PERJUANGAN 2

27K 1.3K 22
                                    

●●●

Langkah Sayla berhenti tepat di depan ruang rawat Prima, sesuai yang Della tulis di chat WA. Tangannya memegang handle pintu, saat akan membuka, terlintas ingatan. Hal ini pernah terjadi. Hanya beda suasana.

Saat itu, dia mengunjungi Prima untuk berdamai dan hasilnya Bella mengacaukan semuanya, kebahagiaannya langsung hilang. Sekarang, mengunjungi suaminya untuk membesuk, apakah nantinya kekhawatirannya akan hilang juga?

Sayla menghela napas. Haruskah dia khawatir? Bukannya ada Bella yang menjaga dan merawat suaminya. Rasa penasaran melihat apa yang terjadi di dalam ruangan itu mungkin akan membuat sedikit kekhawatirannya hilang? Atau akan menambah lagi satu rasa. Kepahitan.

Optimis. Yang di dalam adalah suaminya. Dia khawatir. Tangannya perlahan membuka pintu, pelan. Mengintip kondisi dan situasi di dalam. Dan benar, kepahitan.

Air mata Sayla mengalir, melihat aksi sweet di depannya. Dadanya terasa sesak. Lagi-lagi ini yang terjadi. Sedikit membenarkan kata Siska, dengan egonya, Bella adalah pihak yang diuntungkan. Bisa terus berdekatan dengan Prima dan dengan mudah mengubur namanya dari lelaki yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya.

Menyesal. Sayla sedikit merasakan rasa itu. Apa dia benar-benar egois? Tapi dia benar-benar patah hati.

Menghela napas, Sayla mencoba menormalkan sesak dadanya. Pilihannya sendiri untuk keluar rumah bahkan tidak mau di dekati Prima jadi, berpikir positif aja bahwa kesempatan bersama mereka sudah habis. Waktunya merelakan apa yang harusnya memang direlakan.

"Ya, aku mundur, Mas. Aku salah udah ninggalin kamu, aku sakit sendiri lihat Mbak Bella menang atas kamu, tapi aku belum siap untuk menerima kamu," ucapnya dengan mata yang masih tertuju pada dua orang yang sedang berpelukan mesra di ranjang rumah sakit. Terlihat tangan Bella sedang mengusap punggung Prima dan wajah lelaki itu terpejam damai dalam pelukannya. "Aku melepasmu untuk kebahagiaanmu, Ma--"

"Sayla,"

Panggilan Prima membuat dialog Sayla berhenti. Dia bisa melihat Prima membuka mata dan melepas diri dari pelukan Bella. Sayla agak menunduk saat mata Prima menatap ke arah pintu setengah kaca.

"Prima,"

"Sayla, Ma."

"Tidak ada Sayla. Hanya ada aku, Mama, Papa dan Della." Bella mendengus sebal. Suaminya baru saja siuman dan orang yang dipikirkan langsung Sayla. Jelas-jelas dia yang menjaga dan orang pertama yang dilihat suaminya saat sadar.

"Tapi, perasaanku mengatakan Sayla ada di sini. Mungkin di luar. Biar aku cek." Prima ingin segera beranjak dari ranjangnya tapi tangan Bella mencekal lengannya.

"Mas, kamu baru sadar setelah seharian demam tinggi. Bisa hargai kondisimu tidak?" Suara Bella naik dua oktaf.

"Tapi," wajah Prima yang pucat itu memelas.

"Istirahat." Bella melotot. Membantu Prima berbaring lagi dan menyelimutinya.

Larah menangis tanpa suara melihat anaknya yang sepertinya hampir gila karna Sayla. Jelas-jelas menantunya itu tidak ada di tempat, bahkan kabarnya juga tidak ada, tapi anak laki-lakinya itu merasa istrinya ada.

"Ikatan batin mereka masih kuat, Ma. Mama tenang." Della menyeka air matanya dan tersenyum.

"Maksud kamu?" Larah menyeka air matanya. Beradu tatap dengan Pras sebelum menatap Della intens.

"Centang dua warna hijau," Della melihatkan layar ponselnya pada orang tuanya. "Kak Sayla udah baca dan pasti segera ke sini dan kemungkinan besar, dia ada di luar." Bisik Della menatap ke arah pintu.

ISTRI PENGGANTI (Tamat)Where stories live. Discover now