31. Ketika Allah Berkehendak

4.2K 164 0
                                    

🍁🍁🍁

Rencana indahnya adalah sebuah kejutan
Jika kita semakin mengejarnya, kalau Allah tak berkehendak
Tak mungkin menjadi takdir kita
Sekeras apapun hati kita menolak, kalau Allah telah berkehendak
Dia akan menjadi takdir kita
Itulah jodoh

Manusia tidak pernah tahu jalan hidupnya, Allah yang mengatur jalan hidup setiap insan. Aku masih merasa takdirku adalah mimpi, aku hidup bersama pria yang sama sekali tak aku cintai, bahkan dulu aku tidak menyukai dia.

Allah mentakdirkan sesuatu yang tidak aku suka menjadi pendamping hidupku. Cara Allah menyatukan insan penuh dengan kejutan, yang saling mencinta bisa jadi bukan jodoh, yang saling membenci bisa jadi jodoh. Bahkan yang tak saling mengenal bisa jadi jodoh juga.

Allah Yang Mahah membolak-balikkan hati manusia.  Atas dasar yakin, aku menerima dia sebagai bagian hidupku. Keyakinan hati datang karena Allah, aku percaya itu.

Apa yang aku alami, Syifa juga mengalaminya. Syifa dipersunting Mas Rama, pria yang belum Syifa kenal, Syifa yakin dengan pilihan orangtuanya yang terbaik, itu juga cara dia menyenangkan hati kedua orang tuanya. Mas Rama adalah sosok pria sholeh yang diidamkan banyak wanita, tapi dulu aku menolak lamarannya karena hatiku tidak yakin. Sungguh tak di sangka, Mas Rama akan menikahi sahabatku Syifa. Jodoh memang tak mungkin tertukar.

Mengenai cinta, serahkanlah kepada Allah, Allah lebih tahu yang cocok untuk hamba-Nya. Aku percaya jika kita memilih jalan yang baik, Allah meridhai setiap langkah kita. Jatuh cinta sebelum halal sama saja mencintai orang yang haram bagi kita, mencintainya tanpa ikatan pernikahan mendekatkan kita pada zina hati dan pikiran. Meski aku pernah mencintainya dalam diam, tapi hati dan pikiranku tak pernah diam mendebatkan soal dia yang aku cintai. Pada akhirnya kekecewaan datang menyapaku, mungkin Allah tidak ridha.

Allah mengirimkan Kak Kamil untukku, karena Allah tahu dia yang terbaik untukku, dan yang sanggup membahagiakanku. Hatiku mulai luluh oleh Kak Kamil yang memberiku cinta begitu tulus. Aku bahagia hidup bersamanya, kebahagiaan yang aku dapatakan karena ridha dari-Nya.

Seharunya menikah tak perlu menunggu cinta, tapi menunggu kesiapan hati menerima dia yang berani menghalalkan. Yang lalu biarlah berlalu, cukup sekali hatiku patah mengenal cinta sebelum halal, luka hatiku dapat terobati dengan kehadiran kekasih halalku. Jika aku ditanya soal perasaanku kepada Kak Kamil, aku masih bingung menjawabnya.

Hariku penuh warna saat bersamanya, tak ada detik sia-sia yang ku lalui bersama dia, waktu yang aku ukir bersamanya sangat indah. Aku tidak mengerti dengan perasaanku, apakah aku mencintainya? Sejak Allah menyatukan aku dengan dia, aku tidak pernah mengingat Kak Arbani, yang aku ingiat hanya namanya 'Insan Kamil Razak'.

Mungkin Allah membuka hatiku untuknya, kekasih halal yang aku dambakan dalam setiap doaku. Dia imam yang baik untukku, dia takwa kepada Allah, aku semakin mengaguminya melihat kepribadian baiknya.

Hari yang ditunggu telah datang, pernikahan Mas Rama dengan Syifa berlangsung khidmat. Mereka menggelar acara pernikahan di rumah Syifa. Mereka mengadakan resepsi yang sederhana. Raut wajah keduanya terlihat bahagia berdiri di pelaminan menyambut para tamu.

Aku dan Kak Kamil mengucapkan selamat pada mereka. Aku memeluk sahabatku sebentar, karena antrian para tamu undangan masih panjang di belakang.  Kak Kamil juga berjabat tangan ala pria dengan Mas Rama.

"Barakallah untuk kalian berdua."ucapku, menatap mata mereka.

"Semoga Allah merahmati pernikahan kalian."sambung Kak Kamil.

"Aamiin."ucap mereka bersamaan.

Setelah itu aku dan Kak Kamil dipersilahkan menikmati hidangan. Kak Kamil menggandeng tanganku, rasanya malu sekali memperlihatkan kemesraan kita di depan banyak orang, walau semua orang tak mungkin memperhatikan kita.

Kami mengambil beberapa makanan, aku mengambil surabi satu piring untuk berdua. Surabi merupakan salah satu cemilan paling ngehits di Bandung.

"Ini makanan khas Bandung Kak, enak loh."kataku.

"Apapun enak kalau makannya bareng kamu."dia menatap mataku sambil tersenyum.

"Malu Kak, jangan gitu ah."aku berbisik pelan.

"Hehe...Maaf."dia tertawa kecil.

Kami mencari tempat duduk untuk menikmati makanan yang aku bawa. Aku dan Kak Kamil duduk bersebelahan menyaksikan marawis yang memeriahkan acara ini. Kak Kamil malah memandangi wajahku saat sedang makan surabi, dia belum mencicipi surabinya, padahal aku sengaja membawa dua sendok.

Aku malu juga makan dilihatin terus sama dia, emangnya aku marawis yang jadi pusat perhatian banyak oraang.

"Lihatnya kesana, jangan wajah aku terus yang kamu pandangi! Tuh ada marawis yang lebih menarik."ucapku.

"Menarikan juga kamu."balasnya, melirik gombal ke arahku.

"Makan nih surabinya, cobain deh, enak banget."aku memberinya satu suap serabi.

Dia menerima suapan yang aku berikan. Kali ini aku yang menyuapi dia. Aku tidak perduli dengan orang di sekitarku yang memandang kami dengan tatapan aneh. Aku hanya ingin bahagia bersama suamiku, di hari pernikahan sahabt kita.

Aku ikut bahagia melihat sahabatku bahagia, tapi mulai besok aku tidak akan bertemu dengan Syifa lagi. Besok Mas Rama akan mengajak Syifa tinggal ke Jawa Timur, Mas Rama mengajar di sebuah pesantren di Jawa Timur. Syifa harus ikut kemana pun suaminyaa pergi. Aku mencoba mengiklaskannya, kita masih bisa komunikasi via telepon.

***

Assalamu'alaikum...
Jangan protes ya readers karena ceritanya di part  ini sedikit 😊 Jangan pernah bosan ya membaca ceritaku, silahkan tinggalkan vote dan komen 😍

Tetap jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama 😊


Ahlan Wa Sahlan Kekasih Halal [Proses Revisi] ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat