• 2 •

934 216 57
                                    


.
.

He wears the smell of blood and death like the most expensive perfume.

.
.

"Ah, sepertinya aku sudah meninggalkan masakanku tadi. Apa kau sudah melihatnya?"

Kedua mata Seokjin bergerak liar. Ia menggeser tubuhnya dari sana, menjauhkan diri secara perlahan sambil berusaha tetap tenang dan menormalkan detak jantungnya yang sedari tadi berpacu luar biasa cepat.

"Ah, tidak, Namjoon. Aku baru sempat membuka tutupnya saja. Uap tebal dari masakanmu ini menghalangi pandanganku." jawab Seokjin sembari memperhatikan Namjoon yang sedang memeriksa isi panci itu.

"Oh, begitu, kah?" balas Namjoon seadanya, ia masih terlihat sibuk mengaduk-aduk masakannya dengan sebuah sendok sayur besar.

Tak mampu menyembunyikan rasa penasarannya lebih lama lagi, Seokjin kembali membuka bibirnya, "Apa yang sedang kau masak, Namjoon?" tanyanya hati-hati.

Namjoon bergumam pelan sebelum menjawab pertanyaan itu, "Makan malamku. Hanya sup daging biasa dengan kuah kaldu. Aku sangat menyukai daging, Seokjin." jawabnya sembari mematikan kompor dan kembali menutup panci tersebut dengan kelewat santai.

Seokjin meneguk ludahnya kasar, "Oh, makan malammu? Kau sepertinya pintar memasak, huh?" tanya pemuda itu lagi.

Namjoon mendengus kecil mendengar penuturan itu, "Tidak, tidak. Aku hanya bisa memasak masakan yang sederhana saja. Seperti yang kau lihat, aku tinggal sendirian dan terkadang bosan jika ingin makan di luar. Jadi, aku mulai belajar memasak. Di mulai dari sesuatu yang simple dan mudah seperti ini."

Namjoon berbalik badan, ia tersenyum tipis sebelum kembali mengatakan sesuatu kepada Seokjin. "Terima kasih sudah berkenan memeriksa masakanku. Kau takut aku akan meledakkan rumah ini, kan? Tenang saja, I got this." ucapnya diselingi dengan tawa renyah, membuat sepasang lesung pipi yang dalam segera tertangkap oleh iris kelam Seokjin.

Seokjin hanya mampu membalas perkataan pria itu dengan senyuman kikuk lainnya. Dan sial, ibunya benar lagi. Pria bernama Kim Namjoon itu benar-benar memiliki sepasang titik kecil memikat pada kedua pipinya.

"Ah, iya. Aku akan membuatkanmu secangkir teh yang nikmat. Kau lebih suka earl grey, darjeeling, atau assam?" tanya Namjoon sembari mengobrak-abrik lemari atas pada kitchen set nya, nampak mencari-cari bubuk teh yang tadi sudah di sebutkannya satu persatu.

Seokjin tidak terlalu mengerti jenis-jenis teh yang di tawarkan Namjoon padanya, "Terserah saja, Namjoon. Yang mana pun boleh." balas pemuda itu sekedarnya.

"Baiklah. Aku akan membuatkannya untukmu. Silahkan tunggu di ruang tamu saja, Seokjin. Kau pasti lelah berdiri terus disana." sahut Namjoon tanpa membalikkan tubuhnya, terlihat sibuk dengan kegiatannya sendiri.

"Baiklah, terima kasih, Namjoon." ucap Seokjin sebelum berlalu dari dapur itu. Ia melangkahkan kakinya kembali menuju ruang tamu luas yang tadi sempat di tinggalkannya.

Ia mendudukkan dirinya kembali di atas sofa Namjoon yang empuk. Dalam pikirannya, ia masih terus memikirkan isi dari panci sup yang Namjoon masak tadi.

Apakah ia hanya salah lihat saja? Mana mungkin Namjoon memasak benda mengerikan seperti itu kan? Ya, benar. Nampaknya ia memang sedang banyak pikiran dan hanya salah lihat.

Sepasang matanya kembali menangkap pemandangan lukisan Namjoon yang terdapat di seberang tempatnya duduk. Setelah di teliti lebih lanjut, ia seperti memiliki perasaan tak nyaman ketika melihat lukisan tersebut.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 11, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dark Side - NamJin Where stories live. Discover now