4. New Job

12 3 0
                                    

“Wan, jangan lupa meja nomer lima kosongin jam dua nanti ya.” Gio berkata kepada Wawan yang sedang mempersiapkan resto untuk buka.

Gio memang tidak berhak atas resto ini karena orang tuanya belum menyerahkannya secara langsung. Namun bukan berarti Gio lepas dari tanggung jawab resto ini, dia justru yang bertanggung jawab sepenuhnya dengan apapun yang terjadi yang berkaitan dengan tempat ini.

“Ashiap. Tumben ada yang booking tempat.”

“Alhamdulillah. Itu artinya Moro Resto udah mulai di kenal banyak orang. Harusnya bersyukur dong, Paijo.” Lulu menyeletuk asal.

“Gue kan cuma nanya, Maesaroh.”

“Ya, pertanyaannya gak bermutu gitu.”

“Suka-suka aku dong masa suka-suka kamu.” Sahut Wawan tak mau kalah. Lulu dengan Wawan memang hobi sekali beradu argumen. Tak jarang sampai berujung perdebatan.

“Gitu aja terooss, sahut-sahutan sampe kiamat.” Mamak Jupi tiba-tiba keluar dari arah dapur dengan celemek yang melekat di badannya yang gemuk. Mendengar anak buah dari anaknya ribut ia tak sabar ingin mengomeli mereka. Dia heran mengapa putranya masih saja mempekerjakan mereka yang tiada hari tanpa debat.

“Sadis amat, Mak.” Jawab Wawan dengan sedikit kekehan.

“Udah ah kalian gak usah ribut gitu kayak anak kecil.” Ujar Gio.

“Dedek kan emang masih kecil kakak.” Ujar Wawan dengan wajah melas. Hal itu justru membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan merasa ilfeel.

“Jijik gue, Wan.” Kata Gio sambil bergidik.

Pria berbadan tegap itu kemudian pergi ke dapur menemui Maya. Dilihatnya gadis berkerudung dengan warna capucino yang di padukan dengan setelan sederhana sedang mempersiapkan dapurnya. Sesekali gadis yang sudah dianggap sebagai adiknya membenarkan letak kerudungnya.

“May, hari ini ada yang booking tempat kita. Jadi lo harus masak makana yang enak ya,” ucap Gio menarik sebuah kursi dan mendaratkan pantatnya disana.

“Emang masakan gue biasanya gak enak ya?”

“Ya kalo masakan lo gak enak gak bakal gue tempatin di dapur.”

“Maksud gue yang lebih enak. Yang lebih pro dari biasanya.” Gio menghela napas yang malah dibalas cibiran oleh Maya.

“Tumben-tumbenan resto ada yang booking.” Ceplos Maya.

“Persis kayak Wawan. Dia tadi juga komen begitu. Bookingnya sih udah beberapa hari yang lalu cuma gue lupa ngasih tau lo.”

“Terus hari ini resto gak di buka untuk umum?”

“Ya tetep buka dong. Cuma meja nomer lima kita privat.” Itu artinya dia harus bersiap-siap bertemu dengan kata ‘lelah’.

🌱🌱🌱

Hari sudah agak siang. Pengunjung mulai berdatangan ke Moro Resto sedikit demi sedikit. Ada yang hanya bersama pacar, sanak saudara, gebetan dan lainnya. Hal ini membuat semua karyawan mulai kalang kabut menghadapi konsumen yang memanggil dari berbagai arah karena Moro Resto tidak mempunyai banyak karyawan.

“May, konsumen di meja nomer lima minta menu andalan kita nih.” Wawan menyerobot ke dapur yang didalamnya sedang ramai orang memasak.

“Emang kita punya menu andalan?”
Tanya Wawan dengan bulir-bulir keringat yang mulai membasahi pelipisnya.

Maya mengeryit.

“Kita kasih masakan baru gue aja gimana?” Usul Maya.

“Masakan baru?” Maya mengangguk antusias.

InterestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang