08 - DECLARATION

Depuis le début
                                        

🌙🌙🌙

       Liana masuk ke dalam kamarnya dengan raut wajah yang di penuhi dengan tanya. Sheila yang melihat itu langsung mengikut di dekat Liana.

       "Ada apa? Kenapa wajahmu menjadi seperti itu?"

       Liana menoleh ke arah Sheila dengan cepat. Hantu itu benar-benar di hinggapi rasa keingintahuan yang besar alias kepo.

       "Apanya?" kata Liana sambil kembali bertanya.

       "Apa ada yang kau sembunyikan? Ayo cerita pada ku."

       "Aku mau mandi dulu, kebetulan ada suatu hal yang ingin aku tanyakan. Jadi tunggu yah!"

       Liana berlalu dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil membersihkan otaknya yang terasa penuh dengan tanda tanya. Saat Liana keluar Sheila masih ada di tempatnya sambil memasang wajahnya yang begitu pucat.

       Liana kembali menggeleng. Tidak akan salah lagi, Sheila adalah hantu yang paling ingin tahu semuanya.

       Tapi itu sudah bagus, karena Liana memiliki tempat untuk menghamburkan cerita. Dan bisa di jamin jika ceritanya tidak akan bocor.

       "Apa yang ingin kau cerita?"

       Liana naik di atas kasur dan duduk bersila. Tangannya sibuk menggapai buku cetak tebal. Ia membukanya dan sedikit melihat materi yang ada di dalamnya.

       "Ceritalah!"

       Tapi Liana tidak menanggapi, Liana di fokuskan pada kegiatannya pada buku yang ia pegang. Setelah lewat sepuluh menit, Liana kembali meletakkan bukunya dan memfokuskan semua pada Sheila.
      
       "Aku ingin bertanya sesuatu."

       Sheila mengangguk antusias. Dan Liana rasa itu hal yang baik. "Aku membantu makhluk tak kasat mata kemarin, apa itu ada konsekuensinya? Karena setahu ku, aku pernah membacanya di buku dan seingatku konsekuensinya membuat merinding."

        "Kau tahu, itu hanya buku." Sheila melakukan penekanan di setiap katanya. "Buku adalah karya manusia, berasal dari pemikiran dan otak manusia. Ada yang kebenarannya pasti ada pula yang sebenarnya hanyalah pemikiran dari si penulis."

       Liana menganggukkan kepalanya. Benar juga apa yang dikatakan Sheila. Lagipula, Liana hanya membantu. Liana tidak memiliki niat lain.

       "Kalau begitu aku akan membantumu juga." Liana tersenyum dan menatap Sheila yang juga menatap Liana dengan penuh kefokusan.

       "Kau mengusirku?" tanya Sheila dengan wajah cemberut.

        "Apa yang kau katakan, kau adalah temanku dan kau yang selalu menemaniku dari dulu hingga sekarang. Jadi tidak mungkin aku melakukan itu, aku hanya ingin kau benar-benar tenang dengan kehidupan baru mu. Tidak seperti sekarang."

        Sheila yang mendengar itu hanya terdiam. Tidak diragukan lagi kebaikan hati seorang Liana. Tapi, yang membuat Sheila takut adalah ketika ia harus benar-benar pergi untuk selamanya dan itu artinya tidak akan ada lagi hari yang akan Sheila habiskan dengan Liana.

         Hidup dan menemani Liana dari masa sulit hingga saat ini membuat Sheila benar-benar semakin menyayangi Liana dengan sangat. Andaikan saja kedua tangan Sheila masih bisa menyentuh Liana, sudah pasti Sheila akan memeluk Liana dengan erat.

       "Terima kasih," kata Sheila dengan tulus.

     Sebuah ketukan pintu membuat keduanya langsung menoleh. Sheila langsung menatap Liana yang terlihat kaget.

       Sheila sedikit menahan senyumnya agar tidak terlihat. Lama kelamaan ketukan itu berubah menjadi gedoran yang terdengar sangat tidak sabaran.

       "Buka pintu dan temui dia, kalau tidak kurasa pintu kamarmu akan rusak akibat gedorannya yang terlalu kuat."

       Liana langsung berlari pelan dan mendekati pintu kamarnya. Setelah ia membuka pintu kamarnya matanya langsung di suguhkan oleh pemandangan yang bisa di bilang cukup membahayakan. Tatapan Taehyung yang begitu tajam membuat Liana menjadi kikuk.
 
       Kemudian Liana teringat dengan perkataan Taehyung tadi. Pria itu mengatakan kalau dia lapar. Jadi bisa di tebak alasan kedatangan Taehyung ke depan kamar Liana.

       "Aku lupa, maafkan aku."

       "Cepat!"

       Aura kesal pria itu terlihat mengintimidasi Liana. Di tambah tatapan matanya yang begitu tajam.

      Liana berjalan sambil menunduk, ia nenyadari jika pria itu juga mengekor di belakangnya. Ada banyak hal yang Liana ingin tanyakan kepada pria itu. Tapi Liana menunggu situasi yang tepat.

       Saat Liana sudah sampai di dalam dapur, Liana langsung mengumpulkan bahan-bahan yang ada di dalam kulkas. Ia memasak sebisa yang ia bisa. Gerakannya pasti terlihat kaku, karena sepasang mata kini tengah menyorot kepadanya.

       Liana sangat tidak suka dengan keadaan yang seperti ini. Kegugupannya menjadi semakin meningkat.

🌙🌙🌙

Singularity [ TERBIT ]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant