"Gak peduli."

Gebi menelan salivanya susah payah. "Besok aja deh, gue bawain kesekolah."

"Gue butuh sekarang, kalo gak lagi butuh juga gue biarin jaket itu setahun sama lo." ujar Pandu dari seberang sana, nada bicaranya mulai meninggi.

"Iya tapi sumpah gue gak bisa pulang sekarang cuma untuk ngambil jaket lo, gue janji akan bawa dan kasih ke lo besok. Plis, ya?"

"Oke, kali ini ada toleransi. Gue tunggu besok, dan stopgak ada acara minjem-minjem lagi. Udah cukup jaket gue berada di tangan lo, dia udah meronta-ronta, gak betah."

"Dih, siapa juga yang—"

Tuttt... Tuttt...

Sambungan telepon terputus, Gebi merutuki dirinya untuk kemudian menghela napas legas sambil reflek menjatuhkan tubuhnya kekasur.

Gebi memejamkan matanya sejenak lalu kembali menghela napasnya panjang. "Sumpah—jaket sialan, lo nyusahin gue banget!"

***

Gadis berseragam putih abu-abu itu berjalan dengan santai menuju kelasnya yang berada dilantai 2. Ia menginjakkan kakinya menuju anak tangga pertama, tetapi langkahnya diberhentikan karena kemunculan seseorang dari atas yang membuat Gebi membelalakan matanya. "Mampus gue." gumamnya sambil memundurkan langkahnya.

Orang itu mendekat kearah Gebi, kemudian tangannya ia julurkan. "Mana, sini," ujarnya masih dengan wajah datarnya.

Gebi terdiam tak berkutik, ia menelan salivanya susah payah sambil matanya menatap cowok di hadapannya dengan penuh misteri.

"Gue gak ada waktu ngomong lama-lama sama lo, sini mana jaket gue!" Pandu mulai bersuara dengan nada tinggi.

Kesal tidak dapat jawaban dari Gebi, Pandu segera menarik paksa tas ransel yang Gebi kenakan.

"Ah," Gebi mengaduh dengan pasrah.

Detik berikutnya Pandu membuka resleting tas ransel Gebi dengan begitu grasak grusuk. Tatapan tajamnya mulai ia lemprkan kearah Gebi. "Mana jaket gue? Gak usah becanda!" ujar Pandu.

Gebi kebingungan. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. "Gue—lupa bawa." ujar Gebi langsung disambut dengan tatapan Pandu yang semakin menajam.

Pandu langsung menarik tangan Gebi dengan paksa, "gue mau jaket itu sekarang!" ujarnya masih sambil menarik paksa tangan Gebi.

"Pandu, mau kemana?" ujar Gebi seraya berusaha melepaskan cengkraman Pandu.

"Ke rumah lo."

"Pandu, ah, sakit, lepasin!" ujar Gebi memohon.

"Pandu, Pan!" seru seseorang dari arah belakang mereka membuat Pandu terpaksa memberhentikan langkahnya.

"Pan, gawat, Satters mau nyerang sekolah kita!" ujar Habib dengan begitu gelagapan.

Dengan reflek Pandu melepaskan tangan Gebi dan menjatuhkan tas ransel Gebi. Kini seluruh perhatiannya beralih kepada Habib.

"Killer gak pernah bikin masalah sama Satters. Apa alasan mereka nyerang sekolah kita?" tutur Pandu.

Sedangkan Gebi masih berkutat dengan pergelangan tangannya yang memerah dan terasa sakit.

"Semalem Jeri sama Ciko lewat markas Satters dan mereka gak sengaja nabrak motor Radit. Jeri sama Ciko diserang abis-abisan dan Satters anggap kejadian semalem itu adalah bendera peperangan dari Killer untuk Satters. Gua gak ngerti kenapa mereka sesensi itu setelah Killer dan Satters damai satu tahun lalu." jelas Habib.

KARSA DARI RASAWhere stories live. Discover now