Part 4

5.2K 293 9
                                    

PoV Riyan

Gedubrak! Pintu kamarku diterobos oleh seorang gadis yang entah siapa. Aroma parfum menyeruak.

"Aku benci! Tau gini ngga akan pulang!" Gadis itu berteriak lalu menghempaskan tubuhnya di spring bed.

Aku yang berdiri mematung tanpa sengaja melihat pahanya yang tersingkap.

Astaghfirullah!

"Heh, siapa kamu? Masuk kamar tanpa permisi!" kataku lantang sambil melihat ke arah sofa cokelat di seberang ruangan. Tak mungkin aku menatap tubuh yang hanya tertutup dress tipis dan pendek itu. Apa yang dilakukannya terjadi secepat kilat, sehingga aku baru berkesempatan untuk meneriakinya.

"Aaaaa! Siapa kamu?" Ia menoleh, lantas berteriak sekencang-kencangnya dan balik bertanya.

"Dasar pria mesum!" teriaknya lagi, lalu melemparkan semua bantal ke arahku.

Sadar aku sedang bertelanjang dada, cepat kuraih kaosku yang terhampar di kursi hijau dekat meja kerja.

"Heh! Heh! Apa sih?" kataku, berusaha mengelak dari semua benda yang masih saja dilemparkannya.

Tok! Tok! Tok!

"Mika ... Mikayla!" Itu suara Pak Bram.

"Aku benci Papi! Aku benci Papi!" Gadis itu menyahut dengan teriakan yang memekakkan telinga, lalu ia menangis sesegukan.

"Dengerin Papi dulu! Buka pintunya!"

Ya, Allah ... bagaimana ini? Aku terjebak dengan gadis penyelonong ini. Ternyata ia mengantongi kunci kamar saat masuk tadi. Aku ragu mau menyahuti Pak Bram. Bagaimana kalau ia salah sangka?

"Mika, dengerin Papi! Ini kamarnya Pak Riyan. Kamu ngga boleh masuk ke situ. Memangnya Pak Riyan ngga ada di dalam?"

Mendengar perkataan Pak Bram aku merasa mendapatkan kesempatan. "Pak, tolong saya. Iya, saya ada di dalam. Pintunya terkunci, Pak," kataku sambil mengguncang handle pintu.

"Oh, Tuhan!" Terdengar Pak Bram bergumam.

"Sabar ya, Pak Riyan. Ini ujian." Sambungnya lagi.

Duh, Pak Bram!

Di saat kami saling 'berbalas pantun' dari balik pintu, gadis bernama Mikayla itu terus saja menangis, dan menghentak-hentakkan tangan ke kasur wujud rasa kesal yang entah tentang apa.

Kutempelkan kepala menghadap pintu. Mimpi apa aku sampai mengalami hal seperti ini. Gadis itu masih terisak sambil sesekali memaki papinya membuatku tak enak sebab itu jelas bukan urusanku.

Tak lama kemudian terdengar bunyi dari arah luar. Pintu akhirnya berhasil dibuka. Pak Bram ternyata meminta kepala asisten rumah tangganya untuk mengambil kunci duplikat.

"Mika!" katanya begitu berhasil masuk.

"Papi ngga usah ngomong apa-apa sama aku. Apapun penjelasan Papi, aku ngga mau dan ngga akan pernah mau menerima. Titik!" Mika tetap bersikeras di sela isak tangisnya.

"Dengerin Papi dulu. Ayo, kita keluar dari sini."

"Ngga mau! Ini rumah kita, aku yang paling berhak ada di kamar manapun yang aku suka! Dia yang harus keluar!" Mika berdiri sambil menodongkan telunjuknya hampir mengenai hidungku. Ia menghapus air matanya dengan kasar.

"Yang sopan kamu, Mika!" Suara Pak Bram meninggi.

"Heuh! Sopan? Sesopan Papi yang seenaknya punya istri simpanan?"

"Anak kurang ajar!"

"Jangan, Pak!" Aku menahan tangan Pak Bram yang hendak mendaratkan tamparan di wajah putrinya.

CINTA SANG AJUDAN (Mantan Suamiku, Berhentilah Menggodaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang