7 : a night full of stars

2.1K 486 56
                                    

"Jiwoo, itu Yeosang udah dateng,"

Aku yang sedang memoles bibirku agak terkejut karena ucapan mama barusan. "Iya maaa," sahutku.

Aku mempercepat kegiatan berhiasku dan berjalan menuju ruang tamu. Sudah ada Yeosang di sana, dengan tampilan yang agak old fashioned tapi tetap keren, serta syal merah yang tidak pernah absen melingkari lehernya. Penampilan Yeosang agak berbeda, tetapi aku suka.

"Udah siap kan?" tanya Yeosang.

Aku mengangguk. "Mama, aku jalan-jalan dulu, hehe," pamitku pada mama.

Mama hanya menggelengkan kepala. "Jangan lama-lama," ucap mama.

Aku tahu mama agak berat membiarkan aku pergi dengan Yeosang karena saudara-saudaraku baru saja datang, apalagi besok adalah malam natal. Namun, mengingat Yeosang adalah teman baruku, mungkin mama sedikit memakluminya.

Aku berjalan bersama Yeosang keluar rumah, dan hal yang pertama aku lihat adalah sebuah sepeda tua yang terparkir di halaman rumah, di atas salju.

"Ini sepeda kak Seulgi, nanti aku ceritain kenapa aku pake ini," ucap Yeosang tiba-tiba.

Ia seperti bisa membaca pikiranku. Hah, mengerikan.

"Kamu bisa naik sepeda? Jalanan kan licin?" tanyaku.

Yeosang tertawa, "Bisa lah, siapa sih yang gak bisa naik sepeda. Perkara licin, aku janji aku bawanya hati-hati."

Yeosang menaiki sepedanya terlebih dahulu, kemudian aku. Asal kau tahu saja, biar boncengan sepedanya memiliki bantalan, pantatku seperti duduk di atas es batu dan berkendara dengan baju tebal seperti ini sungguh tidak nyaman.

"Bisa naiknya?" tanya Yeosang.

Aku mengangguk. "Bisa," jawabku. "Tapi pegangannya gimana?"

Aku tidak bermaksud untuk modus. Sumpah!

"Pegangan aku, yang penting jangan jatuh," jawabnya.

Astaga, pegangan seperti apa yang Yeosang maksud? Masa' dipeluk??

"Maaf," ucapku. Pada akhirnya aku tetap melingkarkan tanganku pada pinggang Yeosang, karena sungguh, kau bergerak sedikit saja, kau bisa lengser dari dudukan kecil ini.

"Aku jalan sekarang," ucap Yeosang.

Yeosang mulai mengayuh pedal sepedanya perlahan-lahan. Mungkin langkahnya agak bergoyang di awal, tapi semakin lama semakin stabil.

Dari belakang Yeosang, aku menghirup udara sebanyak yang aku bisa. Menikmati udara malam tanpa ada gas dari kendaraan yang berlalu lalang bukanlah hal yang bisa aku lakukan setiap saat. Ditambah jalanan telah disulap menjadi sangat indah dengan berbagai hiasan natal dan lampu hias.

Mereka tampak serasi dengan kelap-kelip bintang di langit malam, seperti aku dan Yeosang. Hehehe.

"Jiwoo," panggil Yeosang.

"Kenapa?" jawabku. "Aku berat ya?"

Yeosang tertawa lagi. "Enggak, bukan itu," jawabnya. "Alasan aku ngajak kamu jalan-jalan naik sepeda."

Aku menggigit bibir bawahku. "Ooh, kenapa?"

"Biar kita bisa ngerasain angin dan nikmatin malam," jawabnya. "Dan sepeda ini punya ceritanya sendiri."

Yeosang tiba-tiba menghentikan laju sepedanya di tepi danau. Jangan berpikir tentang danau besar yang dikelilingi hutan, danau di sini tidak terlalu besar dan ada di dekat jalan raya.

Aku dan Yeosang turun dari sepeda, dan laki-laki itu membawaku duduk di sebuah bangku taman yang menghadap ke danau. Jika biasanya aku agak takut pada danau ini di malam hari, maka tidak dengan hari ini. Airnya sudah membeku, namun pepohonan di sekitar danau dihias dengan lampu, sehingga sangat indah.

"Sepeda kak Seulgi..." Yeosang membuka percakapan lagi. "Sebenernya ini sepedanya kak Seunghoon, dan sepeda ini jadi saksi jatuh bangun kak Seunghoon dari jaman gak kenal kak Seulgi, sampe akhirnya mereka menikah."

Aku menganggukkan kepalaku. Jadi, sepeda ini semacam 'sepeda pacaran' milik kak Seulgi dan kak Seunghoon.

"Karena sepeda ini spesial, gak banyak orang yang bisa naikin sepeda ini," tambahnya.

"Tapi kamu bisa tuh, pake ngajak aku lagi. Tinggal nungguin kamu dimarahin kak Seunghoon!" candaku sambil tertawa kecil.

Yeosang tersenyum kecil. "Pengecualian aku, dan kamu," ucapnya. "Kamu spesial."

Aku hampir tersedak salju. Tadi Yeosang bilang apa?

"Spesial apaan, martabak kali," balasku.

Pipiku memerah. Pasti!1!1!

Kami kembali terdiam. Kami duduk bersandar ke punggung bangku dengan kepala yang mengadah ke atas, memandangi keindahan langit malam.

"Jiwoo," panggil Yeosang.

"Ya?" Aku menoleh pada laki-laki itu. Yeosang masih fokus melihat ke arah langit.

"Apa kamu percaya santa claus?" tanyanya.

Rasanya aku akan tertawa karena pertanyaan aneh Yeosang. "Kayaknya enggak. Gak ada santa claus, adanya mama sama papa yang ngasih aku kado," jawabku.

"Aku juga," balas Yeosang. "Aku pernah nungguin santa claus dateng di depan perapian sampe tengah malem, dan dia gak pernah dateng, yaiyalah dia kan gak ada. Terus tiba-tiba ada kado di kamar, dan tahun selanjutnya, aku mergokin kak Seulgi naroh kado di bawah pohon natal, terus kak Daniel cosplay santa. Ah, pokoknya aku ketipu."

Aku tertawa mendengar cerita Yeosang. Laki-laki ini polos sekali, setidaknya waktu ia kecil. Aku gemas dibuatnya.

"Mungkin aku gak percaya santa claus, tapi aku percaya takdir," ucapku, yang membuat Yeosang beralih menatapku.

"Maksudnya?"

Bibirku membentuk sebuah senyuman kecil, "Takdir, contohnya saat kita ketemu."

Yeosang hanya tersenyum. Meskipun ia menutupi mukanya dengan syal merahnya, aku tahu laki-laki itu tersenyum.

"Liat deh, ada kelinci,"

Yeosang tiba-tiba meraih tanganku dan ia seakan-akan menggambar langit malam dengan jari telunjukku.

"Kalo bintangnya dihubungin, jadi kelinci," tambahnya.

Aku menoleh sekilas pada Yeosang, kemudian tersenyum. Kami merapatkan posisi duduk kami dan kembali berimajinasi dengan bintang.

Jika santa claus adalah orang yang membawa hadiah, maka sekarang aku percaya pada santa claus. Ia mempertemukanku dengan Yeosang, dan membuat natal ini lebih indah dari natal sebelumnya.

kejuuuu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

kejuuuu

btw cover yang sekarang kiyowo banget gak sih huhu aku jatuh cinta:"

[✔] Last Christmas ➖Yeosang ATEEZWhere stories live. Discover now