Aspia 22

26.3K 4K 186
                                    

Aku canggung beneran. Aslan membuat jantungku berdegup kencang. Sejak lamaran dia tempo hari, dan sekarang sudah ada 3 harian sejak itu. Aslan mengambil cuti tiba-tiba. Dan aku tidak diberitahu olehnya.

Tapi pernah satu malam beliau bertemu ayah dan serius bicara. Aku hanya diberitahu oleh Kenan. Ayah sendiri bertanya langsung kepadaku, apakah aku benar-benar mantap dengan Aslan?

Tentu saja aku menjawab iya. Itu memang impianku sejak lama. Tapi aku belum bisa menikah cepat, lagipula mbak Anis dulu yang menikah.

Ayah lalu pulang ke Jakarta, ingin membicarakan hal ini kepada bunda. Dan selama 3 hari ini, Aslan sedikitpun tidak memberi kabar kepadaku. Aku tentu saja dibikin tak karuan olehnya.

Apalagi grup Narnia Reborn makin kepo dengan hubunganku dan Aslan sejak Aslan ada di grup. Aslan memang ternyata memasukan nomer ponselnya sendiri ke grup saat membawa ponselku. Lagian sama Nino semua anggota dibuat admin jadi mudah dia masuk sendiri.

"Pia.. tolong bilang kalau Nanik setor data suruh ngasih di mejaku. Aku kebelet pup. Semalam makan pecel, mules je aku."

Aku menatap Mbak Asih yang memegang perutnya sambil berlari keluar ruangan.

"Wooo pantes bau...jebule kentut terus, to."

Nino sudah bediri di balik kubikelnya sambil menutup hidung. Kubikelnya dia memang deket banget sama Mbak Asih. Aku hanya tertawa melihatnya.

"Mbak Sofia, pak bos kemana, sih? 3 hari, mbak kan pacarnya.. eciee pipi merah tuh."
Melly tiba-tiba kelihatan matanya saja dari balik kubikelnya membuat aku terkejut sambil mengusap dada.

"Astaghfirullah. Melly.....kagetin aja."

Melly langsung tertawa terbahak melihat ekspresiku. Saat itulah langkah kaki terdengar dan teriakan menggelegar membuat kami langsung diam.

"Kerjaaaa... kalian ngapain cekikikan? Pantas data gak pernah target kalian."

Aku, Melly, Nino dan Mba Asih yang berdiri di belakang Aslan tampak pucat pasi. Sekarang Mbak Asih sedang libur memakai bulu mata palsu. Katanya terlalu lelah kalau copot terus. Dia baru memesan bulu mata yang elektrik bisa menyala dari luar negeri.

Aslan melangkah ke arah kami. Dih dia ini kok galak banget. Menatap aku sebentar tapi tidak ada senyum di sana. Melly langsung sembunyi di kubikelnya. Nino seperti biasa langsung cari muka dengan mendekati Aslan dan membawakan tasnya. Sedangkan aku? Hanya melongo karena Aslan sedikitpun tidak tersenyum. Ooo, begini nih 3 hari gak ketemu dan dia kayak gak kenal aku?

******
Aslan: Assalamualaikum

Sofia: Waalaikumsalam

Aslan: udah maem?

Sofia: udah

Aslan: wah padahal mau ngajakin makan. Aku lapar nih

Sofia: makan

Aslan: Pia kenapa? Marah sama aku?

Sofia: bapak pikir sendiri.

Kuletakkan ponsel ke atas meja. Aku sedang menunggu Mbak Asih di toilet. Aku dan Mbak Asih makan di kantin bawah, sedangkan Melly memilih beli gado-gado.

"Kenapa?"

"Astaghfirullah."

Aku terkejut saat tiba-tiba Aslan sudah duduk di depanku. Dia kok cepet banget sampai kantin?

Alis Aslan bertaut dan kini menatapku serius.

"Apa sih, pak?"

Aku kesal sama Aslan. 3 hari gak ada kabar, eh tahu-tahu datang marah-marah.

"Kamu kangen sama aku jadi marah, gitu?"

Aslan mengangkat alisnya dan tersenyum tipis. Tentu saja aku mendengus kesal.

"Gitu ya. Pergi gak pamit, gak ada pesan juga terus ini tadi natap aku kayak mau nelen aja."

Biarin juga. Aku emang kesal sama Aslan. Kali ini Aslan menyugar rambutnya dan menatapku dengan lelah.

"Maaf. Tadi kan ada anak-anak. Masak aku marahin mereka aja, kamu kan karyawanku juga."

Aku diam dan mengamati es teh di depanku.

"Pia, kamu gak kangen sama aku?"

Mendengar ucapannya tentu saja aku langsung menatapnya.

"Enggak."

Wajah Aslan tampak muram. Membuat aku merasa sedikit bersalah.

"Habisnya bapak galak."

Aslan kini tersenyum dan menarik gelas es tehku. Tanpa bertanya dia langsung meminumnya.

"Eh, pak itu punya siapa coba?"

"Kamu kan?"

Aku menggelengkan kepala.

"Punya Mbak Asih."

Mata Aslan membulat. Lucu. Lalu dia mengusap-usap mulutnya.

"Piaaa... aku gak mau keracunan si bulu mata palsu itu."

Dan mencairlah sudah kemarahanku. Aku terbahak saat melihat wajah panik Aslan.

"Piaaaa.."
Aslan masih menggosok mulut dengan tangannya.

"Becanda pak. Udah minum aja itu punya saya kok."

Aslan mengernyitkan kening. Tapi aku membuat tanda dengan dua jari kalau aku benar-benar jujur. Aslan akhirnya menurunkan tangannya. Tapi menggeser gelas es tehku.

"Kok gak jadi?"

"Gak mau. Mending ciuman langsung aja."

"Eh, mulutnya pak."

Aku langsung menunduk dan merasakan pipiku merona. Sumpah aku malu.

"Tapi setelah nikah."

Baru aku menatap Aslan lagi yang menyeringai lucu.

"Satu sama..."

Aku kena dikerjain olehnya. Akhirnya kuhela nafasku dan menatap Aslan dengan serius.

"Bapak kemana 3 hari?"

Aslan kini mengulas senyumnya.

"Pulang ke Jakarta. Mau memberitahu keluarga besar kalau aku mau nikah. Kan pulang bareng ama Ayah Kafka?"

Aku tentu saja kaget. Kok ayah gak bilang?

"Tapi kayaknya gak bisa nikah cepet. Kata ayah, Nisa udah mau nikah kan?"

Kuanggukan kepala.
"Iya."

Aslan kini menyugar rambutnya dan sepertinya kecewa.

"Padahal aku pingin segera nikah."

Nah kan aku merona lagi. Duh jantung ini rasanya gak karuan.

"Tapi yah mungkin ini setimpal dengan kamu menungguku selama ini. Ayah bilang setidaknya satu tahun dulu jedanya. Biar gak kelihatan banget kasihan Nisa katanya."

Aku tersenyum "Ya gak apa-apa kan mas? Nunggu satu tahun? Lagian aku nungguin kamu bertahun-tahun aja kuat kok "

Kali ini Aslan tersenyum. Dia tampak lebih rileks saat ini.

"Iya. Insyaallah y sayang. Aku kuat."

Bersambung


RAMEEIIINN BIAR PAAANANAASSSSS....

SIAP MAS BOS! [END]Where stories live. Discover now