Bersama Ibu Dia Lenyap Di Antara Kabut Jalan Setapak

655 53 4
                                    

Di rumah Pak Kades, hanya bertiga, Tini, Ibu dan Sunarti yang tak terpengaruh oleh sihir misterius. Sementara Pak Kades masih memainkan batang dan bolanya dan Sulastri masih berdiri di hadapannya. Kini menangis darah. Dia masih sadar, hanya saja tak mampu bergerak. Dia bisa mendengar canda tawa Ibu, Tini dan Sunarti di dalam kamar. Air mata darah Sulastri membasahi bajunya. Di mata Pak Kades, air mata darah itu adalah sirup dan madu yang menetes entah dari mana, membaluri tubuh molek Sulastri. Gerak kursi goyangnya makin menggila seiring batang dan bolanya sudah mulai berbusa dan berdarah.

"Tujuh hari dari sekarang, kita pergi ya Bu." Ungkap Tini.

"Iya Tini. Bawa ibu pergi jauh dari sini."

"Kakak dan ibu mau ke mana? Sunarti mau ikut."

Tini tersenyum dan mengusap kepala adik bungsunya. "Tidak dalam tujuh hari ke depan ya. Nanti Sunarti tentu akan bergabung bersama ibu. Tapi tidak secepat itu. Kakak perlu Sunarti jadi mata kakak di sini. Oke?"

"Janji ya Kak."

Tini menyerahkan kelingkingnya untuk dikait kelingking Sunarti.

Tujuh hari kemudian. Sunarti bergerak otomatis mengedarkan undangan-undangan. Dan pada hari itu, sihir misterius yang mengena Sulastri dan Pak Kades patah. Mereka berhenti berdiri menangis darah dan juga onani darah. Tiga hari yang lalu, Tini sudah menyewa terop dan memesan prasmanan. Ibunya memanggil perias ternama untuk merias mereka bertiga. Di hari itu, yang benar-benar waras hanyalah ibu dan Tini. Sunarti separuh saja. Dia masih kena pengaruh sihir cantiknya Tini.

Sulastri dan Pak Kades bagai mayat hidup. Mereka hening saja. Mata mereka merah. Oleh Tini mereka ditiup. Dan mereka pun kembali segar. Namun tetap, mereka hening saja. Mereka bergerak seperti mayat hidup. Acara belum dimulai, mereka sudah duduk di kursi depan. Mereka hening saja. Tamu datang, mereka hening saja. Seperti mayat sungguhan yang sengaja didudukkan di sana. Tamu-tamu yang datang, tak memedulikan mereka. Mereka mengendus-endus aroma wangi Tini dari dalam rumah.

Di dalam kamar, Tini mengeluarkan lampu ajaib dari tasnya. Dia usap-usap dan tuang ke teko. Cairan kemerahan keluar memenuhi. Cairan itu yang kemudian dia tegukkan ke masing-masing kerongkongan lelaki yang datang. Cairan itu benar masuk ke dalam kerongkongan dan bahkan sampai ke lambung dan organ-organ lain, tapi cairan itu kemudian kembali lagi ke teko. Setelah acara itu selesai, teko itu Tini bawa kembali ke kamar. Ibu dan Sunarti tidak diijinkan masuk. Tini minta waktu sebentar. Di kamar, tengah malam, Tini menuangkan lagi cairan merah itu dari teko ke lampu. Cairan itu berubah jadi lilin cair. Dia usap-usap lagi lampu itu. Dan ketika di luar terdengar suara anjing melolong, Tini menuangkan lilin cair itu ke udara melayang. Setiap tuangan, lilin cair itu mewujud jadi miniatur manusia dengan daging kemerah-merahan. Mereka melayang-layang. Setiap tiga wujud tercipta, Tini menepis mereka dan ketiganya terbang keluar, menembus dinding dan menghilang di kegelapan. "Lewatlah kalian ketika ada pikiran-pikiran buruk melintas. Jadikan semua itu nyata dan kabari aku hasilnya."

Tini menuang banyak sekali lilin cair demi menjadikannya mainan-mainan lilin yang menjelma setan-setan siap lewat di hiruk pikuk pikiran manusia yang tak menentu. Sial saja kalau pikiran busuk terbersit dan si setan lewat. Niscaya pikiran busuk itu akan mewujud bau bangkai dan mendorong manusianya melakukan pikiran itu. Tanpa motivasi. Hanya melakukan saja. Tak peduli konsekuensi. Tini menuang lilin cair ke udara sebanyak tamu lelaki yang datang tadi.

Kepada Pak Kades, ayahnya sendiri, Tini menuangkan lilin cair itu langsung ke dalam mulutnya. Itu dilakukannya ketika penghuni rumah yang lain sudah terlelap. Lelap yang dia ciptakan, untuk seluruh desa. Permulaan kutukan. Lilin cair itu meresap masuk ke dalam relung jiwa Pak Kades. Menciptakan pikiran-pikiran besar. Pak Kades tak mau berhenti di satu ambisi kecil. Ambisi-ambisinya akan terwujud. Tini tersenyum sambil menyeka lilin cair dari sudut bibir Pak Kades. Itu adalah lilin cair terakhir. Cukup banyak daripada yang dia tuangkan ke udara tadi.

Tanpa seluruh warga desa sadari. Pagi buta setelah acara undangan itu, Tini dan Ibu sudah menghilang. Sunarti sempat mengantarkan mereka sampai pagar, lalu dia ikuti sampai batas desa. Tini dan Ibu lenyap di antara kabut jalan setapak. Sunarti pulang dan lupa apa yang dia saksikan tadi. Semua warga desa juga hilang ingatan. Mereka tak ingat Tini pernah datang. Tapi bayang-bayang Tini tetap akan menghantui mimpi-mimpi liar para lelaki dan mimpi-mimpi buruk para perempuan. Di acara itu, Tini menyewa tukang foto gaib. Sebuah foto yang memuat semua tamu dan Tini di tengah. Foto itu dimiliki setiap tamu lelaki yang datang. Diselipkan ke dompet, dipajang di dinding rumah, dijadikan baleho, dijadikan poster. Tapi mereka lupa siapa perempuan di tengah itu. Tapi mereka merasa begitu kenal. Tapi mereka lupa sama sekali. Mereka lupa perempuan itu bernama Tini. Mereka lupa belaka kalau itu adalah Karti Benguk. Perempuan dalam foto itu, menjadi hantu bagi mereka. Hantu cantik yang jadi dambaan hati.

Hanya satu orang yang ingat betul. Dialah Mbok Sinawang. Sihir Tini tidak berpengaruh padanya. Atau memang sengaja dibuat seperti itu? Tidak ada yang menahu. Tini sudah hilang lagi sebelum semua itu terjelaskan. Padahal Mbok Sinawang sudah merencanakan hari untuk menemui Tini. Berusaha menyingkap hantu misteri apa yang mengawalnya. Tamu-tamu gaib di malam sebelum kedatangan Tini, pasti meninggalkan petunjuk. Tapi petunjuk itu telanjur terlupakan dan tak sempat terpecahkan. Mbok Sinawang hanya bisa menebak-nebak. Setan apa yang bakalan datang. Sedikit saja dia mendapatkan pencerahan. Itu ketika dia mendengar suara Tini di pengeras suara pada saat acara. Suara itu mungkin terdengar merdu bagi telinga laki-laki dan perempuan. Tapi suara itu lain terdengar oleh telinga Mbok Sinawang. Suara itu terdengar seperti jemaat setan tengah kumpul untuk merencanakan perbudakan buruk. Mbok Sinawang keluar rumah di fajar buta. Merasakan kabut pagi berhawakan ganjil. Dia tahu, Tini pasti sudah pergi. Tapi setan-setannya sudah menyebar dan tinggal di sekitaran desa. Mbok Sinawang melemparkan kuaci yang habis dikunyahnya ke sembarang arah. Dari sembarang arah itu, tuyul-tuyul hasil persalinan malpraktiknya muncul dan berkumpul di depannya. Mbok Sinawang minta kepada mereka untuk melintas ruang dan waktu untuk mencari petunjuk masa lalu Tini. Ke mana dia hilang selama itu. Ke gunung mana dia mendalami ilmu hitam. Ke guru sesat mana dia meminta perlindungan. Apa tujuannya datang lagi kemari. Apa yang Tini rencanakan melalui ilmu-ilmu itu. Kenapa datang lalu menghilang lagi?

SETAN LEWATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang