Kecewa.

15 0 0
                                    

"Apaan?"

Aku sedikit berteriak ketika mengucapkan itu, dengan bercampur sedikit emosi saat mendengar teman masa SMP-ku mengucapkan kalimat yang membuatku mendadak kesal seketika.

"Gue masuk shift sore. Maksimal gue ada di kantor jam 3 sore, sorry gue engga bilang kalau hari ini tetep masuk kerja."

"Kemarin pas gue Whatsapp bisa  bilang kan, Juminten!" Kembali jawabku agak kasar kepadanya, ada raut takut di wajahnya ketika nada bicaraku naik.

"Gue kira lu cuma sampe siang disini, ya maaf kalau gitu." Balasnya meminta maaf.

Perhatian orang-orang yang berada dekat panggung Pop Stage Ennichisai sebagian ada yang melihat kami bercek-cok, keadaan memang cukup ramai sampai sedikit berdesakan disekitar kami, tapi teriakanku tadi sepertinya mampu memecahkan para perhatian pengunjung semula kearah panggung menjadi ke arah diriku di keramaian ini.

"Lu mau balik jam berapa?" Tanyaku lagi dengan ketus.

"Jam 1 an? Soalnya gue harus prepare dulu di rumah nanti pas udah pulang."

"Ah elah, lu mah."

Kami saling adu argumen cukup lama, tidak ada yang mau mengalah termasuk aku, merasa bahwa event ini hanya dia yang menikmatinya sementara aku cuma menyimak saja.

Sebenarnya aku berencana datang jam 10 dan berangkat dari rumah jam 9 menggunakan sepeda motor karena jarak event cukup dekat dari rumahku, sekaligus mengajak si kunyuk ini. Namun problemanya adalah kemacetan yang kadang tidak bisa kuhindarkan menjadi alasan aku berangkat lebih awal dari jadwal agar aku bisa menikmati event Ennichisai dengan cukup puas selama 1 hari ini.

Awalnya semua berjalan lancar, sedikit agak awal yaitu pukul 9.48 kami tiba dan memakirkan sepeda motorku pada parkiran yang disediakan. Mungkin karena masih agak pagi, stand-stand yang ada di Ennichisai masih cukup sepi, hanya ada beberapa gerombolan orang-orang yang berdiri di tiap stand dan tidak sampai memenuhi jalan.

Tidak sedikit godaan khilaf berencana untuk menghancurkan niatku yang cuma ingin lihat-lihat malah hampir tergoda untuk membeli setiap dagangan yang ada di stand, khususnya stand khusus khilafan mainan action figure seperti Kamen Rider yang benar-benar hampir membuat tanganku selalu ingin mengeluarkan dompet.

Tapi setidaknya aku menikmati acaranya—meski hanya sebentar. Bahkan tujuanku yang sebenarnya datang kesini kurasa akan gagal.

Melalui jalan yang berada di samping panggung Pop Stage, aku mendahului temanku yang berjalan dibelakang. Sengaja agar aku bisa lebih tenang walaupun disetiap langkah kakiku aku selalu menghentak-hentakan sepatuku untuk menyalurkan amarah yang benar-benar sudah—astaga. Aku semakin malas saja untuk tetap disini jadinya.

"Dit, tungguin woi!"

Dia memanggilku, tapi hanya kujawab dengan deheman.

"Elah kayak bocah dih." Kembali ucapnya, yang tidak bisa membaca situasi.

Hampir saja aku balik badan dan mencekiknya saat itu juga. Tapi yang bisa kulakukan hanya berbalik dan menatapnya dengan malas. "Apa?"

"Acaranya 2 hari kan? Besok lagi aja kesini." Tukasnya dengan seenak jidat.

Bener-bener.

Aku mendekatinya dan memegang bahunya. "Gini ya, Boboho cacingan."

"Lu kira gue engga ada kegiatan dengan keluarga besok, huh?" Tanganku meremat bahunya agak keras, sudah ingin rasanya tangan ini menampar keras wajah sok polosnya itu.

"Gue kan cuma bilang buat saran aja." Dia agak risih dengan tanganku yang berada di bahunya. "Lepasin lah, sakit bego!"

"Nah, harusnya lu bilang juga kemarin kalau hari ini lu ada shift sore." Jawabku ketus sambil kembali membahas masalah sebelumnya yang membuatnya diam, merasa bersalah mungkin? Entahlah, biar dia rasain rasa kesalku.

Am I a Worshiper?Where stories live. Discover now