PM | Chapter 11

7.9K 1.3K 89
                                    


Didedikasikan untuk pembaca yang masih setia menunggu unggahan terbaru “Prince and Me”.

“Kau yakin baik-baik saja?” Annelise tampak sedikit lebih tua dengan dahi yang berkerut terlalu dalam. Sorot matanya memancarkan kecemasan yang begitu kuat, tapi tidak sekuat milik Nord yang justru mendominasi seisi kamar Brianne—tempat perempuan itu kini terbaring lemah di kasur. Tentu saja dengan pakaian yang kering. Dua adik cantik Nord yang membantu Brianne menyingkirkan bajunya yang basah.

“Kurasa lebih baik kita pulang sekarang.” Nord lagi-lagi memaksakan idenya. “Aku bisa lihat separuh jiwanya lenyap. Mungkin terbawa ombak yang menggulungnya—ah, kalau saja kau tidak bertingkah seperti anak umur lima tahun yang selalu membantah dan—”

“Hentikan, Nord. Kau membuatnya semakin terlihat akan mati.” Josephine menyela. Sungguh hal yang tidak biasa melihat perempuan itu dengan berani menentang kakaknya.

Brianne tampak semakin menyedihkan dengan suara tawa yang dipaksakan. “Haha… ayolah, I'm fine.” Lalu ia pun terbatuk-batuk. “Oh, kecuali bagian dalam mulutku yang penuh garam. Apakah aku bisa mendapatkan segelas air lagi?”

“Aku akan mengambilkan lima teko air kalau begitu.” Annelise berbalik, melangkah keluar kamar setelah sebelumnya menyenggol siku Josephine dan Stephanie yang tampak bodoh karena tidak memahami kode yang diberikan ibu mereka. “Oh, come on!”

“Ibu ingin kalian mengikutinya agar aku bisa berduaan dengan tunanganku.” Nord menjelaskan dengan sangat baik apa yang diinginkan ibunya.

Stephanie dan Josephine sontak membulatkan mulutnya, lalu keluar nyaris bersamaan setelah sebelumnya melempar tatapan jenaka pada Brianne yang salah tingkah.

Salah tingkah?

Yeah.

Brianne yang menentang pertunangannya dengan Nord kini merasa salah tingkah di depan pria itu.

Bagaimana bisa?

Tanyakan saja kepada peri-peri kecil yang kini sedang beterbangan bersama kupu-kupu di dalam perut Brianne. Apa yang sebenarnya mereka lakukan hingga dirinya kini jadi salah tingkah di depan Nord.

“Jujur, aku lebih suka kita kembali sekarang juga.” Nord mengangkat dagunya. Tatapannya lurus mengarah kepada Brianne, membuat perempuan itu refleks menarik selimut lebih tinggi. Entah, ada sepercik rasa menggelikan yang memerintahkan tangannya berbuat demikian; menutupi sebagian wajahnya, agar Nord tidak menertawai pipi Brianne yang memerah.

“Ayolah, aku tidak ingin buru-buru kembali bertemu si Penjaga Neraka—jangan tersinggung, Nord. Kau tahu aku tidak mengatakan itu sungguh-sungguh untuk Agatha.” Brianne menyibak sedikit selimutnya untuk melihat reaksi Nord. Pria itu tampak biasa saja. Aneh rasanya mendapati dirinya sendiri berusaha mati-matian untuk tidak membuat pria itu marah. Oke… ini mulai terlihat tidak biasa…. don't tell me you dare to bend your knees for him, Heart!

I mean, look at him! Dia orang yang menyebalkan, pria yang bahkan tidak ingin kaunikahi meskipun dia satu-satunya pria di dunia ini. Wake up, Bri! Bisa-bisanya kau menurunkan standarmu hanya karena dia menyelamatkanmu dari ombak sialan itu?!

Oke, itu bukan hanya “karena”. He saves your life. Bear with it. That's the truth.

“Tidurlah. Aku akan membangunkanmu saat makan malam nanti.” Menyudahi kegiatan bersandar di dinding kamar Brianne, Nord melangkah pelan menuju tirai-tirai yang masih terbuka, lalu menutupnya. “Atau kau ingin aku membawakan makananmu ke kamar?”

Brianne menggeleng. “Tidak perlu. Bukan hanya aku di sini yang butuh istirahat.”

“Kalau begitu, aku akan kembali ke kamarku.” Nord memasukkan kedua tangannya di saku.

Tatapan sendu Nord memancing Brianne berkelakar. “Kurasa kau melupakan sesuatu.”

Nord menggagalkan langkahnya. “Melupakan sesuatu?”

“Kudengar pria Westscarlett adalah tipe pemuja yang romantis. Seharusnya aku pantas mendapatkan satu ciuman kecil untuk membuktikan kabar itu bukan?” Brianne memajukan bibirnya, menyerupai moncong bebek.

Nord seolah mematung.

Brianne buru-buru meralat candaannya. “Er, kenapa wajahmu begitu? Ayolah, aku hanya sedikit menggodamu, karena Nord yang sekarang ada di kamar ini bersamaku terlalu lama menyembunyikan sosok menyebalkan yang biasa ditunjukkan saat menjahili—” Kedua mata Brianne nyaris lompat dari tengkoraknya. “—ku….”

Brianne memegangi dahinya yang terasa panas. Barusan, Nord membubuhkan kecupannya di sana. Hanya sesaat, mungkin tidak genap dua detik. Pria itu melakukannya dengan cepat, tapi bekasnya seakan tidak dapat hilang untuk waktu yang lama.

“H-hei, Nord….” Brianne kehilangan kata-kata.

What? Kau berharap aku akan menciummu di bibir?”

Brianne menaikkan sebelah alisnya, lalu mengulas senyum yang menukik. “Aku berani bertaruh kau tidak akan berani.”

“Kau yakin?” Nord menurunkan kedua tangannya di sisi tubuh Brianne, lalu merundukkan kepalanya lebih dalam. Hidungnya nyaris bersentuhan dengan hidung Brianne. “Aku bisa saja melanjutkan ini.”

Brianne mulai berandai-andai, kalau saja di kasurnya sekarang tiba-tiba muncul sebuah lubang yang menghubungkannya dengan tempat mana pun untuk kabur seperti di buku ‘Alice in The Wonderland’, ia tidak akan segan-segan melompat ke dalam lubang.

Masalahnya, Nord yang berjarak beberapa senti saja dengan dirinya kini adalah sebuah kenyataan. Dengan kedua tangan kokoh pria itu yang memagari tubuhnya, bagaimana bisa Brianne melarikan diri? Mendorongnya? Dan melewatkan kesempatan jika akhirnya pria ini akan mencium—oh, astaga, Brianne! Mau kau taruh mana harga dirimu?!

“Sedang apa kau dan pikiranmu di dalam kepalamu?” Pertanyaan Nord membawa Brianne kembali dari perdebatan yang belum usai dengan Dewi Batinnya. “Mencoba memutuskan apakah kau akan membiarkanku menciummu atau menolakku?”

“Have you decided on kissing me or denying that you want to?”

.
.
.
Cium gak ya? Komen dan vote jangan lupa :3

Btw, bayangin tampang Nord kayak gini pas nanya gitu:


Prince and Me Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon