Part 31 | Avacadabra

Start from the beginning
                                    

Seengggaknya Jisoo pulang dan dia tidak perlu repot-repot mengkhawatirkan Jisoo hilang. Ari memeluk Jisoo senang, dia hampir mau nangis tinggal sendirian.

...

“Jangan tebal-tebal Ar, masih perih,” protesnya pagi-pagi.

Ari yang menata Jisoo mendesis. Ini muka cantik kenapa penuh cakaran sih, heran deh. Untung bekas cakaran di wajah Ari tak sebanyak Jisoo, jadi dia tak perlu repot-repot menotolkan foundation untuk menutupi bekas cakaran.

“Kamu sih, kurang cerdas berantemnya.”

“Aku berantem siaga was-was !”

Berantem sekaligus menjaga identitas. Sungguh tidak menyenangkan. “Lagian kerja pake identitas lain. Ribet amat!” timpal Ari sambil menutupi bekas cakaran di wajah Jisoo.

“Udah belum?”

“Bentar, Sayang, bentar,”  ujarnya. “Nih, udah!” Ari selesai me-makeup Jisoo seperti biasa, tapi kali ini agak ringan untuk menghindari rasa peris pada bekas lukanya. “Seriusan kerja?”

“Iya. Demi duit,” ujarnya bergegas menyahut tas kemudian pamit berangkat setelah mencium singkat pipi Ari. Ari yang dicium mengusap-usap kasar sambil protes, “Nggak usah ngajakin lesbi. Mentang-mentang gak ada Yuta!”

Perjalanan dari flatmate ke kantor tidaklah lama, hanya butuh 15 menit Jisoo sudah sampai kantor. Sampai kantor, dia langsung menuju lantai lima. Menginjakkan kaki di lantai lima, matanya melihat ke ruangan Taeyong yang masih sepi. Buru-buru dia menuju ruangannya mengambil setumpuk berkas untuk dipindahkan di atas meja Taeyong.

Pukul delapan lebih sepuluh menit, Taeyong baru datang. Jisoo langsung menyambut dan memberitahu bahwa di atas meja ada setumpuk berkas yang perlu ditandatangi. Taeyong mengangguk mengerti, dia langsung masuk tanpa basa-basi kepada Jisoo.

Dia membuang seluruh karbondioksida, lantas duduk menyandarkan punggung di kursi sejenak. Namun, interkom masuk berasal dari suara Taeyong meminta dia supaya segera menemuinya di ruangan. Jisoo mengiyakan, dan langsung melesat ke ruangan si boss. Bibirnya menarik senyum profesional sembari memantapkan diri untuk bertemu Taeyong—mengingat kejadian kemarin, si boss pasti ingin banyak tanya padanya.

“Kunci pintunya,” pesan Taeyong setelah sadar Jisoo masuk ruangan. Dia masih sibuk menandatangi berkas yang pagi ini menumpuk di atas meja. “Kamu bisa duduk, Kim!” perintahnya, melirik singkat sang sekretaris yang sedang menunggu.

Jisoo mengangguk singkat, lantas mendaratkan pantat di sofa sambil menungguinya. Tumpukan berkas yang harus diselesaikan Taeyong sangatlah banyak, dia harus menunggu sampai kesibukan pria itu berakhir.

Selesai, Taeyong langsung mempusatkan perhatian pada Jisoo. Gadis itu sibuk mengotak-atik ponsel sampai tak sadar kalau Taeyong telah menempati sofa kosong di sampingnya. Diam-diam matanya mengamati si gadis Kim, enggan menganggu.

Deheman keras berasal dari samping mengagetkan, Jisoo terkesiap tatkala mendapati Boss Lee telah duduk menghadapnya.

So-sorry, Boss,” ucapnya cepat-cepat menyembunyikan ponsel ke saku rok.

Taeyong berdehem dan Jisoo melirik padanya. “Ya?” responnya menunggu perintah atau apa pun itu dari Boss Lee.

Mulut itu tak kunjung bersuara, sepertinya diam dan mengamati Jisoo lebih menarik perhatian Taeyong. Jisoo meringis malu dilihat terus terang olehnya. Dia berusaha mencari celah untuk menghindari tatapan Taeyong.

“Wajah kamu, ck!” decaknya dengan jari telunjuk menyentuh bagian Jisoo yang terluka karena bekas cakaran. “Kamu nggak prihatian sama wajah sendiri?”

[2] Ugly Kim | taesoo [✔]Where stories live. Discover now