Waktu Yang Tepat Untuk Kabur Adalah Saat Semuanya Jadi Gila

412 45 0
                                    

Sunarti mengamati saja empat istri muda yang semakin hari semakin gila. Di suatu malam yang panjang, saat ayahnya sedang pergi ke luar kota, Sunarti tidak bisa tidur karena mereka gaduh sekali. Melenguh-lenguh seperti kucing kawin. Sebal dan penasaran, Sunarti mengintip dari lubang pintu, benar saja, mereka sedang kawin. Sunarti membelalak, mereka sedang dikawini sosok hitam. Sosok hitam mengkilat. Seperti pakai spandeks kulit yang mengkilat. Mengerikan. Sosok itu punya penis empat. Bukan. Pinggulnya membentuk empat sisi. Setiap sisinya punya penis. Gerakannya maju mundur kiri kanan menggarap empat istri. Setelah selesai, tiga jam setelahnya, sosok hitam itu berubah jadi sosok manusia berpenis satu. Pakaiannya necis seperti model iklan. Tampan. Hidungnya mancung. Dia lenyap dengan menembus tembok. Besok malam dia datang lagi. Selama satu bulan lamanya. Setiap malam dia datang. Bikin gaduh rumah dengan birahi para istri.

Kadang pintu kamar terbuka lebar. Para istri tidak peduli. Sunarti melihat sosok hitam itu tersenyum. Senyum di balik topeng hitam kulit mengkilat. Dia menunjuk Sunarti. Membuatnya terpaku di tempat. Sunarti menggigil, merinding sejadi-jadinya. Itu terjadi hampir setiap malam. Sunarti seperti terdorong untuk keluar kamar malam-malam dan menyaksikan kegiatan itu. Dia terpaku. Mengucurkan keringat dingin. Suara tawa si sosok hitam menjilat udara di sekitarnya. Di malam terakhir, sebelum ayahnya pulang membawa harta yang banyak dan berita pencalonan presidennya, sosok hitam itu menghampiri Sunarti. Napasnya hangat. Sosok itu mengendus-endus tubuh Sunarti, dari jempol kaki sampai ubun-ubun. Perlahan-lahan sosok itu melepas topeng kulit elastis mengkilatnya. Menampakkan wajah tampan seorang pangeran. Hidungnya mancung. Senyumnya bagus. Sunarti berdebar. Tak pernah dia melihat lelaki setampan itu. Sosok itu menyentuh kening Sunarti dengan hati-hati pakai jari. Lalu dia lenyap begitu saja.

Sunarti basah oleh keringat. Terutama, basah di antara dua paha.

Hari-hari berikutnya semenjak ayahnya pulang dan membawa banyak orang yang katanya adalah pendukung dan pengusunya jadi calon presiden, cukup berubah. Empat istri birahi tinggi minta minta untuk dijamah oleh ayahnya. Tapi ayah kelewat capek dan terlalu fokus kampanye. Ayah membelikan mereka masing-masing vibrator jumbo. Setiap malam kini, Sunarti menyaksikan empat istri itu memasukkan vibrator ke kemaluan. Mereka mengejang seperti orang kesetrum. Suatu waktu saking intensnya mereka menuruti birahi, dua di antara istri itu kejang-kejang sampai mulut berbusa, kemaluannya tak berhenti memancurkan air kencing. Sunartilah yang harus mengepel lantai kamar dan mengganti seprei.

Di lain waktu, ayahnya mempersilakan para pendukung dan pengusungnya untuk menggilir empat istri mudanya. Sementara itu ayahnya mencari istri baru untuk jadi alat jual. Seorang calon presiden harus punya istri yang menawan. Pak Kades mencari yang bernuansa mahal. Ke mana pun kampanye, istri baru itu ikut.

Pak Kades gencar menyambangi setiap daerah. Terutama sowan ke abah abah sakti di setiap penjuru nusantara. Meminta restu untuk naik jadi pemimpin negeri. Namun, kedatangannya selalu tertolak. Abah-abah sakti di setiap penjuru negeri, membuatnya tersesat terus sehingga tak pernah sampai tujuan. Padahal peta menunjukkan jaraknya tinggal seratus meter lagi. Tapi Pak Kades tak pernah sampai. Akhirnya, Pak Kades menyambangi situs-situs pesugihan yang lain. Dia meminta restu kepada jin-jin di sana.

Masa kampanye selesai dan pemilu semakin dekat. Survei-survei yang beredar membuatnya naik pitam. Pasalnya Pak Kades dan wakilnya menduduki tempat terbawah. Bahkan tidak mencapai sepuluh persen. Menyedihkan. Menyebalkan. Pak Kades menuduh lembaga-lembaga survei itu bayaran. Semuanya sudah diatur. Maka dengan sekali pesugihan lagi. Pak Kades membentuk lembaga survei sendiri dan menyuap stasiun televisi untuk menyiarkan survei miliknya. Yang angkanya melebihi angka calon presiden yang unggul sebelumnya. Berita yang menyusul kemudian di televisi-televisi lain membuatnya naik pitam sehingga dia berani membayar para penembak jitu untuk membunuh para penyiar berita. Dia dituduh curang dan melakukan politik uang.

Pak Kades, atas bisikan para pendukung dan pengusungnya, melakukan konferensi pers dan mengaku tengah dizalimi oleh sistem.

Banyak yang bilang Pak Kades halusinasi. Seharusnya dia tidak usah ikut mencalonkan diri saja. Banyak orang tertawa di belakangnya. Mengatainya gila.

Fajar sebelum pemilu tiba, rumah-rumah di desa dan beberapa desa sebelah kedapatan bingkisan, berupa uang dan sebuah kotak selayaknya kotak perhiasan. Agak susah dibuka, maka warga menggeletakkannya saja sembarang di rumah. Warga lebih senang dengan amplop berisi duit.

Pemilu berlangsung. Hitung cepat mulai menunjukkan proyeksi hasil. Pak Kades naik pitam. Di tempat pemungutan suara di desanya, suaranya nol. Di desa sebelah juga. Nol suara. Dengan membawa massa pendukungnya, Pak Kades mengacak-acak TPS di desa. Dia bahkan mengancam akan membakar TPS kalau sampai sore suaranya tidak naik.

Sampai sore. Suaranya tetap nol. "Lha mau bagaimana, memang ini hasilnya. Ini suara rakyat."

Pak Kades tidak terima. Dia pulang dan kembali membawa jerigen isi bensin. Petugas TPS sudah menghubungi polisi. Kertas suara basah tersiram bensin. Pak Kades dan para pengikutnya belum sampai menyulut api, polisi sudah datang membekuknya.

"Lihat saja kalian nanti!"

"Ya, akan kami lihat." Ucap Mat Samsi yang jadi ketua TPS. Mereka sudah muak dengan Pak Kades tak tahu diri nan gila itu.

"Kegilaan Karti Benguk dulu, kemungkinan karena ayahnya sendiri." Ucap petugas TPS yang lain.

Dari jauh, Mbok Sinawang menyaksikan itu sambil tertawa setengah mampus. Mungkin ini yang dimaksud oleh si genderuwo tampan.

Di antar kekisruhan konyol itu Sunarti berhasil kabur dari rumah. Dia sudah punya dorongan kuat. Ini kesempatannya. Mumpung semuanya jadi gila. Empat istri gila. Ayah gila karena gagal menang. Sunarti kabur tengah malam. Dia lenyap ditelan kabut di jalan setapak.

Sunarti berpindah tempat. Tepatnya berpindah ke alam lain. Di tempat antah berantah, dia bertemu lagi dengan ibunya yang semakin cantik dan sehat. Dia juga bertemu kakaknya, Sukartini. Wajahnya persis seperti foto-foto di selipan dompet penjaga warung yang pernah dilihatnya. Seketika ingatannya pulih.

"Sudah kubilang kita akan bertemu lagi."

"Ibu, Kakak, aku kangen."

"Kami lebih kangen."

SETAN LEWATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang