Extra - Lebih Menarik dari Langit

Start from the beginning
                                    

"Terima kasih, Pak. Mari.." Kongphob tentu saja membalas senyuman dan berusaha seramah mungkin. Ia membiarkan sepasang mata yang memicing ke arahnya, meminta jawaban.

Kak Arthit mampu menahan diri untuk tidak bertanya hingga mobil sekali lagi berhenti, kini tepat di sebuah rumah berlantai dua yang asri. "Jadi kita dimana sih ini?"

Senyuman manis terulas di wajah Kongphob, sebuah jawaban dengan mudah ia keluarkan. "Ini villa keluarga. Kak Arthit belakangan baca berita? Katanya mau ada hujan meteor malam ini. Aku ingin motret itu."

Sebuah pengertian terpancar dari mata Kak Arthit. "Hm.. tapi perlu ya kita ke sini? Villanya gede banget."

Ups. Kalau sampai Kak Arthit tahu ada villa lain yang lebih besar dari ini di puncak.. Kongphob masih bingung bagaimana memberitahu Kak Arthit. Jadi, mau tidak mau ia harus sedikit berbohong di sini. Ia berikan senyuman yang sedikit dipaksakan sambil tangannya membuka seatbelt. "Oh ya? Nggak juga kok. Kita perlu pergi ke tempat yang agak tinggi dan lapang. Di sini memadai."

Sepertinya Kak Arthit tidak sadar kalau ada yang aneh, dan hanya mengangguk dan membuka seatbelt-nya. Mereka berdua masing-masing hanya membawa satu ransel, dengan Kongphob membawa tas lain penuh dengan peralatan untuknya memotret malam nanti.

Mereka langsung disambut oleh Mbak Pla di pintu masuk dan harus menolak secara halus berulang kali saat ia ingin membawakan bawaan mereka. Kak Arthit apalagi, ia terlihat sangat tidak enak karena harus menolak.

"Nggak apa-apa kok, Mbak. Kita kan cuma semalam. Nggak usah repot-repot." Sekali lagi Kak Arthit harus menolak tawaran Mbak Pla untuk dibuatkan minuman atau dibawakan makanan ringan. Kongphob harus menyembunyikan senyum.

"Biar aja, Mbak. Aku mau antar Kak Arthit ke kamarnya." Akhirnya Kongphob menyela. Mbak Pla mengangguk mengerti dan meninggalkan mereka untuk menyiapkan makan malam. Di sudut mata, Kongphob bisa melihat bagaimana Kak Arthit menghela nafas lega.

"Risih?" Ia berceletuk. Kak Arthit mengangguk.

"Aku nggak biasa. Di rumah juga cuma bertiga, nggak ada yang bantu."

Definitely, Kongphob merasa ia lebih baik tidak cerita tentang keluarganya pada Kak Arthit untuk saat ini. "Oh.. ya udah. Santai aja. Ayo, aku antar ke kamar kakak."

"Hm?" Kak Arthit yang memiringkan kepalanya terlihat begitu manis. Rasanya Kongphob ingin mencium. Eh..

"Atau.." ia tidak bisa tidak menggoda. "Mau sekamar aja sama aku?"

"Gila!" Serta-merta wajah Kak Arthit memerah dan melempar makian padanya. Segera saja pacarnya ini memalingkan muka dan dengan marah memilih pergi dengan random-nya. Ia pergi ke arah teras yang menghadap kebun belakang.

"Kak Arthit.. kamar Kakak bukan ke arah itu." Panggil Kongphob geli. Langkah Kak Arthit langsung berhenti dan ia pun mematung. Demi kelancaran malam ini, Kongphob menahan diri untuk tidak tertawa. Ia bisa melihat telinga pacarnya itu merah dari kejauhan. Dengan perasaan senang, ia memberanikan diri meraih tangan Kak Arthit dan menuntunnya ke arah kamar yang sudah disiapkan. Mereka berjalan dalam diam.

"Met istirahat ya, Kak." Ia berbisik saat hendak meninggalkan Kak Arthit di kamar, dan langsung kabur sebelum Kak Arthit bisa merespon.

"Ughh.. Kongphob!" Terdengar suara Kak Arthit dari kejauhan.

----

Mereka memutuskan untuk makan malam lebih cepat, karena harus tidur lebih awal untuk mengejar hujan meteor di tengah malam. Kongphob harus memberi isyarat pada Mbak Pla untuk membiarkan Kak Arthit yang bersikeras membantu membereskan meja setelah selesai.

[BAHASA] Bukan Logika - FanfiksiWhere stories live. Discover now