End to Start to Epilog

Start from the beginning
                                        

Keesokan harinya ditempat yang sama, lagi-lagi aku mendapati anak yang kemarin. Aku penasaran karena itu aku datang menghampirinya.

Yang pertama kusadari adalah, dia tinggi. Aku hanya setinggi bahunya saja.

"Ngapain disini?"

Pertanyaanku mungkin terdengar jahat, tapi jawabannya malah sangat aneh.

"Kalau kamu kupu-kupu yang baru keluar dari kepompong, apa yang akan kamu lakukan?"

Begitu ucapnya. Matanya menatap serius padaku.

"Aku akan terbang kesana kemari sambil memerkan sayap indahku"

Dengan polosnya aku menjawab pertanyaan tersebut tanpa tau ada udang dibalik batu. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari seorang anak berusia 10 tahun.

Sejak pertemuan itu aku menjadi dekat dengannya. Namanya adalah Park Dae min, tapi aku memanggilnya oppa. Kami berjarak tiga tahun atau dengan kata lain dia berumur 13 tahun.

Mengajakku berkeliling dan berbelanja jajanan sudah menjadi rutinitas selama 4 hari yang sudah kuhabiskan dirumah nenek. Tentu saja saat itu aku tidak tau apakah ada alasan yang mendasari perbuatannya, aku hanya menikmati setiap saat yang kuhabiskan.

Hingga sore itu sama seperti biasanya dia datang kerumah untuk mengajakku bermain. Dia mengajakku untuk melihat aliran air kecil dari jembatan yang sekarang sangat terkenal. Yeojwacheon romance bridge itulah namanya.

"Apa kau punya cita-cita?"

Aku menggeleng.

"Kalau begitu kau harus jadi seorang aktris"

Semangat sekali dia mengucapkannya.

"Kenapa?"

Tentu saja aku penasaran dengan alasannya.

"Entahlah, aku hanya merasa kau cocok menjadi aktris. Kau juga cantik"

Begitu ucapnya. Aku tersenyum manis mendengar kata 'cantik' yang terlontar dari bibirnya.

"Berjanjilah padaku kalau kau akan jadi aktris"

Dia menjulurkan jari kelingking begitu juga dengaku.

"Janji"

Kami berduapun tersenyum. Selama beberapa menit kemudian kami hanya diam hanyut dalam keramaian.

"Ayo aku akan mengantarmu pulang"

Dia menggandeng tanganku hingga didepan rumah nenek.

"Terimakasih sudah menemaniku"

Aku hanya tersenyum lebar dan mengangguk.

"Semoga kita dapat bertemu lagi suatu saat nanti. Aku menyayangimu Jisoo-ya"

Aku tidak mengerti kenapa dia meneteskan air mata. Aku juga tidak paham maksud dari kalimatnya. Ingin bertanya apa maksudnya tapi nenek sudah terlebih dulu menyambutku didepan pintu.

"Oppa, annyeong. Aku juga menyayangimu"

Hanya itu yang mampu keluar dari bibirku. Didepan pintu nenek segera menggendongku. Hanya sekilas aku dapat melihat wajah menangis itu. Wajah yang awalnya selalu menampakkan senyum manis dihadapanku. Entah kenapa hatiku menjadi sedikit ngilu.

Keesokan hari aku menunggu kehadirannya untuk menjemputku. Meskipun dia saat itu tidak pernah datang. Dia benar-benar tidak terlihat sama sekali sampai tiba saatnya aku meninggalkan rumah nenek. Jujur aku rindu. Tapi sudahlah, mungkin dia berhalangan untuk datang.

Akhirnya aku meninggalkan Jinhae dengan harapan di musim semi tahun depan kami dapat reunian. Meskipun 8 tahun kedepan dia belum juga kelihatan tapi harapan itu masih belum hilang. Aku masih percaya jika dia akan datang dan tersenyum kepadaku.

Sampai dihari itu saat drama pertama yang kujalani dinyatakan sukses. Ada seseorang yang datang padaku membawa surat putih polos dengan stiker cherry blossom yang terlihat tua. Aku segera membuka surat itu setelah tiba di apartemen.

Tanpa alasan yang jelas hatiku berdebar. Dengan perlahan aku mengeluarkan selembar kertas dengan tulisan tangan yang cukup rapi. Mataku langsung tertuju kearah nama penulis surat ini. Hatiku seketika bergetar. Dengan nafas yang tidak teratur aku membaca tulisan tangan dengan tinta yang hampir luntur.

To. Kim Jisoo

Jisoo-ya annyeong,
Maaf jika aku menghilang tanpa kabar hehe
Aku hanya tidak ingin membuatmu bersedih

Jisoo-ya,
Kau membaca surat ini, itu artinya kau sudah menjadi seorang aktris
Aku tau kau bisa
Selamat ya ... Terimakasih sudah menepati janji kita

Dan jika kau membaca surat ini ...
Yang pasti aku sudah tidak ada didunia ini ... Tidak apa jangan sedih, ini sudah menjadi takdirku.
Maaf karena kau sudah mengenalku

Soo-ya, kau harus menjadi aktris yang sukses. Aku akan mengawasimu dari sini .

Sampaikan salamku pada nenek dan Jen katakan jika aku rindu mereka

Aku menulis ini saat berumur 15 tahun, jika terkesan aneh maaf ya

Semoga kita dapat bertemu dilain waktu

사랑애

.Park Dae Min

                            🌸🌸🌸

Meskipun sudah bertahun-tahun silam, momen itu tetap bisa membuat hatiku terasa sakit. Setelah kucari tau ternyata Daemin oppa mengidap kanker. Entahlah aku antara sedih dan senang. Senang jika sekarang dia sudah tidak menderita karena penyakit itu.

Sekarang aku mengerti apa maksud kalimat yang kau ucapkan saat kita pertama kali bertemu dan berbicara.

Saat itu kau pasti bingung dan takut hingga kau menanyakan apa yang harus kau lakukan dengan menggunakan contoh yang dapat dengan mudah dijawab seorang anak kecil.

"Unni, ayo kita sudah sampai"

Aku terlonjak kaget. Jennie menatapku heran. Aku melihat sekeliling. Suasana yang familiar, tempat yang familiar dan semua sangat familiar disini.

"Oppa Kau lihat kan?, aku sudah menepati janjiku. Aku sudah menjadi aktris yang sukses sekarang"

Aku berucap pelan takut orang dengar. Panas terasa dari area mataku. Dengan cepat aku mengusap air mata yang hendak jatuh.

"Unni ayo!"

Jennie membuka pintu mobil dan menarik tanganku untuk keluar.

"Iya iya tunggu"

Begitulah,
Kenangan yang terukir sempurna di otakku. Seperti yang kukatakan sebelumnya, kenangan ada untuk dikenang atau dilupakan, tergantung sang pemilik kenangan tersebut. Disini aku memilih untuk terus mengenangnya meskipun menyakitkan karena terkadang kenangan ini bisa menghangatkan













🌸🌸🌸

If our love is tragedy why are you my remedy

If our love's insanity why are you my clarity

🌸🌸🌸

Halo^^
Author kembali dengan oneshot story
Kalo kurang dapet feel nya maaf yah 😅
Masih pemula dalam hal sastra

Fyi cerita ini semacam spinoff dri Destined Autumn yang dibintangin Jisoo unni

Jangan lupa pencet vote kalo suka ya <3

Story.by. Len 🍓
Inspired by Clarity•Zedd, Foxes

Spring MemoryWhere stories live. Discover now