72

456 13 4
                                    

“RIVAAAAA.......”

Teriakan Iran terhenti begitu melihatku sedang makan bersama Kak Andra. Aku sendiri lantas berhenti menyuap begitu melihat Iran, Lita, dan Icha berdiri di depan pintu ruang UKS.

“O em jii,” mereka bergumam sejenak. Tidak percaya dengan yang dilihatnya. Sama, aku juga nggak percaya kalau aku bisa makan bareng Kak Andra seperti ini.

“Eh, ngapain bengong di situ? Masuk kelesss,” ujarku setelah berhasil menguasai diri.

Kulirik Kak Andra sekilas. Ia terlihat membereskan kotak makannya karena memang ia sudah selesai makan, lalu berdiri menuju meja tempatnya menulis tadi. Iran, Lita, dan Icha lantas berjalan menghampiriku.

“Lo kenapa, Beb?” tanya Icha menempelkan punggung tangannya pada dahiku. Meraba suhu tubuhku.

“Gue gak demam kok, Cha. Tadi gue pingsan aja trus kepala gue sakit,” jelasku.

“Ya ampun Va, tadi gue khawatir tau gak sih selama belajar? Gak konsen gue,” ujar Iran khawatir sambil merangkulku.

“Lo gimana sekarang? Kepala lo masih sakit gak?” tanyanya mengamatiku.

Aku menggeleng sambil tersenyum pelan.

“Udah baikan kok. Tadi gue abis minum obat juga.”

Iran lalu mencuri pandang ke arah Kak Andra. Matanya menyiratkan banyak pertanyaan, tapi ia belum berkomentar apa-apa.

“Eh Va, lanjut makan aja, gak papa,” sahut Lita menunjuk makananku, “Tanggung tuh dikit lagi. Biar lo cepet sembuh.”

Aku mengangguk. Dalam dua suapan, makananku sudah habis tak bersisa. Lita membantuku membuang kotak nasi itu di tempat sampah di dekat meja Kak Andra. Cowok itu tengah menulis lagi, melanjutkan aktivitasnya yang tadi saat aku belum siuman.

“Jadi lo masih harus istirahat di sini, Va? Kapan bisa balik ke kelas?” tanya Iran.

Aku mengangkat bahu, tapi kemudian Kak Andra menyeletuk, “Kalo gak ada keluhan lagi, Riva udah boleh ke kelas.”

Kami berempat kompak menoleh ke arah Kak Andra. Ia masih tetap menulis.

“Beneran, Kak?” tanyaku memastikan.

Kak Andra menoleh sejenak padaku. “Kamu kan udah makan, jadi udah aman.”

Ketiga cewek di hadapanku saling berpandangan. Aku hanya manggut-manggut, lalu turun dari ranjang UKS. Tepat saat itu Kak Diana sudah kembali ke ruangan. Benar dugaanku, saat kulirik Iran, ia sama terkejutnya denganku saat melihat Kak Diana.

“Gimana, Riva? Udah baikan?” tanya Kak Diana tersenyum manis.

Aku mengangguk. “Udah Kak. Aku pamit balik ke kelas ya Kak.”

“Okey. Tapi kalo ada apa-apa, langsung ke UKS lagi aja ya.”

Aku mengangguk lagi. Setelah itu aku meminta Iran, Lita, dan Icha untuk segera keluar dari ruang UKS. Baru sedetik menghirup udara luar, Iran langsung bertanya tanpa basa basi, “Va, kok bisa.....?”

“Ssssst, nanti gue jelasin. Jangan di sini tapi,” aku menempelkan telunjuk di depan bibir, meminta Iran untuk tidak berisik.

“Gimana kalo ke kantin aja? Ini kan jam istirahat,” seru Icha, dijawab dengan anggukan kami serentak.

“Tapi gue pesen minum aja, gue kan udah makan.”

“Iyaaaa, yang sakit mah bebas!”

Baru selangkah dua langkah, seseorang memanggilku dari belakang.

Cinta Datang TerlambatNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ