Prahara Video Pendek

17 2 0
                                    

Semua berawal dari sebuah telepon yang datang dari Kanina, salah seorang teman dekatku yang aku kagumi karena keberaniannya dalam menentukan sebuah pilihan hidupnya. Kanina yang memilih berkuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa karena tekadnya sendiri, tiba-tiba hadir lewat sambungan telepon LINE di Jum'at malam. Membuat rencanaku beres-beres kamar batal.

Saat gadis tambun itu tiba di rumahku, wajahnya masih sembap dipenuhi bekas air mata. Saat aku tanya kenapa, gadis itu sekali lagi menangis sambil menutup wajahnya. Aku yang tidak pandai menghibur ini hanya bisa menepuk pelan punggungnya, sambil menawarkan air minum supaya agak tenang.

"Hari ini aku rasanya mati dikubur rasa bersalah, Ki." katanya, sambil memilin ujung tunik kuning yang sedang ia kenakan. "Aku rasanya berdosa banget, aku harus gimana, Kiii?"

"Loh memangnya ada apa, Nin?"

Tanyaku yang dibalas dengan Kanina yang menghela napas berat, ia menyandarkan punggungnya ke sofa, kemudian mulai bercerita.

"Jadi, tadi kan aku ngajar beberapa pasien di jam bebas, aku inisiatif puterin video yang pernah aku tonton. Niat aku menghibur dan bikin mereka termotivasi, Ki... tapi ternyata.."

Kanina terpaksa berhenti bercerita karena menangis lagi, mungkin dibarengi dengan perasaan tercekat di tenggorokannya.

Semua prahara yang menimpanya dimulai dari sebuah video yang yang ia bagi ke teman-teman tuna wicara yang sedang terapi bersamanya siang tadi. Kanina ingin membagi sebuah video yang ia pikir berakhir bahagia—tentang seorang laki-laki bisu yang menyatakan cinta kepada seorang perempuan cantik berambut panjang—karena belum menonton hingga akhir, Kanina tidak tahu kalau sebenarnya video pendek itu tidak punya akhir bahagia seperti yang ia kira.

Katanya, ia minta maaf berulang kali dengan canggung dan terbata-bata. Kanina merasa sudah jadi seorang pembunuh harapan, rasa bersalah tumbuh menjalar hingga ia menangis. Namun salah seorang teman kerjanya malah bilang ia berlebihan, toh teman-teman tuna wicara mungkin saja tidak merasa sedalam itu, kata mereka.

"Engga apa-apa, Nin. Kamu pasti punya seribu satu cara untuk bangkitin harapan mereka lagi. Kalau kamu belum punya, ayo cari." kataku, berusaha menempatkan diri di posisinya.

Salah satu sifat manusia yang paling aku benci adalah yang satu itu; mengukur sepatu orang lain dengan ukuran kakinya. Mungkin kadang aku juga begitu, mungkin kita selalu begitu. Sama seperti rekan kerja Kanina yang mengukur besar cinta Kanina terhadap teman-teman difabel dan pasiennya dengan ukuran cinta mereka.

Mereka menyakiti Kanina.

*

Prahara Video Pendek end.

Sepiring Cerita Dari KilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang