-2-

37.5K 4K 187
                                    

🔥🔥🔥

Sosok di depanku diam.

Mungkin kaget.

Mungkin juga nggak.

Soalnya tampang dia emang gini-gini aja, kayak nggak ekspresif.

"Bisa ngomong sebentar?"

Dia cuma berkedip, sambil terus lihatin aku, dan tanpa sepatah kata.

"Ada yang mau aku tanyain sama Mas."

"Nggak ada yang mau aku jawab. Sekarang, pergi."

Dia ngomongnya tanpa nada tinggi, tapi tetep aja, aura juteknya kerasa kuat.

Untung aku nggak ngajak Aji. Kalau ada dia, pasti nanti si Aji komen lagi kalau gemeter dan deg-degan, dan nyimpulin jatuh cinta juga sama Mas Banyu.

Aku belum tahu nama lengkapnya.

Pas kami ketemu di tangga, aku nggak kepikiran buat lihat bordiran nama di jaketnya saking kagetnya.

Dan sekarang, dia nggak lagi pakai jaket.

"Tapi aku nggak mau pergi kalau belum dapat jawaban dari Mas!"

Dia mendengkus dengan sorot sinis, terus bergerak seperti mau nutup daun pintu yang dia pegang.

Tapi sebelum itu terjadi, dengan sigap aku nahan pintunya biar nggak sampai tertutup.

"Kamu sinting?"

"Dih! Enak aja! Kalau sinting aku bukan di sini, tapi di Menur!" sahutku nggak terima dan menyebut salah satu rumah sakit yng terkenal buat perawatan orang-orang gangguan jiwa.

"Ya udah sana ke Menur."

"Nggak mau!" tolakku cepat, "aku kan mau ngomong sama Mas!"

"Bukan nanya?"

"Nanya juga!"

"Sibuk."

Tahu-tahu dia bergerak lebih cepat dan berhasil menutup pintu di depanku.

Aku mengerjap, sambil natap plakat yang tertempel di tengah daun pintu bagian atas bertuliskan "Lab. Geologi Dinamik" dengan background putih.

Habis kuliah tadi, aku memang sengaja nyari dia. Meski Aji ngajakin makan gratis, aku nolak. Soalnya aku memang perlu bicara sama Mas Banyu.

Awalnya kupikir bakalan sulit nemuin dia, tapi pas aku nanya salah satu senior, tanpa tedeng aling-aling dia langsung bilang kalau Mas Banyu biasanya ada di salah satu ruang lab. Beda pas aku nanya sama panitia orientasi waktu itu, nggak ada satupun yang mau jawab. Kayak dia itu semacam agen rahasia yang nggak boleh diketahui keberadaannya.

"Loh, ngapain di sini?"

Kepalaku refleks noleh ke kanan, dan lihat Bang Aloy yang baru aja nginjakin kaki di lantai empat.

"Nyari ruang kelas?"

"Bukan Bang," sahutku cepat.

"Terus?"

AGNI (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now