PM | Chapter 7

8.4K 1.5K 23
                                    


"Baiklah, Frank. Katakan padaku, apa saja alasan yang cukup kuat untuk menahanku tidak memukul kepala pria berengsek itu sampai ia tersungkur." Brianne menyondongkan kepalanya ke kiri, sambil tetap menjaga dagunya tegak. Gerakan bibirnya saat berbisik kepada Frank nyaris tidak terlihat.

Frank, yang kini ditugasi melayani Brianne selama ia menikmati camilan sore, membungkukkan punggungnya lalu membalas bisikan Brianne. "Pertama, Pangeran adalah calon suami Nona. Kedua, masalah yang nanti timbul hanya akan menjadi senjata untuk diri Nona sendiri. Ketiga, Yang Mulia Puteri Agatha akan senang memberikan Anda hadiah istimewa begitu mendengar berita tentang Nona memukul Pangeran."

Brianne memejamkan mata dalam gerakan lambat, sambil menarik napas dalam-dalam. "Fiuh... terima kasih, Frank. Jangan beranjak dari sisiku, kecuali kau ingin kesabaranku habis sebelum mencapai batasnya." Perempuan itu membuka matanya, lalu melemparkan senyum manis kepada para orang tua—yang tidak ia ketahui namanya—yang sedang menertawakan dirinya usai Nord menceritakan kembali insiden 'Brianne Berputar-putar Bersama Kuda'.

"Nenek... aku benar-benar ingin mencekiknya..." gerutu Brianne. Josephine yang mendengar gumaman calon kakak iparnya itu, buru-buru mengusap-usap punggung Brianne guna menenangkannya.

"Jangan tersinggung, Nona manis. Hanya saja, sudah begitu lama sejak terakhir kali Agatha memperhatikan seseorang." Salah seorang dari para tua mengibaskan tangannya, menarik perhatian Brianne untuk balas memandangnya. Josephine membisikkan, bahwa perempuan tua yang baru saja mengajak Brianne berbicara adalah istri salah seorang Menteri, Madam Loydel.

"Sama sekali tidak, Madam." Brianne menganggukkan kepala sedikit, lalu tersenyum, sementara Madam Loydel melebarkan kipasnya dan sekali lagi tertawa keras.

Brianne melirik ke arah Nord yang tampak sedang menutupi mulutnya. Sudah pasti dibalik tangannya itu, Nord sedang melakukan hal yang sama seperti Madam Loydel. Brianne memutar bola matanya, mengembuskan napas jengah, kemudian mengambil cangkir tehnya dan menghabiskan isinya dengan cepat.

Josephine dan Stephanie sengaja memalsukan suara batuk agar bunyi 'gluk' yang dihasilkan tenggorokan Brianne tidak terdengar oleh orang lain. Setelahnya, Stephanie benar-benar terbatuk-batuk begitu melihat sosok Agatha tiba-tiba berdiri di sampingnya.

"No need to." Tangan Agatha menunjukkan isyarat 'berhenti', saat ia mendapati beberapa orang sudah hampir berdiri untuk memberinya hormat, termasuk Nord salah satunya. Tunangan—yang tidak diharapkan—Brianne itu lalu kembali duduk saat Agatha membisikkan sesuatu di telinga Brianne.

Apa pun itu, yang pasti... wajah Brianne tampak tidak senang.

***

"Apa yang kaulakukan di sini?" Brianne melipat kedua lengannya di depan dada. Perempuan itu sama sekali tidak menyadari tatapan jenaka Nord yang menatap ke bagian tubuhnya yang sedikit membusung itu, karena ia sedang terlalu marah.

Nord yang sedang berbaring di kasur Brianne, segera mengangkat punggungnya dan duduk. "Hmm... bolehkah aku menebak-nebak apa saja yang Nenek lakukan?"

"Duh... tak perlu. Aku bisa merincikan semuanya secara detil." Brianne mendengkus, lalu mulai mengambil langkah lebar-lebar. "Pertama, dia menarikku keluar dari taman belakang sebelum aku menghabiskan camilanku—oh, tentu saja kau tahu ini, kaumelihatku terpaksa mengikutinya, bukan? Kedua, dia menyuruhku menata ulang buku-buku di ruang baca pribadinya yang sudah lama tidak ia datangi—on this dress! Bisa kaubayangkan? Naik-turun tangga dengan gaun berat sialan ini. Perpustakaannya bahkan lebih besar dari ruang tengah di rumahku."

Nord mengangkat sebelah sudut bibirnya, nyaris tidak bisa menahan tawa. Tapi begitu Brianne mendaratkan lirikan sinisnya kepada Nord, alih-alih semakin segan, pria itu justru tidak kuasa untuk tidak melepaskan tawanya.

"Tertawalah, Nord." Lagi-lagi Brianne menggunakan aksen aneh saat menyebut nama Nord. Kali ini, pria itu sengaja mengabaikan tingkah Brianne yang satu itu.

Nord menjepit ujung hidungnya saat Brianne tanpa ragu-ragu merebahkan diri di sampingnya. "Kau bau," ujar Nord.

"Oh, yeah? Jadi kau berniat membatalkan pertunangan kita? Aku setuju!" Brianne menjawab Nord seraya memejamkan matanya. Dia tahu betul badannya kini memang sedang menguarkan bau tak sedap; keringat bercampur debu. Seingat Brianne, sempat ada sarang laba-laba yang tersangkut di rok gaunnya juga. Semoga saja penghuninya tidak ikut merayap di gaunnya.

"Omong-omong, kau belum menjawabku. Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Brianne, kali ini dengan mata terbuka. Ia nyaris terlonjak saat mendapati Nord ternyata sedang menatapnya. "H-hei, hentikan itu." Brianne merasakan kedua pipinya bersemu, sehingga ia memutuskan untuk memunggungi Nord. Wajahnya kini menghadap ke arah pintu kamarnya yang belum tertutup sempurna. Sekarang, kekhawatirannya kegugupannya bertambah; bagaimana kalau ada orang yang melihat Nord berada di kamarnya? Salah. Di ranjangnya bahkan!

"Hanya sedang ingin berkunjung." Nord membuat kasur bergelombang saat ia menurunkan kedua kakinya, dan meninggalkan Brianne di kasur sendiri.

Brianne sontak bergerak ke arah yang berlawanan, mengira tunangannya itu sudah berjalan menuju pintu. Ternyata, Nord masih berdiri di sisi kasur tempatnya berbaring sebelumnya, dan masih setia menatap Brianne. Berusaha menjaga imejnya, Brianne pun membalas tatapan Nord. "Waktu berkunjung sudah usai, Tuan. Sekarang, keluar. Aku ingin mandi."

Nord tanpa diduga setengah merangkak ke atas kasur, dengan hanya sebelah kakinya. Terdengar suara pekikan Brianne yang membuat Nord mengulas senyum jenakanya lagi. "Aku bisa membantu menggosok punggungmu."

"Kau sungguh baik—" Brianne tersenyum dalam-dalam sampai kedua matanya ikut menyipit, lalu seketika ekspresi wajahnya berubah. "No, thank you." Brianne mengulurkan tangannya, mendorong wajah Nord menjauh.

Sementara tawa Nord masih mengudara, Brianne bergegas melarikan diri menuju kamar mandi.

Setidaknya, di dalam sana, Nord tidak bisa mendengar degup jantungnya yang kelewat kencang. 

Prince and Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang