atau berperilaku kelewat 'ramah' kepadanya setelah hari bersejarah itu. Menjelaskan kenapa Renjun mengalami konflik batin dan serangan panik sekarang.

"Tapi bagaimana denganmu?" Mark jelas tdak menjawab pertanyaan Renjun atas perilakunya yang absurd. "Apa yang kau inginkan dariku sekarang?"

Renjun menimang-nimang beberapa jawaban sebelum mengatakan hal bodoh yang mempersulit dirinya sendiri. Ia tergoda untuk berkata pedas 'bisa turunkan aku?' atau 'kau salah makan apa sih hyung?' atau 'entahlah tapi aku tidak keberatan kalau kau mengajakku berkencan sekarang, lagipula itukan tujuan kita masih menjaga kontak selama ini?'

"Atau―apa yang si hebat Jaemin itu katakan padamu untuk disampaikan padaku?"

Mata almond Renjun memandang lurus-lurus ke depan dimana adegan menayangkan adegan para tokoh berteriak histeris―hal yang sangat ingin Renjun lakukan. Karena frustasi.

"Dia ingin kita punya hubungan yang jelas," ujarnya cepat.

"Siapa yang bilang?" sahut Mark menyebalkan.

"Jaemin, siapa lagi?" sungut Renjun mulai kehilangan kesabaran. Ia mempertimbangkan untuk cek tekanan darah seminggu sekali karena pembuluh darahnya serasa ingin pecah tiap ia berbicara dengan Mark. Tidak selalu, sih, tapi cukup sering hingga membuatnya senewen.

"Bagaimana denganmu?"

"Apanya?"

"Kau mau aku mengajakmu berkencan?"

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now