19. Motivation

7.5K 1.5K 343
                                    

Dia enggan bekerja ketika kehilangan motivasi

•••

Jaehyun melirik Taeyong sekilas, entah sudah berapa kali kedua matanya mencuri-curi kesempatan untuk mengamati dan memeriksa keadaan lelaki itu. Setelah mengantar Donghae, Yuri dan Wendy ke stasiun tadi, Taeyong lantas tertidur hingga kini mereka berada di persimpangan jalan yang tak jauh dari apartemen tujuan.

"Aegi-ya, apa kau sudah bangun?" Jaehyun mengusap perut Taeyong.

Ada rasa haru dan bahagia ketika ia mencoba berinteraksi dengan bayi dalam kandungan Taeyong. Sebuah rasa yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Se-menyenangkan itu menjadi orang tua, pikirnya.

Laju mobil Maserati Levante berwarna putih itu terhenti tepat didepan sebuah gedung apartemen, bersamaan dengan tidur Taeyong yang perlahan terusik.

"Apa kita sudah sampai?" Lelaki berahang tegas itu menggumam dengan suara seraknya, dan ketika ia membuka mata kedua irisnya melebar seketika.

Jaehyun telah keluar dari mobil terlebih dahulu, bergegas membuka pintu untuk Taeyong lalu membopoh lelaki itu. "Apa kau membeli apartemen disini?" Tanya si submissive sembari mengikuti langkah lelaki yang lebih muda memasuki lobby.

"Hm," Jaehyun bergumam sebelum memasuki lift dan menekan lantai tujuan.

Hanya butuh waktu tak kurang dari empat menit untuk lift itu mengantarkan kedua orang yang tengah dilanda keheningan pada destinasinya. Jaehyun kembali menuntun Taeyong melewati koridor apartemen, mengikuti derap langkah pelan lelaki itu.

"Y-yah!" Taeyong mengerutkan kening saat Jaehyun berhenti didepan sebuah pintu yang tak asing. "Kenapa kau membawaku kesini?" Tanyanya.

"Ini apartemenku," jawab Jaehyun enteng sebelum membuka pintu.

Taeyong masih menetralisir rasa terkejutnya. Ia pun mengikuti Jaehyun yang membawanya ke arah sofa lalu duduk disana. Sedangkan si pemilik apartemen memilih untuk mendaratkan bokong diatas karpet berbulu didepan sofa.

"Jadi kau yang membeli apartemen lamaku?" Tanya Taeyong masih setengah tak percaya.

"Iya, memangnya kenapa?" Si lelaki berlesung pipi mencebik.

"Tidak apa-apa, aku hanya bertanya." Taeyong menjatuhkan bahu pasrah. Ini sama saja jika ia kembali ke hunian lamanya.

Meski Jaehyun nyatanya telah mengganti sofa di ruang tengah dengan yang lebih besar, juga televisi dan beberapa perabotan lain, namun suasana apartemen itu masih lah sama. Semua kenangan baik dan buruk seakan tak bosan berkeliaran dan menyatu bersama atmosfer dalam ruangan.

"Aku mengganti beberapa barang disini," tanpa diberi tahu pun Taeyong sudah tahu. Ia sudah sangat hapal mati dengan letak benda-benda dalam apartemennya. "Tempat tidurmu yang lama juga sudah kuganti dengan yang lebih besar," sambung Jaehyun.

Taeyong lantas menatap lelaki itu penasaran. "Kenapa kau membeli apartemen ini?"

"Agar aku lebih mudah bertemu dengan Minho," jawaban Jaehyun nyatanya tak jauh-jauh dari teman sesama maniak gamenya.

Mengangguk paham, Taeyong menyandarkan punggungnya pada badan sofa. Benda empuk itu lebih nyaman dari miliknya yang dulu.

"Apa aegi ingin sesuatu?" Jaehyun mendongak, memandangi Taeyong sembari memijat pelan betis lelaki itu. Ia seolah telah tahu dan hafal jika si ibu hamil sering merasa pegal.

Meski kemarin Taeyong terbaring nyaris dua belas jam di ranjang rumah sakit, namun seluruh anggota tubuhnya seakan remuk dan ditimpa batu besar.

"Tunggu sebentar, aku akan bertanya pada aegi." Taeyong mengusap perutnya lalu memejamkan mata, sedangkan Jaehyun yang masih setia mendongak padanya lantas melebarkan mulut takjub.

Peter Jung | Jaeyong ✓Där berättelser lever. Upptäck nu