{ 01-03: Mata: Sesuatu yang nggak terlihat. }

Start from the beginning
                                    

Ia mengernyit, lagi-lagi ini semua membuatnya bingung. Terlebih, ia sudah berada di rumah sakit ini selama sebulan, dan selama itu pula kerap terbangun dari mimpi yang sama di malam hari serta mendengar suara-suara aneh nggak berwujud entah dari mana yang bermula pada malam pertama dinyatakan oleh dokter jika kesadarannya berangsur baik.

Awal ia tersadar, gadis itu melihat sekumpulan bayangan putih yang kemudian berubah warna menjadi lebih beragam. Warna-warna itu kemudian membentuk sebuah gambar abstrak. Semakin lama, gambar itu kian menjelas padahal awalnya hanya berupa sebuah titik-titik kecil. Ia terbangun.

Kemudian, berselang beberapa menit, ia merasakan kelelahan yang teramat, matanya seperti tertimpah berbongkah-bongkah batu raksasa dan diperparah oleh sakit kepala yang terus saja menghampiri ketika gadis itu mencoba mengingat apa yang menimpanya.

Terlebih, ia masih terheran-heran ketika orang-orang memanggilnya dengan sebutan Arum sebelum melihat langsung bayangannya di cermin. Sontak ia menjerit, memecahkan kaca dengan pukulan, berakhir pada pemberian injeksi di selang infus. Perlahan, ia mulai terpejam.

Nyawanya bagai dicabut sesaat sebelum akhirnya dikembalikan lagi. Walau kesadarannya mulai menurun, tetapi indera pendengarnya masih bisa menangkap percakapan antar dua orang.

Salah satunya berkata, ''Nona Arum masih dalam tahap penyembuhan, Nyonya. Jadi wajar jika ia sering mengalami halusinasi mengingat bagaimana Nona Arum bisa kembali bernapas setelah dinyatakan meninggal di tempat saat kejadian.''

''Begitu, ya, Dok.'' Suara satunya menimpali. ''saya harap, anak saya bisa secepatnya pulih dan kembali beraktivitas seperti biasa. Ah, iya, kapan anak saya bisa kembali pulang ke rumah, Dok?''

''Saya juga berharap seperti itu, Nyonya. Mungkin beberapa minggu lagi ... itu pun tergantung kestabilan dari kondisi Nona Arum sendiri.''

"Semoga, Dok. Terima kasih sudah berjuang untuk menyelamatkan anak saya.''

''Sama-sama, Nyonya. Tetapi ini semua sudah menjadi kehendak Tuhan. Kami hanya bisa melakukan tugas sebagaimana mestinya. Hasilnya hanya Tuhan yang tahu.''

''Tetap saja, kalian semua sudah berjuang. Sekali lagi terima kasih!''

Selanjutnya ia benar-benar tertidur dengan lelap. Walau begitu, ia sempat melihat bayangan nggak jelas. Benar-benar hal itu menjadi sangat krusial untuk gadis tersebut.

Hingga malam ini, ia kembali terbangun di jam yang sama dengan suara yang sama pula. Sekarang bulir keringat tampak berjatuhan di pelipis, ia meringkuk ketakutan setelah suara aneh itu menguar lagi dan lebih dekat dari yang tadi.

''Sekarang kamu harus banyak istirahat dulu. Tugas kita memerlukan tenaga nantinya, jadi kamu harus menjaga kondisi. Kamu tahu, hanya orang-orang terpilih yang bisa diberi kesempatan oleh Tuhan. Jadi, jangan sia-siakan anugera ini. Kamu juga nggak perlu takut, aku akan membantumu.''

''Tugas? Anugera? Anugera apa? Saya nggak ngerti! Pergi ... enggak, saya hanya bermimpi, sadar Andyra, sadar. Sudah lama kamu tertidur dan bangunlah!''

Gadis itu semakin meringkuk gelisah, jelas sekali ketakutan kian menyanderanya. Ia ingin berteriak, tetapi ditahan mengingat sudah berkali-kali ia lalukan dan berakhir pada ketidak percayaan orang-orang terhadapnya.

Gila ..., enggak, gadis itu masih dalam batas kewarasan, hanya saja suara-suara itu seperti ingin membuat nalarnya terganggu, apalagi dengan kondisinya yang masih linglung sekaligus bingung mendapati kenyataan jika ia berada di tubuh gadis yang sama sekali nggak ia kenal sebelumnya.

''Pergi kamu ... saya bilang pergi!''

Gadis itu terus meracau, mengusir suara itu berulang-ulang, tetapi selalu gagal. Hanya ada suara tawa mengejek yang ia dengar lagi.

Si Penitisan!Where stories live. Discover now