Perjanjian

72 2 0
                                    

Stefani membaca ulang selembar kertas perjanjian bermaterai dihadapannya. Dia pasti sudah gila. Dia benar-benar melakukan perjanjian gila dengan Ibu Satya, nenek-nenek kepala keluarga Atmaja.

Dia menghempaskan badannya ke atas ranjang dengan lesu. Orang tuanya pasti akan marah padanya, tapi hanya ini jalan satu - satunya. Tidak, sebenarnya masih banyak jalan lain, tapi, Stefani lebih memilih jalan pintas untuk melunasi hutang - hutang keluarganya.

Dia menerawang, memikirkan kejadian yang baru saja terjadi.

***

"Jadi, katakan apa maumu disini?" Nenek berkharisma yang tadi dilihatnya di gerbang kini duduk dihadapannya. Stefani tampak terpesona oleh penampilannya yang walaupun sudah tua, tapi tetap anggun dan benar-benar menunjukkan kelasnya sebagai orang kaya.

"Saya rasa anda sudah tahu maksud dan tujuan saya disini. Sebenarnya kemarin ada orang-orang bermuka kejam datang kerumah saya."

"Oh, mereka sudah datang. Jadi kau diberi berapa lama?"

"Hanya tiga hari."

"Berarti, lusa mereka akan kembali ke tempatmu."
Seorang pelayan datang dan meletakkan dua cangkir teh dihadapan mereka berdua.

"Silakan diminum," kata nenek itu lembut.

"Saya tidak haus," sahut Stefani. Dia berusaha untuk tidak menerima apapun dirumah ini, walaupun sebenarnya dia sangat haus.

"Baiklah. Jadi apa yang kau inginkan?" tanya nenek itu kembali.

"Saya mau memohon kebaikan hati dari anda. Anda pasti tahu, kalau keadaan keluarga saya sedang tidak baik. Saya akan bekerja dan pasti akan segera melunasinya."

"Sayang sekali, saya bukan orang yang baik hati." Kata-kata nenek itu membuat Stefani tertegun.

"Sepertinya kamu belum paham. Keluargamu sudah sering mendapat keringanan dari saya. Orang tuamu sudah meminjam uang itu sejak lama dan harusnya sudah lama juga hutang itu lunas kalau mereka memang mau berusaha untuk membayarnya."

Story About YouWhere stories live. Discover now