Bab 7

103 17 43
                                    

Pria setengah baya itu baru saja memarkir motor bebeknya di teras rumah ketika Rian dan Iqbal datang. Pria setengah baya itu yang memakai jaket ojek online itu dengan lincah turun dari motornya dan menyapa tamu-tamunya.

"Siapa yang kalian cari?" tanya pria itu.

Rian mengeluarkan tanda pengenalnya. "Saya Inspektur Rian dari Polda Metro Jaya."

"Ah, polisi lagi," kata pria setengah baya itu sebal. Sebelumnya dia harus berurusan dengan polisi karena pacar anaknya. Dia cukup sebal dengan polisi yang menurutnya hanya mencari-cari masalah agar cepat naik pangkat. Dia juga merasa polisi yang menangani kasus yang terjadi di rumahnya tidak becus dalam menyelesaikan kasus itu.

"Apa putri Anda ada di rumah?" tanya Rian tanpa ekspresi.

"Belum pulang!" jawab lelaki itu ketus. Lelaki itu membuka pintu rumahnya, dia melihat isyarat bahwa Rian ingin berbicara dengannya. Orang tua itu menyilakan kedua tamunya masuk dengan enggan.

Rian masuk ke dalam diikuti Iqbal. Di hadapannya ada ruang tamu bercat biru muda dengan satu set sofa berwarna merah menyala dan bufet berwarna hijau daun yang menyuguhkan foto-foto putrinya dan prestasi yang telah dicapai putrinya. Untungnya tirai jendelanya berwarna senada dengan cat temboknya sehingga mata Rian tidak begitu sakit melihat pemandangan itu.

"Apa perlu kalian?" tanya sang Tuan Rumah tidak ramah.

"Begini, Pak, saya ingin mewawancarai anak Anda sekali lagi perihal kematian Herman Adiwijaya," ucap Rian dengan nada datar.

"Jadi kalian yang menyelidiki kasus jutawan itu?"

Rian mengangguk. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa merah menyala itu.

"Begini, Pak Hendra. Apakah Anda tahu keberadaan putri Anda hari kemarin jam tiga pagi dan lalu keberadaan putri Anda antara jam lima dan jam enam?"

Hendra mengernyitkan dahinya dan memegang dagunya yang dihiasi oleh beberapa helai rambut berwarna putih dengan tangan kanannya. Wajah Hendra tiba-tiba memerah.

"Apa maksudnya pertanyaan ini?!" sembur Hendra kepada dua perwira itu.

"Kami hanya ingin memastikan alibi anak Anda, apakah Anda bisa memastikan alibi anak Anda?" tanya Rian yang tidak terpengaruh dengan perubahan emosi pria yang duduk di depannya.

"Saya tidak mengerti maksud pertanyaan kamu!" bentak Hendra, "Elsa itu di rumah sakit! Nungguin pacarnya! Saya nggak inget jam berapa dia ke rumah karena saya tidak melihat jam! Rumah saya sedang diselidiki polisi! Kemarin sore dia mengirim pesan ke saya kalau dia mau ke apartemen Melina. Ya, pastinya Elsa jam segitu ada di tempat Melina!"

Hendra mengambil napas setelah menyelesaikan kalimatnya. Pada dasarnya memang dia tidak suka dengan polisi. Ketidaksukaannya pada polisi tidak beralasan karena Hendra adalah warga yang taat hukum. Hendra tidak ingin terlibat kasus apapun dengan polisi walaupun hanya diwawancarai polisi tentang sebuah kasus.

Rian manggut-manggut tanpa ekspresi mendengar penuturan Hendra yang penuh emosi.

"Kemarin jam 3 pagi ada wanita yang menemui Herman Adiwijaya di rumahnya, kemungkinan wani ...."

"Anda mencurigai Elsa?!" bentak Hendra.

"Kami mencurigai semua orang yang terlibat sampai kami tahu benar siapa yang melakukannya," ucap Rian datar, "boleh kami tahu apa yang terjadi di rumah Anda sehingga polisi harus memeriksa rumah Anda?"

Rian memang tidak tahu apa yang terjadi di rumah Hendra karena rekannya sesama polisi yang menangani kasus ini juga sangat sibuk sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bertemu. Elsa juga tidak memberi tahu Rian tentang kasus yang terjadi di rumahnya. Walaupun kasus itu tidak ada hubungannya, Rian tetap saja menanyakan detail kasus itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Memoirs of Time (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang