Langkahnya mantap. Dia menetapkan hati untuk menghadapi semua demi rumah tangganya utuh. Membuka pintu, Sayla langsung menuju kamarnya.

Tangannya memegang handle. Senyumnya mengembang, berharap suaminya ada di dalam, sedang menunggunya. Dan kepulangannya tidak sia-sia.

Ceklek!

Pemandangan kamar membuat senyum Sayla luntur. Bahkan kesempatan keduanya raib. Rasanya tubuhnya melemas sektika. Untung, dia berpegangan pada handle pintu, membantu menopang tubuhnya.

"Sayla," suara Prima terdengar bergetar. Tubuhnya seketika gemetar. "Sayla, Ini tidak seperti--"

"Tidak perlu menjelaskan apapun. Mataku tidak buta. Aku hanya datang untuk mengambil barang yang tertinggal. Tidak akan menganggu kehidupan kalian lagi."

"Oh! Barang-barang kamu ada di gudang." Sinta berucap dengan tangan yang memeluk lengan Prima. Memanasi Sayla yang sudah benar-benar panas.

"Makasih!"

Brak!

Pintu itu tertutup dengan kuat.

Sayla langsung berlari keluar rumah dengan isakkan menyayat. Hatinya benar-benar sakit. Apa suaminya benar-benar sudah melepasnya? Bukannya kemarin bahkan tadi pagi dia masih mengejarnya? Apa itu hanya kedok? Atau Suaminya sudah menyerah sebelum berjuang? Hanya segitukah perjuangan cinta suaminya? Sayla benar-benar tidak tahu pertanyaan mana yang harus terlontar atas jawaban yang dia dapatkan sore ini. Yang pasti, hati itu hancur untuk yang kesekian kalinya.

...

"Sayla," Prima ingin mengejar, tapi lengannya di tahan Bella.

"Mau kejar dia, Mas?" Muka Bella garang. "Mas aku juga istrimu. Aku juga butuh kamu. Jangan terus pokus pada Sayla yang keinginannya sendiri untuk pergi!" Bella mulai mengeluarkan unek-unek di kepalanya. Benar-benar kesal saat dicuekin hanya demi istri pengganti itu.

"Bella, cukup! Please jangan begini!" Prima frustasi. Bella kekanak-kanakkan. Bukannya bantu dia menyelesaikan masalah, malah memperpanjang masalah. "Sayla pergi karna kita, ulah kita!"

"Apa salahnya jika orang saling mencintai menikah? Dia saja yang tidak menerima kenyataan."

Prima mengusap kasar mukanya. Tangannya menepis tangan Bella. Menatapnya memelas.
"Bella, Please! Biarkan Mas selesaikan urusan Mas dengan Sayla. Setelahnya Mas--"

"Akan menceraikan aku, iya kan? Demi istri pengganti itu, Mas tega menceraikan aku yang adalah cinta pertama Mas!" Air mata Bella mengalir. Airmata ketakutan akan ditinggalkan.

"Bella,"

"Jangan tinggalkan aku, Mas. Aku mencintaimu." Bella masuk dalam pelukan hangat Prima. Pria itu pun membalas pelukannya. Mengelus punggung istri keduanya. Ada rasa bersalah telah menelantarkannya.

"Maafkan, Mas. Mas benar-benar belum siap berpisah dari Sayla. Hari ini pasti dia akan sangat membenci Mas." Prima menghela napas beratnya. Menatap ruang kamarnya yang sudah berbeda. Bella telah merubah kamarnya bersama Sayla. Menganti tirai jendela yang awalnya berwarna biru langit, sekarang menjadi warna pink. Begitu pula dengan seprai dan terpampang berhamburan foto-foto masa pacaran Prima dan Bella di dinding.

Kepala Prima semakin berdenyut. Pasti Sayla berpikir buruk akan hal ini. Prima awalnya pun kaget. Dia yang akan menegur Bella malah mendengar suara pintu terbuka dan itu adalah Sayla.

"Bisakah kamu mengembalikan kamar ini seperti sedia kala. Ini kamar Mas bersama Sayla. Mohon jaga privasi kami."

Tangis Bella berhenti. Melepas kasar pelukan Prima dan menatapnya tajam. "Sayla lagi! Aku hanya berniat baik untuk merapikan kamar ini dan menempatinya." gerutunya kesal.

ISTRI PENGGANTI (Tamat)Where stories live. Discover now