01 :: Pagi itu

6.5K 531 16
                                    

Hujan turun begitu derasnya dipagi hari yang membuat semua orang malas melakukan aktivitas, sama halnya seperti laki-laki yang masih setia membungkus tubuhnya dengan selimut tebal, matanya terpejam erat.

Pintu kamarnya terbuka beberapa menit kemudian dan menampilkan wanita paruh baya yang sedang berdiri diambang pintu sambil bercak pinggang seraya menggeleng heran. Dia sangat tau tabiat anaknya yang satu ini.

Kaki jenjangnya melangkah mendekat ke sang putra yang masih setia menutup matanya dibalik selimut, menarik kasar selimutnya hingga membuat setengah tubuh laki-laki yang hanya ditutupi kaos dalam terlihat.

"Na Jaemin! Bangun atau uang jajan kamu Mama potong?!" ancamnya tepat ditelinga sang putra.

"Potong aja, lagian peduli Mama apa?" ucap sang anak dengan santai.

"Jaemin!"

Namun yang diteriaki masih tetap belum bergerak sedikitpun. Bahkan selimut yang sempat ditarik oleh Mamahnya kembali menutupi tubuh ringkihnya. Sepertinya dia benar-benar tidak memperdulikan keberadaan Mamahnya.

"Mandi sana! Mama gak mau dateng ya kalau dipanggil guru kamu gara-gara kamu telat terus." ucapnya kemudian pergi meninggalkan sang anak yang masih menatapnya malas.

"Lagian siapa juga yang nyuruh dia dateng." ucapnya lalu beranjak ke kamar mandi. Melangkah dengan malas dan terpaksa.

Beberapa menit setelah membersihkan diri dan bersiap-siap, Jaemin menuruni anak tangga, mengambil kunci mobilnya yang terletak didekat televisi lalu berpamitan dengan asisten rumah tangganya tanpa sarapan terlebih dahulu.

Dan tepat saat dirinya memasuki mobilnya hujan bertambah deras. Berdecak kesal, menyalakan mesin mobil lalu dengan malasnya ia melajukan mobilnya.

"Aturan kalo gak ada dia gue tidur aja ini mah." ocehnya seraya memukul stir mobil.

drrtt

Kembali berdecak kesal lalu mengambil ponselnya yang ada didalam sakunya. Menghembuskan napas gusar saat melihat nama seseorang yang tertera diponselnya.

"Apa?"

"..."

"Gak bisa."

"..."

"Lo kan udah gede, udah ya gue tutup."

tut

Jaemin memutuskan panggilan sepihak, melempar pelan ponselnya ke jok sampingnya lalu menambah kecepatan laju mobilnya. Bukan kearah sekolah, melainkan kearah rumah Renjun. Bisa Jaemin tebak, laki-laki itu tidak akan berangkat ke sekolah dan lebih memilih tidur.


-She Is Rain-

"Ngapain sih anjir pagi-pagi kesini?"

Itu adalah kata sambutan setelah Jaemin mendaratkan bokongnya disofa kamar Renjun. Laki-laki itu terlihat baru saja selesai mandi.

"Jemput lo."

Renjun mendelik. Menyisir surai coklatnya, menghiraukam keberadaan Jaemin.

"Tadi dia nelepon gue." ujar Jaemin lagi.

Dari cermin Renjun melirik Jaemin, "terus?"

"Minta jemput. Ya, gue tolak."

Menggeleng heran kemudian melempar handuk yang tadi melingkar dilehernya kearah Jaemin. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan temannya yang satu ini.

"Jahat banget lo jadi cowo!" komentar Renjun.

"Gue gak mau, masa iya harus di paksa. Lagian gue risih."

"Ya tapi-"

"Coba gimana kalau lo jadi gue? Risih gak setiap hari diikutin kemana-mana sama itu cewe?" Jaemin memotong ucapan Renjun yang sepertinya akan memberi nasehat. Lagi.

Jaemin beranjak dari sofa, menyisir surainya yang sedikit berantakan akibat handuk yang dilempar Renjun mengarah ke kepalanya. Kemudian memperhatikan Renjun yang sedang menyiapkan buku.

"Gue tunggu luar. Cepetan." ujarnya kemudian keluar dari kamar Renjun.

Sedangkan sang pemilik kamar mendengus kesal. Masih pagi tapi ada saja yang membuatnya kesal. Padahal Haechan hari ini tidak kerumahnya. Karena, memang biasanya laki-laki itu yang membuatnya darah tinggi dipagi hari.

Tidak mau menunggu lama, Renjun segera menggendong tasnya dan melangkah keluar kamar.

::::

[1] She is Rain✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang