Cerita Tentang Kegilaannya dan Pemuda Yang Pengin Jadi Batu Karena Malas

549 53 2
                                    

Perempuan-perempuan dari pasangan gelap yang bercinta di semak-semak, telah dikembalikan oleh genderuwo. Kawin kontraknya sudah selesai. Genderuwo punya istri baru. Yaitu Sulastri. Anak kedua Pak Kades. Perempuan-perempuan sial itu pulang ke rumah dan mendekam gila. Mata mereka kosong. Percintaan tak manusiawi yang dilakukan genderuwo membuat kemanusiaan mereka tercerabut. Terlalu ganas. Terlalu nahas.

Rupanya genderuwo lebih senang dengan Sulastri. Walau anak kedua Pak Kades itu tak cantik-cantik amat, juga tak semok semok amat. Genderuwo malah sayang padanya. Bahkan, genderuwo tak mau segera menyetubuhi Sulastri. Raksasa gaib berbulu itu lebih memilih menimang-nimang Sulastri, mengecupnya, membelainya, memanjakannya. Sulastri sendiri, takut setengah mampus. Tapi lama kelamaan, luluh juga. Pemandangan menjijikkan tentang ayahnya yang suka onani membayangkan janda-janda muda membuatnya ogah pulang ke rumah. Biar saja Sunarti si bungsu yang mengurusi ayah.

Menghilangnya Sulastri, tak seheboh menghilangnya Karti Benguk dulu. Mbok Sinawang memberitahu warga, "Sulastri diambil genderuwo. Itu lebih baik daripada dia diperkosa kolor ijo Karjo celaka itu."

Orang-orang sudah melupakan Karjo si Kolor Ijo. Sudah tamat dia. Kerusakan yang disebabkannya bahkan tak sebanding dengan kematiannya. Karjo harusnya disiksa seumur hidup tanpa diijinkan mati. Keenakan dia dihajar massal lalu mampus begitu saja. Kegilaan yang melanda ratusan korban perkosaan kolor ijo, lebih parah dari mantan pengantin genderuwo. Selentingan ucapan melintas di udara, banyak yang menyebut peristiwa itu sebagai wabah Karti Benguk. Di warung-warung kopi, warga mengingat kegilaan yang melanda Sukartini. Mereka ingat, Sukartini selalu meneriakkan sebuah nama. Karno Bangir. Berima dengan nama itu, akhirnya warga menjuluki Sukartini dengan Karti Benguk. Sukartini masih muda belia. Usia-usia anak SMP. Tapi sudah gila karena lelaki.

Itulah cerita yang banyak dipercayai warga. Karti Benguk gila karena cinta. Cinta kepada laki-laki bernama Karno Bangir yang tidak ketahuan wujud dan keberadaannya.

"Bisa jadi Karno Bangir yang dimaksud adalah dari bangsa jin."

"Bisa jadi Karno Bangir yang dimaksud adalah hantu halimun. Gak kelihatan."

"Bisa jadi Karno Bangir cuma ada di imajinasinya. Karti Benguk sudah sakit jiwa dari lahir."

"Bisa jadi Karno Bangir yang dimaksud adalah si genderuwo di semak-semak pinggir lapangan itu. Kalau sudah terikat kawin dengan dia, bisa gila seumur hidup."

"Mungkin itu yang memang terjadi."

Siapa berkata apa, siapa bercerita apa, sampai memburam kebenarannya. Cerita-cerita tentang awal mula kegilaan Karti Benguk, menjalar liar.

"Bisa jadi, Karti Benguk lagi santai sore hari lalu dikencingi tuyul. Masuk dari lubang hidung dan menjangkiti otaknya."

"Bisa jadi itu bukan perkara cinta. Tapi perkara ujian sekolah yang susah bukan main."

"Bisa jadi, Karti Benguk menghantamkan kepalanya ke batu nisan keramat kuburan sebelah kebun itu."

Yang dimaksud adalah kuburan leluhurnya Mbok Sinawang. Leluhur-leluhur yang dianggap menganut agama setan. Yang dulu matinya dibakar hidup-hidup oleh warga yang kerasukan amarah. Sesungguhnya pencetus kalau leluhur Mbok Sinawang harus dibakar itu terinspirasi oleh nasib para penyihir di jaman lampau, di luar nusantara. Saudara-saudara Mbok Sinawang yang masih utuh dahulu, menguburkan para leluhur di kebun. Upacaranya membuat warga takut. Mereka menguburkan para leluhur mereka dengan membasuhi tanah dengan darah. Langsung dari sumber. Langsung dari nadi yang dikoyak paksa. Akhirnya, mereka ikut bergabung ke liang lahat. Meninggalkan Mbok Sinawang sebatang kara hidup di desa yang penuh orang gila. Gila sekali cara bersikap dan memutuskan. Buta kebenaran. Buta kebenaran versi lain.

Dan batu nisan yang dianggap paling keramat itu adalah dari leluhur yang dianggap paling berbahaya. Gila dan berbahaya. Gila dan perkasa. Tapi toh mati juga. Bocelan pada batu nisan itu memperkuat teori kegilaan Karti Benguk. Bahwa bocelan itu akibat Karti Benguk membenturkan kepalanya sendiri di situ.

Warga yang kadang lewat kebun itu, mengaku suka mendengar bisikan-bisikan gaib untuk melakukan yang tidak-tidak. Bisikan itu menyerupai undangan untuk bergabung dengan pesta bawah tanah. Pesta di kuburan. Belum sampai bisikan itu dituruti oleh warga yang mendengar, mereka sudah kalang kabut takut dan menggigit jari biar tidak semaput.

Mereka yang mengaku pernah mengalami kejadian itu suka bilang, "Bisikan itu mengajak kita pada maut." Caranya dengan membenturkan kepala ke setiap batu nisan yang dirancang melancip di puncak. Alat tepat untuk menamatkan riwayat.

Harusnya dengan bocelan-bocelan pada batu nisan paling keramat itu, Karti Benguk sudah mati. Mbok Sinawang geram mendengar cerita-cerita ngawur itu. Dia tidak pernah melihat Karti Benguk beredar di kebunnya. Mbok Sinawang yakin akan hal itu. Dia punya celepuk yang senantiasa mengawasi kebun dari dahan tinggi pohon kapuk.

Tentang nama yang suka dilolongkan Karti Benguk tengah malam, jadi bahan olok-olokan. Misalnya, ketika ada pemuda yang melakukan hal nyeleneh seputar percintaan, mereka akan meledek pemuda itu dengan sebutan Karno Bangir. Laki-laki misterius yang diduga kuat membuat Karti Benguk gila. Di suatu siang yang terik, dulu sekali, Karti Benguk muda keliling dan menunjuk setiap laki-laki yang ditemuinya, dan memanggil mereka dengan nama Karno Bangir. Setiap laki-laki itu tak terima dipanggil begitu, maka mereka melempari Karti Benguk dengan kotoran ayam. Karti Benguk dijemput oleh ibunya yang cemas bukan kepalang. Diajak ke rumah dan dibersihkan seluruh tubuhnya. Sang ibu mengutuk para lelaki itu. "Jadi batu kalian!"

"Memangnya kami Malin Kundang?"

Di rumah, sang ibu bukannya disambut dengan kecemasan yang sama dari sang ayah, malah kena damprat dan keduanya berakhir dengan tangan dirantai. Sang ibu di kamar. Karti Benguk di kandang sapi. Karti Benguk disumpal mulutnya pakai rumput makanan sapi. Itu hukuman akibat Karti Benguk tidak mau tertib, tidak mau hening. Sepanjang waktu menyebut nama Karno Bangir. Entah siapa pun orang celaka itu.

Melompat jauh ke masa kini. Salah satu pemuda yang dulu mengata-ngatai Karti Benguk, duduk di cangkrukan, siang-siang. Dia lagi malas sekali melakukan apa pun. Dia habis mangkir dari permintaan ibu untuk membuang sampah. Dia berpikir, enak kali ya kalau jadi patung saja. Tak ada yang menyuruh-nyuruh.

Siang yang panas itu kemudian menghadirkan angin gerah. Ada yang tak kasat mata lewat depan hidung si pemuda. Si pemuda kemudian pergi ke toko bangunan membeli semen dan pasir. Di pekarangan rumahnya dia menggali tanah, berbentuk manusia, seukurannya. Lalu dia mencampur semen dan pasir dengan batu dan air. Dia penuhi lubang itu dan dia tidur di sana. Menjadi batu. Menjadi pemalas paling hakiki.

Hanya lubang hidungpemuda yang masih nampak. Dia menjadi pemalas. Tapi tidak mati. Tetap hidup.Menjadi batu. Kerabat keluarganya yang telah menemukan, tak bisa menghancurkansemen yang kadung keras. Abadilah dia sebagai pemalas.

SETAN LEWATWhere stories live. Discover now