Aku Memanggilnya 'Nekat'

11 0 0
                                    

TIIIN! TIIIN!

"Njay—"

Waduh. Melamun lagi.

Aku melihat lampu lalu lintas sudah menunjukan warna hijau, kemudian aku menyadari ketika mendengar suara klakson dibelakang pertanda bahwa aku menghalangi jalan para pengendara yang mau lewatperempatan didepanku.

Tanpa lama kutarik gas motor andalanku lagi yang sebelumnya berhenti menunggu lampu merah, berjalan lurus melewati perempatan dengan keadaan linglung ketika aku memperhatikan jalan. Pikiranku antara masih nyangkut di dunia hayalan dan nyata sih penyebabnya.

Mungkin ini juga karma karena aku main pergi dan minggat begitu saja ketika sanak saudara menggelar acara pernikahan. Disana aku harus wajib hadir karena orang tuaku juga datang untuk memeriahkan pernikahan, alasannya sih 'Engga enak sama keluarga kalau tidak hadir'. Katanya sih enak bisa makan-makan terus diam duduk aja disana dan memang benar sih, cuma saja aku bosan.

Kalau engga menyalami tamu yang datang, bisa juga mengobrol bersama saudara-saudaraku yang lain sambil duduk bersama. Tapi bahasan mereka selalu kadang membuatku jadi malas untuk ikut gabung, nanti bahas politik lalu tiba-tiba pindah membahas orang lain. Itu yang membuatku lebih sering diam saja mendengar mereka, aku tidak peduli jika dibilang pendiam, kujawab saja hanya dengan sekilas dengan kata 'Iya' atau 'Oh gitu'.

Lalu, kenapa sekarang aku bisa berada di motor dan tidak gabung lagi dengan mereka? Simpel. Aku kabur. Kubilang saja mau beli rokok, padahal aku bukan orang perokok tapi mereka iya-iya saja percaya. Lagipula aku sudah izin kepada Ibuku via Whatsapp, beliau juga santai saja dan membiarkan karena aku juga sudah memunculkan diri setidaknya di acara pernikahan ini.

Langsung saja. Kulari kalang kabut karena sudah cukup siang dan tancap gas sepeda motorku untuk pulang dahulu mengganti baju batik dengan kemeja hitam andalanku yang bisa dipake kerja atau santai. Sesudahnya aku langsung tancap gas lagi menuju pemberhentian selanjutnya yaitu Blok M. Tentu saja, kalau bukan karena rasa penasaranku yang belum puas maka aku setidaknya bisa lebih anteng di acara pernikahan.

Aku selalu melihat Instagram hanya demi melihat.. You know, err.. Mbak Yuzu aja memanggilnya mungkin ya? Iya, mbak Yuzu yang terakhir kali kiriman Instastory-nya dia masih berada di Ennichisai hari ke 2.

Itu mengapa kemarin aku kesal ketika hanya bisa menikmati acaranya hanya sampai siang, karena minggu esoknya yaitu hari ini aku harus datang ke acara pernikahan saudaraku. Kalau hari ini bebas mungkin aku tidak marah-marah pada teman main masa SMP kemarin. Tapi yasudah, toh intinya masih bisa dateng lagi ke Ennichisai di Blok M—meski harus pake acara kabur.

Secara tidak sadar ketika aku melamun lagi memikirkannya, karcis parkir yang kuterima di pintu masuk Blok M sudah tersimpan aman di kantung celana. Tinggal menaruh motor di parkiran dan aku sudah bisa tenang setelahnya, tapi sekarang aku harus sedikit ekstra bersabar saat parkiran motor hampir penuh seluruhnya.

...
...
..
.
.
.

Aku menatap kembali. Pada tempat yang sama. Berdiri tepat didepannya. Ketika keberanian yang harusnya ada namun rasa takut mengalahkannya. Sungguh merupakan kekecewaan yang merujuk kearah kebodohan.

 Sungguh merupakan kekecewaan yang merujuk kearah kebodohan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 13, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Am I a Worshiper?Where stories live. Discover now