Elang Memeluk Senja - Part II

Start from the beginning
                                    

"Elang Sil.."

"Kita bicara di ruanganku."potongnya lalu menggiringku masuk ke dalam ruangan yang dijadikan kantor oleh Silla dan sang suami.

“Ceritakan padaku, ada apa denganmu dan Elang? Kamu bertemu dengannya?” tanya Silla setelah menyerahkan secangkir teh hangat untukku. Aku menerimanya dan menyeruputnya perlahan. Rasa hangat dan manis teh membuatku bisa sedikit rileks.

“Dia kembali Sil, dia kembali,” tuturku. Silla menatapku dengan alis berkerut.

“Tapi dia nggak mengenaliku, dia bahkan sudah punya istri, bodohnya aku sampai menunggunya selama ini,” jelasku sambil berjuang menahan gelombang panas yang merambati mataku. Silla menghampiriku dan memelukku. Aku berjuang menahan air mataku tapi tidak bisa. Kenyataan yang baru saja kuhadapi tidak bisa menutupi rasa kecewa dan sedihku.

“Senja.. dengar aku, kamu kuat, kamu harus kuat, aku tahu perjuanganmu, tapi ku mohon jangan menyerah sekarang, kamu harus mengatakan semuanya pada Elang, kamu masih mencintainya kan?” ucapan Silla hanya bisa kurespon dengan anggukan. Air mataku deras mengalir sampai membuatku sulit untuk mengucapkan sepatah kata pun.

“Kalau kamu masih mencintai dia katakan yang sejujurnya padanya, walau kemungkinan kalian untuk bersama sudah tidak ada tapi kamu nggak mau kehilangan kesempatan mengatakan semuanya kan?”

“Silla.. apa aku bisa?” tanyaku dengan suara terdengar pasrah. Silla tersenyum meyakinkanku membuatku terharu. Karena selama ini bukan hanya aku yang berjuang tapi Silla pun demikian. Ia tidak pernah sekali pun mencela penantianku. Dan semua yang dikatakan Silla benar, paling tidak aku punya kesempatan untuk mengatakan semuanya pada Elang sebelum aku melanjutkan hidupku.

“Bisa, demi delapan tahun penantianmu, setidaknya kamu harus bahagia untuk diri kamu sendiri, kamu bisa Senja,” ucapan Silla semakin menambah kekuatanku. Aku memeluknya erat dan kami menghabiskan malam itu dengan menangis dan menguatkan satu sama lain.

Setidaknya aku harus bahagia di ujung penantianku…

****

Sebulan sudah berlalu sejak Gala Dinner yang menjadikanku bahan pembicaraan selama satu minggu penuh karena pulang lebih awal. Banyak yang berasumsi kalau terjadi sesuatu yang urgent pada keluargaku, ada juga yang mengatakan bahwa aku sakit karena kelelahan dan ada juga yang menggosipkan kalau aku tidak siap menerima kenyataan bahwa dari seluruh tim-ku tidak ada yang masuk dalam jajaran karyawan terbaik. Mendengar semua itu aku hanya bisa menghela nafas dan menutup pintu ruanganku rapat-rapat.

“Bu ada telpon.” Suara Ratih yang berasal dari Intercom menghentikan aktifitasku.

“Dari?”

“Dari Pak Reza Virtual Sport.” Jawaban Ratih membuatku terdiam.

Virtual Sport? Itu kan perusahaan milik Elang. Apa kali ini mereka setuju untuk meeting dengan divisiku?

“Saya terima.”

Beberapa detik kemudian suara Ratih sudah berganti dengan suara pria dengan aksen kebule-bulean.

“Miss Senja? Apa kabar?” sapa Reza ramah seperti biasa.

“Baik Pak.”

“Anda punya waktu besok malam? Rencananya Mister ingin menemui anda untuk membicarakan penawaran yang anda ajukan bulan lalu.” Penjelasan Reza membuatku bergeming sesaat. Apa dia baru saja bilang kalau Elang menerima penawaran yang divisiku ajukan?

“Saya bisa, Besok malam? Dimana pak?” tanyaku setelah menetralkan suaraku agar tidak terdengar terlalu bersemangat.

“Alamatnya akan saya email ke anda, baiklah kalau anda setuju, sampai bertemu besok, selamat siang.”

Box Of LoveWhere stories live. Discover now