(2). Move On

176 20 1
                                    

Vale berharap jika hari ini dia tak akan lagi bertemu dengan Farel meskipun itu tak mungkin, mengingat jika lelaki itu kuliah di kampus yang sama dengan jurusan yang sama pula. Tapi, tak ada salahnya kan dia berharap?

Jika ada yang bertanya apakah dia baik-baik saja? Pasti jawabannya Sudah tentu, terbukti tak ada kesedihan tercetak di wajahnya.

Vale tak akan lagi memusingkan tentang kisah asmara. Lagi pula dia masih semester satu, buru-buru mencari pasangan sekarang pun juga Tak akan segera menikah.

Jadi, biarlah semua berjalan semestinya. Jika memang dia mendapatkan pengganti Farel dengan cepat, berarti itu rezeki baginya. Begitulah pikir Vale terlalu santai.

Dia sudah berada di atas motor untuk berangkat ke kampus dengan Yessy berada di boncengannya. Jarak kampus dengan tempat kosnya memang tak jauh, tapi Vale malas berjalan kaki. Kecuali kemarin ketika hatinya merasa galau, barulah dia berjalan kemanapun sesuai permintaan hatinya.

"Val, Farel." Yessy berbisik ke telinga Vale dan menunjukkan dimana Farel berada.

Vale yang memarkirkan motornya di parkiran kampus dan tak merasa perlu menanggapi ucapan Yessy.

"Hei!" Reska datang dan bergabung bersama kedua temannya. "Kemarin gimana kuliahnya? Gila, kepala gue kemarin tiba-tiba pusing aja." Adunya. Gadis itu juga sudah tahu tentang masalah putusnya hubungan Vale dan juga Farel.

Tentu saja Yessy yang menceritakan kronologi kejadiannya.

"Biasa aja. Nggak ada yang spesial." Yessy menjawab. Sedangkan Vale fokus berjalan tanpa menanggapi kedua temannya.

"Ve!" Panggilan itu ditujukan kepada Vale. Panggilan sayang dari Farel katanya. Tapi sayangnya sekarang sudah tidak lagi.

Vale tak menoleh apalagi menjawab. Dia terus melangkah meskipun Farel memanggilnya berkali-kali.

"Mending selesaiin dulu masalah lo deh Val, si kampret nggak akan berhenti gangguin lo tuh pasti." Reska memberi usul. Pasalnya, Farel itu lelaki dengan seratus jurus. Dia bisa melakukan apapun bahkan sampai tak mengenal malu.

"Jalan aja." Begitu kata Vale, dan kedua temannya mengikuti. Tapi sayangnya, tangan Vale ditarik oleh seseorang sampai dia berhenti.

"Apaan sih." Katanya marah. Matanya memicing menatap Farel dan disentakkannya tangan Farel agar dia terlepas dari lelaki itu.

"Ve, please!" Mohonnya. "Dengerin aku sekali ini aja." Apa yang dikatakan mahasiswa lain tentang Farel memang benar. Lelaki itu akan membuka jubah malunya jika merasa dia perlu melakukan itu.

Terbukti sekarang, sudah kedapatan selingkuh, tapi masih sanggup memohon untuk mendengarkan penjelasannya.

"Dia itu teman SMA aku yang dulu ngejar-ngejar aku. Pas kemarin, Ve!" Vale berbalik dan tak mempedulikan Farel yang sedang mengarang bebas di depannya.

"Astaga!" Farel benar-benar kewalahan menghadapi bagaimana tingkah Vale kali ini.

"Ve!" Panggilnya lagi, seolah Vale akan mempedulikannya saja.

Kedua teman Vale memang sudah pergi dari sana, karena mereka merasa perlu memberi waktu untuk kedua orang itu untuk menyelesaikan masalah mereka. Tapi Vale si keras kepala, bahkan tak peduli dengan etikat baik seorang Farel.

Tepat di depan kelas, Vale berbalik dan ditatapnya Farel dengan bosan. "Lo tahu?" Awalnya. "Detik dimana gue tahu lo selingkuh, lo itu sampah di mata gue. Jadi apapun alasan yang lo kasih ke gue, nggak akan mempan." Lanjutnya. "Jadi, berhenti menjelaskan apapun, dan jangan muncul di depan gue. Gue mual lihat muka lo." Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan duduk di deretan kursi dimana kedua temannya berada.

ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang