Prologue

4.8K 339 24
                                    

Terkadang, cara seseorang menutup luka adalah dengan terlihat kuat di hadapan orang lain.

***

"PENGECUT KALIAN SEMUA!"

Suara teriakan bergemuruh di bawah teduhnya langit yang perlahan kelabu.

Laki-laki itu berdiri paling depan dengan wajah marah diikuti oleh beberapa orang yang merupakan pasukannya.

"MAJU! JANGAN BISANYA MAIN BELAKANG!"

Dia berteriak kembali, kali ini lebih keras.

BUK

Tak lama kemudian ia berhasil mendobrak pintu markas pasukan dari SMA Raya.

Lihat saja, dalam hitungan kurang dari setengah jam, Aryan akan menumpas semua pengecut yang ada di dalam sana.

***

"Saya tidak habis pikir dengan kamu, Aryan. Harus dengan cara apalagi saya memberimu pelajaran supaya kamu tidak lagi berulah," ujar Bu Santi, wali kelasnya dengan wajah sedih.

Bu Santi yang bersifat lembut tentu tidak bisa mengeluarkan "amarah" seperti guru lainnya. Guru berkepala tiga itu memang berhati baik namun rapuh, karena ketika ia dikuasai amarah, maka ucapannya akan terdengar lirih dilanjut dengan tangisan.

Mimpi apa bu Santi harus menjadi wali kelas Aryan di pendidikan akhirnya. Karena semua guru yang tegas pun sudah angkat tangan dan mencari peruntungan. Barangkali dengan sosok wali kelas seperti beliau, Aryan dapat bersikap lebih baik.

"Saya tidak terima, bu. Dia sudah menghina rekan saya dengan sebutan gembel hanya karena orang tuanya ternyata penatu langganan si Edo," jelas Aryan sebal. "Awww. Pelan-pelan dong, bu."

"Ibu tau rasa solidaritas kamu begitu tinggi. Tapi tidak harus dengan kekerasan pula."

Bu Santi menghela nafas lelah.

"Pak, tolong plester di kotak P3K," pinta bu Santi pada suaminya yang juga menjabat sebagai pemilik yayasan sekolah.

"Malu-maluin nama sekolah saja kamu," ungkap pak Fais.

Aryan bergeming mendengar ucapan kekesalan suami wali kelasnya. Ia tak mengindahkan, justru asik bermain Plants vs Zombie di ,hp sementara bu Santi masih mengobatinya. Game tersebut adalah kesukaannya, walaupun terlihat tidak sesuai dengan jiwa cool dan cuek yang dimilikinya.

"Aku akan minta ganti wali kelasnya. Kenapa harus kamu sih? Padahal dalam rapat pleno kenaikan kelas kemarin aku nggak hadir. Harusnya diulang itu."

"Loh, kan kamu sendiri yang minta tolong diwakilkan pak Restu karena jadwalmu itu. Sudahlah, pak. Tidak usah."

"Sesuka hati ya pak, mentang-mentang yang punya," celetuk Aryan tanpa rasa bersalah.

"Sssh, Aryan. Nggak boleh seperti itu. Sebenarnya Aryan ini anak baik kok, Pak. Sudahlah, kamu lanjutkan saja pekerjaanmu," ujar istrinya. Berusaha membuat suami dan muridnya tidak lagi adu mulut.

"Sudah selesai. Kamu boleh pulang. Besok di sekolah, kamu nggak boleh mangkir dari panggilan BK. Paham?"

"Hmmm. Makasih bu," Aryan melongos pergi dari rumah bu Santi setelah mencium tangan punggungnya, tanpa pamit pada pak Fais.

"Salam buat orang tuamu. Jangan buat mereka khawatir," pesan bu Santi.

"Mereka juga nggak peduli," jawab Aryan lantang.

***

"Sok jagoan sekali kamu. Pulang pulang selalu dengan wajah lebam," komentar Ranti yang baru pulang dari kantor.

Aryan sempat kaget mendapati ibu--yang tidak seperti ibunya itu--sudah berada di rumah di waktu maghrib seperti ini.

"Siapa lagi yang menjadi korban kamu? Persis seperti orang itu, suka sekali kekerasan."

Laki-laki itu yang mulanya hanya ingin mengabaikan langsung berbalik arah dengan cepat.

Gigi Aryan bergemelatuk dengan mata yang melotot marah.

"Aku tidak sama seperti dia ataupun mama," desisnya dan langsung menutup pintu kamar dengan keras.

Ia menjatuhkan badannya di atas kasur. Matanya terpejam, berusaha tertidur di antara banyaknya beban yang bergelayut.

Bolehkah ia menyudahi hidupnya saja?

Karena hatinya tidaklah sekuat raga yang selama ini menjadi topeng di lingkungan luar.

***

Bagaimana prolognya? Semoga suka dan ikuti terus cerita Aryan, ya😊

Terima kasih bagi yang sudah mampir untuk baca, voment, dan kritik-sarannya. Jangan lupa jadikan al-qur'an sebagai bacaan utama. Laff ❤

Instagram : im.hyera

1 Mei 2019

ARYANWhere stories live. Discover now