Omegavers

2.2K 198 11
                                    








"Hei, Min Yoongi, tidakkah kau berpikir takdir mempermainkan kita?"

"Omong kosong apa lagi kali ini?"

"Omong kosong katamu? Termasuk Minji?"

"Tutup saja mulutmu kalau kau tidak tau apa-apa!"

"Apa kau benar-benar menginginkannya? Meski itu melukai sahabatmu sendiri?"

"Kau menggunakan alasan itu untuk kepentinganmu sendiri. Kau pikir aku bodoh?!"

"Tidak. Hanya merasa kasihan. Setidaknya aku tidak berusaha menyakiti hati serta jiwa​ yang lain demi ego."

"Lalu menurutmu aku egois karena mencintainya sejak dulu dan ingin memilikinya?!"

"Bukan. Kau memiliki hak penuh atas itu. Tapi kau lupa satu hal, bahwa kau tidak seharusnya memaksakan sesuatu yang tidak diciptakan untukmu untuk kau paksa menjadi milikmu."

"Berkacalah! Kau juga melakukan hal yang sama, sialan!"

"Jangan membuatku tertawa, Yoongi. Apa aku pernah mengemis cinta padamu? Pernah aku meminta kau peduli padaku? Atau aku memohon agar kau bertahan disisiku saat semua orang meninggalkanku? Tidak. Jadi kita tidak pernah sama. Karena aku hanya mengikuti takdir. Bahkan jika kau sekarang memintaku lenyap, aku akan melakukannya."

"Apa kau gila?! Turun dari sana, bodoh!"

"Kenapa? Kau takut Minji menuduhmu membunuhku? Atau kau takut Minji depresi dan mengikuti jalanku?"

"Sialan, Park Jimin, kubilang turun dari sana!!!"

"Pergilah, Yoongi, sebelum semua orang datang dan mencurigaimu. Kau tidak mau nama baik keluargamu tercoreng karena keberadaanku kan? Maka selamat, aku akan mengabulkannya untukmu."









°°°









Senja itu dia berdiri tanpa minat diujung jalan, tepat pada persimpangan jalan menuju sebuah alamat. Menatap kosong. Ada begitu banyak hal berkecamuk di dalam kepalanya yang kecil.

"Bahkan kau pun tidak menginginkanku." ujarnya pada langit diujung hari. Raut wajahnya sendu. Ada sebersit luka yang sebenarnya sulit untuk dia deskripsikan.

Ketika itu dia tengah rindu, pada sosok yang begitu dia cintai. Jika saja dia dapat memutar waktu, dia akan memilih untuk tetap menjadi batu. Berkeras melompat untuk menjatuhkan diri agar bisa turut serta pergi. Mengakhiri hidup dengan bahagia. Namun, sekali lagi dia diuji. Oleh waktu serta takdir yang membuatnya terombang-ambing.

"Kenapa Kakek meninggalkanku sendiri? Hanya Kakek yang menginginkanku. Atau setidaknya Kakek menemaniku untuk melewati semuanya. Agar aku tidak merasa kesepian."

Tidak, dia tidak menangis meski hatinya begitu sesak setiap kali mengingat si renta yang selalu cerewet menasehatinya ini dan itu. Sudah cukup air matanya terbuang. Dia bukan makhluk lemah.

"Kehidupanku terlalu rumit, aku tidak tahu harus bagaimana menghadapinya kecuali mencoba abai dan sengaja buta dan tuli."

Lalu, sedetik kemudian ada tawa getir yang menyapa. Kepalanya mengangguk seolah paham meski faktanya dia tidak paham sama sekali. Kenapa hidupnya begitu penuh drama? Kenapa rasanya untuk mencecap sedikit bahagia begitu sulit dilakukannya?

"Aku hanya memiliki Chimmy yang bahkan tidak bisa berinteraksi denganku. Meski kami berdua, secara fisik kami satu. Dia tidak bisa memelukku ketika aku menangis, aku pun tidak bisa memanjakannya dengan elusan di sekujur tubuh hangatnya ketika dia merajuk. Lalu ketika seharusnya dia yang menjadi kawan, aku justru tidak diaku dan dibuang."

*Berhenti mengeluh, bodoh!*

Ada suara menyentak sinis dalam kepalanya, membuat Jimin tersenyum konyol dan tampak aneh dimata orang lain.

"Aku benar 'kan?"

*Katakan itu benar. Tapi kau juga harus kuat. Tunjukan pada si bedebah itu jika kita tidak mudah untuk ditumbangkan! Jim, kalau kau tidak mau repot berkorban untuk orang lain, maka berkorban untuk dirimu sendiri. Yah, setidaknya untukku. Kau tau, kita berhak bahagia. Bahkan semua makhluk di dunia ini ditakdirkan untuk bahagia. Tinggal bagaimana mereka merealisasikan.*

Lalu terdengar suara deru napas kasar, sepertinya Chimmy mulai jengah dengan tingkahnya yang nyaris selalu pesimis sejak dia kembali ke Seoul.

*Jika dia tidak menolak kita, yang perlu kita lakukan hanya diam dan jalani hidup seperti biasa. Tuhan tidak akan diam, percayalah.*

Mau tidak mau Jimin tersenyum tipis. Sambil berjalan santai memasuki komplek perumahan yang cukup mewah.

"Kau tahu, Chimmy, aku hanya ingin diakui. Aku tidak peduli pada seseorang yang katanya menjadi mate kita. Seharusnya aku senang 'kan? Semakin dia menolak, maka semakin besar kesempatan kita untuk bertemu Kakek."

*Tutup mulutmu! Kau pikir aku akan membiarkanmu mati sia-sia?!*

"Meski kau berusaha menghalangi atau melindungiku, semua akan berakhir sama. Hancur kemudian hilang."

Tidak ada jawaban. Sisa perjalanan sore itu dipenuhi keheningan. Sampai pada jarak dua puluh langkah, Jimin mendapati seseorang yang baru saja keluar dari bangunan yang akan dia tuju. Sosok yang begitu istimewa. Gadis yang amat dia sayangi, yang membuatnya rela melakukan apapun termasuk menyerahkan nyawa secara cuma-cuma.

Park Minji, adik kembar yang dicintai Min Yoongi -matenya.



~keuttt


JULY 14, 2019

2 UOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz