"Kenapa kemari?"

Hampir bersamaan, dia langsung menatapku kembali. Setelah sebelumnya celingukan memandang ke dalam.

"Gue kangen lo."

Lagi, dia tersenyum. Kali ini sambil menunjukkan deretan giginya. Memasukkan kedua tangan dalam saku mantel, dan sedikit menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Menggemaskan.

Lagi, hatiku berdenyut.

"Di rumah hanya ada aku. Kamu gak boleh masuk."

Disini hanya ada aku. Kamu gak boleh melangkah lebih jauh. Tolong, kasihani hatiku.

"Hm?"

Seolah tidak mengerti, dia mengkedip-kedipkan matanya beberapa kali. Menatapku dengan sorot binar, semakin membuat rasa sakit dihatiku terpendar.

Tuhan, pertahananku hampir hancur. Aku tidak ingin pria di hadapan ini melihat kelemahanku.

Beralih pandang, aku menatap ke arah mana saja, asalkan tidak pada matanya. Kakiku semakin lemas saja.

Bisa kudengar bisikan-bisikan mengejek dari sekitar. Semesta sedang menertawaiku. Menyaksikan aku tidak berdaya, di depan pria yang paling dicinta. Kembali menampar jiwa, dengan kenyataan bahwa kami tidak akan pernah bersama.

Harus menyalahkan siapa aku sekarang? Diriku sendiri atau takdir Tuhan?

"Grace, are you ok?"

Tertarik kembali pada kesadaran, aku dibuat membeku oleh tindakan yang Jaehyun lakukan. Satu sisi wajahku sudah berada dalam tangkupan tangannya.

Merasakan usapan lembut pada permukaan kulit, sesuatu yang basah jatuh mengalir.

Apa aku...menangis?

"Lo kenapa? Ada yang sakit?"

Hatiku.

Jung Jaehyun tolong dengarlah, aku sakit.

Aku membutuhkanmu, harapanku.

Menggeleng pelan, aku melepaskan tangan Jaehyun dari pipi. Mencoba tersenyum, menutupi semuanya dalam garis baik-baik saja.

"Johnny masih di kantor, mungkin sebentar lagi pulang. Kamu mau menunggu?"

Bersamaan dengan kalimat terlontar, terdengar suara rintikan hujan di luar. Membasahi bumi dengan butirannya, membawa aroma khas penyejuk suasana. Semakin lama semakin deras.

Bahkan, sekarang alam sedang meledekku?

Jaehyun menghembuskan nafas pasrah. Sekali lagi menangkupkan tangan, dia mengelus pipiku pelan.

"Bilang ke gue kalau ada apa-apa. Jangan dipendam, gue siap pasang badan."

Tersenyum, aku hanya mengangguk. Kembali menepis tangannya, kemudian menarik mantel yang Jaehyun kenakan. Membiarkan dia masuk lebih dulu, sementara aku menutup pintu.

Untuk di detik berikutnya, jantungku kembali dibuat berhenti berdetak.

Ujung mataku menangkap sebuah bayangan.

Istri Paruh Waktu | Nakamoto YutaWhere stories live. Discover now