BAB 23 - Terabaikan

Mulai dari awal
                                    

Carina tersenyum geli saat melihat reaksi Milo yang berlebihan seraya turun dari tempat tidurnya, lalu berlari kecil ke arah kamar mandi.

***

"Carina! Kau kah itu?!" seru Simon terkejut saat Carina muncul di ruang makan untuk ikut bergabung sarapan dengan penghuni asrama lainnya.

Carina tersenyum, "Pagi, Simon."

"Oh My God! Kau memanggil namaku! Kau ingat aku?!"

Carina mengangguk sekali yang membuat Simon langsung berlari ke arahnya dan memeluknya hangat. "Kau sudah ingat aku? Kau ingat aku sekarang?!" tanyanya masih belum percaya.

"Iya, aku ingat."

"Zeno! Jane! Jiho!Elena!Siapapun itu aku tak peduli! Kalian harus lihat ini! Carina sudah ingat kembali!"

"Ada apa sih Simon! Kau berisik sekali!" Seru Jiho tergopoh-gopoh dari arah dapur menanggapi Simon. Ia memang sedang bertugas memasak bersama Zeno, Jane, dan Elena di dapur.

Ekspresi kesal Jiho langsung terganti ketika ia melihat sosok Carina berdiri di dekat pintu masuk ruang makan, "Carina! Kau sudah bangun! Astaga! Kemarin malam kau sangat mmenakuti kami karena Alvis dan Arvis tiba-tiba membawamu pulang dalam keadaan tak sadarkan diri." cerocosnya panjang lebar.

"Jiho, kecilkan suaramu!" pinta Carina meringis memegangi sebelah telinganya.

Ekspresi Jiho kembali berubah seratus delapan puluh derajat, "Eh?" Jiho merasa ada yang aneh dari sikap Carina. Karena itu ia menanyakan pertanya sepele dan konyol namun mampu untuk memastikan sesuatu. "Carina, siapa nama anjingku?"

Deg. Deg. Deg.

Jiho menunggu jawaban Carina dengan tegang. Ia sudah siap jika gadis itu nantinya memberikan jawaban yang tak sesuai dengan harapannya.

"Noah."

"Benar kan? Mana mungkin kau bisa menjawab—Eh?! Apa kau bilang tadi?!"

"Noah. Nama anjingmu Noah. Kau pernah memberitahuku... dulu."

Jiho menatap Carina dengan mata berkaca-kaca, "Kau... sudah ingat?"

Carina mengangguk tersenyum seraya membuka tangannya lebar-lebar, menunggu sahabatnya itu untuk maju dan memeluknya.

Bruk!

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Jiho berlari dan menubruk tubuh kecil Carina dan membawa gadis itu ke dekapannya. "Kau serius?! Kau sudah ingat?!" serunya sambil memeluk Carina dengan melompat-lompat kegirangan.

"Ehem!" suara dehaman keras yang tak asing membuat Jiho buru-buru melepaskan pelukannya terhadap Carina. Itu suara Alvis! Pikirnya terkejut.

Jiho bisa merasakan tatapan tajam Alvis dan Arvis yang baru saja masuk ke ruang makan, "A-aku harus kembali memasak." Katanya tergagap lalu pergi ke arah dapur dengan buru-buru.

Alvis dengan ragu berjalan memndekati Carina dan memanggilnya, "Carina..."

Carina sama sekali tak menoleh, melainkan tersenyum lebar ke arah Daniel, Kenta, Dave, Samuel, Justin, dan Robert. Ia sengaja melakukannya.

"Dia mengabaikanmu." Kata Arvis datar.

"Berisik! Kau juga diabaikan bodoh!" balas Alvis kesal.

"Daniel! Kenta!" panggil Carina lalu berlari dan memeluk mereka, "Maaf, aku baru bisa mengingat kalian sekarang."

"Eh?! Kau ingat kami?!" seru Kenta terkejut.

"Jadi kau hanya ingat Daniel dan Kenta saja?" sindir Samuel iri karena hanya nama mereka yang disebut.

"Astaga! Bukan begitu. Sungguh, aku ingat kalian semua." Balas Carina terkekeh geli mendengar sindiran Samuel.

"Selamat datang kembali, Carina." Daniel memeluk hangat Carina dengan tulus.

Carina duduk berdampingan bersama mereka di meja makan seraya menunggu Jiho, Zeno, Jane dan Elena menyiapkan makanan.Sementara Alvis dan Arvis sengaja memilih tempat duduk tepat di hadapan Carina agar gadis itu mau memperhatikan mereka barang sedetikpun.

"Ada apa? Kalian diabaikan ya." Tanya Elena yang tiba-tiba sudah berada disebelah mereka dengan nada mengejek.

Alvis berdecih sebal sedangkan Arvis hanya memasang ekspresi tidak perduli.

"Wah, aku tak percaya kita duduk satu meja dengan dua Master." Ucap Zeno yang entah kapan sudah duduk di ujung bersama Jane, Jiho dan Simon.

"Carina! Setelah ini kau harus ceritakan semuanya pada kami!" seru Jiho dari seberang meja, karena tempat duduk mereka yang berjauhan.

"Benar, kami ingin mendengar ceritamu saat menyusup ke markas mereka."Dave menimpali yang langsung di tegur oleh Robert, karena bisa saja itu pertanyaan sensitive untuknya.

"Baiklah, aku akan bercerita setelah ini." Jawab Carina enteng, membuat Arvis langsung menatapnya khawatir.

Suasana meja makan malam yang awalnya penuh canda tawa, kini berubah menjadi sunyi saat Carina mulai bercerita tentang keadaan Markas Oracle dua tahun yang lalu. sesekali, Ashley dan Sera ikut menimpali dan membantu Carina menjelaskan keadaan tempat itu.

"Jadi Rio yang menyiksamu saat kau ditahan di sana?" tanya Elena kaget, tak menyangka bahwa Rio akan sekejam itu. "Apa yang telah ia lakukan padamu Carina?"

Carina kembali teringat rasa sakit saat Rio menyayat beberapa bagian tubuhnya dengan pisau yang membuat tubuhnya menegang, ia juga mengingat rasanya saat berada di kursi listrik. "Ia..."

Brak!

Arvis tiba-tiba menggebrak meja dengan emosi, "Cukup! Kalian sudah terlalu jauh menanyakannya!"

"Arvis benar, tidak sepantasnya kita membuat Carina mengingat kembali masa-masa sulitnya itu." Jiho ikut menimpali.

"Ma-maaf, aku tidak bermaksud..." Elena meringis pelan, ia merasa bersalah karena tahu kalau ia telah menanyakan hal sensitif.

Suasana makan malam berubah drastis menjadi canggung karena perdebatan kecil tadi. Begitu makan malam selesai semua orang langsung bergegas kembali ke kamar masing-masing, tapi tidak berlaku untuk Alvis dan Arvis. Mereka kembali berusaha untuk berbicara pada Carina lagi saat Carina berjalan di koridor menuju ke arah kamarnya.

"Ia masih terus mengabaikan kita." Gumam Alvis lelah.

"Ia sepertinya benar-benar marah." Balas Arvis pasrah, lalu berbalik menuju kamarnya.

"Kau mau ke mana?" kini pertanyaan bodoh terlontar dari mulut Alvis.

Arvis menatap kembarannya dengan sarkas, "Tentu saja kembali ke kamar. Memangnya kita bisa apa lagi? Mendobrak kamar Carina? Yang ada ia akan tambah marah dan membenci kita."

Alvis melotot dan berdecih kesal mendengarkan jawaban menyebalkan itu.

***

HOLDER : Elsewhere (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang