5. Pemahaman

73 4 0
                                    

Bu Guru tidak pernah melihat seseorang yang di matanya terlihat menanggung duka begitu dalam.

"Pak Tuhan agamanya apa?" Tanya Tama memecah keheningan.

Bu Guru gusar di dalam hati, "Mengapa kamu ingin tahu agama pak Tuw Han?"

"Jika saya tahu agamanya, saya akan tahu bagaimana dia dikuburkan."

Bu Guru menyesal, telah mengira Tama yang tidak-tidak. "Pak Tuw Han tidak punya agama, tapi pesan beliau adalah, jika beliau meninggal, beliau ingin dikremasi dan abunya dibuang ke laut utara."

"Kenapa orang-orang yang menyayangi saya meninggal. Dulu nenek, sekarang pak Tuhan."

Namun tiba-tiba sungguh aneh, Tama beranjak dari tempat duduknya

"Bu Guru..." kata Tama sambil menyeka pipinya yang kembali berlelehan airmata."Saya pamit."

"Tunggu dulu, Tama!"

"Saya tidak akan kesini lagi."

"Kamu kenapa, Tama?" Bu Guru sangat bingung dengan perilaku Tama.

"Saya pembawa sial. Saya tidak mau Bu Guru juga pergi."

Bu Guru menahan Tama pergi dengan memegangi lengan kanan Tama dan menyodorkan saputangan, "Silahkan duduk kembali. Saya akan menjelaskan sesuatu." Bu Guru berdehem membersihkan tenggorokannya sebelum memulai bicara kembali,

"Tama..., seseorang meninggal, tidak ada kaitannya denganmu."

Segera Tama merespon, "Bu Guru, saya banci, apa Bu Guru tidak tahu itu?" Banci adalah manusia yang memiliki dua jenis kelamin dalam satu tubuh.

Bu Guru sudah tahu banyak perihal Tama dari cerita pak Tuw Han. Tama ditemukan di kebun belakang rumah saat bayi merah, tepat di hari seorang presiden yang lama berkuasa dimakzulkan. Tama tidak gila seperti sangkaan orang-orang. Dia hanya pendiam, karena orang lain tidak ada yang tertarik untuk bicara panjang lebar dengannya. Dia menjaga kebersihan tubuhnya dan pakaiannya. Walaupun Tama selalu memakai pakaian seperti pria (kaos dan celana panjang) dan rambutnya cukup pendek, orang-orang di pasar yang melihatnya pertama kali sering mengira dia wanita, karena kulitnya halus. Tapi ketika mendengar suara Tama mereka bingung, karena itu suara laki-laki.

Bu Guru tidak setuju dengan pernyataan Tama, "Saya tahu kamu berbeda dari kebanyakan orang, tapi kamu tidak perlu menghindari saya karena alasan yang tidak masuk akal. Jangan membenarkan anggapan orang-orang tentangmu. Makanya kamu harus terus belajar, supaya kamu tahu benar semua hal yang ada pada dirimu. Saya akan membantumu dan saya akan sedih jika kamu tidak datang lagi ke sini. Apa kamu tahu arti sedih?"

Tama mengangguk dan terisak pelan.

"Jadi, kamu akan datang minggu depan?"

"Iya, Bu Guru."

"Ada buku tulis baru dari pak Tuw Han dan saya pinjami kamu tiga buah buku. Kembalikan minggu depan ya." kata bu Guru sambil memasukkan semua buku itu ke tas kain goody.

"Pasti, Bu. Terima kasih, Bu Guru. Saya pamit."

Tapi Bu Guru bertanya kembali,

"Tama, jika kamu tidur di pasar di malam hari, apa tidak ada yang mengganggumu?"

"Orang pasar bilang, ada pria mendatangi saya ketika saya sedang tidur. Ketika dia akan menyentuh saya, dia langsung dicakar-cakar oleh kucing-kucing di pasar. Sejak itu orang-orang bertambah yakin bahwa saya adalah anak kutukan, keturunan jin, makanya saya dilindungi jin. Kucing-kucing itu juga dianggap jelmaan jin. Selanjutnya tidak ada lagi yang mengganggu saya."

"Hmmm, takhayul ternyata berguna," kata Bu Guru dalam hati.

"Tama, ada kalimatmu di dalam buku tulis yang membuat saya penasaran, bagaimana kamu akan menjelaskan kepada saya?"

"Yang mana, Bu Guru?"

Bu guru mengucap sesuatu,

"Satu terlalu kecil,

lainnya terlalu sempit,

tapi aku tidak ingin terbatas."

"Itu kemaluan saya, Bu."

Dijawab begitu, wajah Bu Guru memerah, malu.

"Dua kalimat pertama adalah olok-olok buat saya. Saya punya dua dan keduanya tidak seperti milik orang-orang. Saya tidak akan bisa menggunakan itu seperti seharusnya, tapi hidup saya tidak berakhir hanya karena saya tidak menggunakannya. Saya akan memikirkan hal lain saja."

Mata bu Guru berkaca-kaca, "Kamu betul sekali. Terima kasih Tama atas jawabanmu. Nah, sekarang kamu boleh pulang."

Tama juga mengucapkan terima kasih atas kebaikan bu Guru dan mengucap salam perpisahan. Dia menaiki bus menuju pasar. Di dalam bus, pikiran tama memasuki masa lalu. Dia ingat saat-saat pertama kali bersama dengan Pak Tuw Han:

"Orang-orang memanggil Tuhan dan Tuhan tidak datang. Sekarang saya tidak memanggil Tuhan, tapi Tuhan datang, "kata Tama.

"Kamu memang memanggilku dalam tidurmu."

"Oh. Benarkah? Kata orang-orang pasar, Tuhan Maha Mendengar. Ternyata betul" Tama berseri-seri.

"Karena kamu membutuhkan teman."

"Ya." Wajah Tama tersipu.

"Dan seorang guru, supaya kamu belajar."

"Tentu saja." Tama tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

Di dalam bus Tama tampak tersenyum mengingat semua itu. Dia telah berubah pikiran. Setidaknya sebelum pak Tuw Han pergi untuk selama-lamanya, Tama sempat bertemu dan belajar darinya.

Tama kemudian merogoh tas nya. Dia mengeluarkan ketiga buku bacaan yang dia pinjam. Buku pertama adalah tentang binatang-binatang, buku kedua adalah tentang tanaman dan buku ketiga adalah tentang pemimpin. Buku pertama dan kedua adalah buku pengetahuan, buku ketiga adalah buku cerita, judulnya 'Sang Pemimpin'. Tama tersenyum senang dan sangat penasaran. Dia ingin segera sampai di pasar . Dia akan membaca buku-buku itu di sana, ditemani empat kucing yang setia.

Celebration Day for TamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang