Chapter 1: Papa's Plan

32.6K 1.6K 82
                                    

Pagi ini suasana di rumah sibuk karena mas Tarjo belum juga datang ke rumah untuk mengantarkan papa ke airport. Papa sudah mencoba untuk menelepon mas Tarjo berkali-kali tapi tidak juga diangkat. Jika 10 menit lagi mas Tarjo belum datang, aku sendiri yang akan mengantarkan papa. Jika saja hari ini bukan hari minggu, pasti papa akan dengan mudah mencari pengganti mas Tarjo untuk mengantarkanya. Papa mempunyai pabrik yang memproduksi kain katun. Dengan pegawai sebanyak 50 orang, tidak akan sulit mencari pengganti mas Tarjo jika ini adalah hari bekerja.

 

“Apa?! Kamu kecelakaan?” Tanya papa kaget saat menerima telepon.

 

“Gimana bisa?” Tanya papa lagi. Sepertinya dia pusing mendengar kabar berita itu.

 

“Ya sudah. Kamu istirahat saja.” Kata papa lagi. Kali ini dengan nada pasrah.

 

Aku bersiap-siap bangun dari sofa dan mengambil kunci mobil. Tanpa disuruh-pun aku sudah mengerti bahwa aku harus mengantarkan papa ke airport untuk menggantikan pak Tarjo yang masuk ke rumah sakit. Mbak Ina dan mbok Inem membawa koper-koper besar papa ke dalam mobil BMW seri 5 dengan model modern milikku itu. Aku akhirnya berhasil membelinya setelah fashion show bulan lalu berhasil sukses.

 

“Ta, ganti baju gih. Masa keluar pake kaos sama celana pendek gitu?” Papa menyuruhku untuk mengganti bajuku.

 

“Ih papa. Kan cuman mau ke airport doang. Ngga usah pake baju bagus-bagus. Nanti juga keringetan.” Kataku mencari alasan. Aku memang malas sekali mengganti bajuku.

 

“Tetep aja. Kamu kan designer terkenal. Kalo ada yang liat kamu kayak gini, ntar siapa yang mau beli baju kamu lagi?” Tanya papa.

 

“Biarin aja. Lagian kan cuman ke airport sebentar, habis itu juga pulang lagi. Males ganti baju.” Kataku menolak suruhan Papa.

 

“Ckckck. Anak papa satu ini ngga pernah bisa dibilangin deh.” Kata papa pasrah. Sepertinya papa sudah hafal sekali dengan sifatku yang keras kepala.

 

“Udah ah yuk pergi. Ntar papa ketinggalan pesawat lagi.” Kataku mengalihkan pembicaraan.

 

Akhirnya kami masuk ke dalam mobilku. Aku menyetir ke arah airport dengan cepat karena jalanan yang sepi. Papa berkali-kali menyuruhku untuk pelan-pelan karena takut. Setelah sampai di airport aku segera menuju parkiran mobil yang ternyata sudah lumayan penuh.

 

“Ngapain sih pake parkir segala. Kan di drop di depan aja bisa.” Kata papa complain.

 

“Trus papa geret koper-koper sendiri gitu? Ngga ah. Kan papa udah tua.” Kataku sambil mengejek papa. Papa yang gendut itu memang sudah tua karena dia telat menikah dulu. Aku tak tega jika menyuruhnya menarik kedua koper ini seorang diri. Aku sendiri heran kenapa papa membawa koper sebanyak ini hanya untuk pergi ke Singapore.

 

“Menghina kamu. Begini-begini kan papa laki-laki pasti lebih kuat dari kamu.” Kata Papa percaya diri.

PixieWhere stories live. Discover now